Sukses

Respons Sanksi AS, Iran Gelar Latihan Militer

Sanksi AS dibalas Iran dengan melakukan latihan besar-besaran, termasuk di antaranya melakukan uji coba rudal.

Liputan6.com, Teheran - Iran melakukan latihan militer besar-besaran sebagai respons menantang pasca-peringatan dan sanksi baru yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS). Salah seorang komandan militer senior Iran menyebut "ancaman" AS tersebut sia-sia.

Ia bahkan balik mengancam akan menciptakan "hujan" nuklir bagi negara-negara musuh.

Pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC), sebuah lembaga keamanan paling berpengaruh di negara itu mengatakan, pihaknya akan menguji sistem rudal dan radar sebagai bagian dari latihan militer. Demikian menurut kantor berita IRNA seperti Liputan6.com kutip dari The Washington Post, Minggu, (5/2/2017).

Pernyataan di situs IRGC menyebutkan, tujuan dari latihan militer tersebut adalah untuk menampilkan kekuatan pasukan garda revolusi Iran dan mengabaikan sanksi.

"Jika musuh membuat sebuah kesalahan, rudal kami akan menghujani mereka," ujar Komandan Angkatan Udara Iran, Amir Ali Hajizadeh kepada kantor berita Tasnim.

Tak hanya itu, Negeri Para Mullah juga mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap individu dan perusahaan AS. Mereka mengatakan akan "mengambil tindakan" terhadap pihak-pihak yang dinilai "telah memainkan peran dan mendukung kelompok terorisme."

Pengumuman tersebut dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Iran, satu hari setelah pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi terhadap individu yang bekerja pada program rudal balistik Iran berikut orang-orang yang telah membantu dukungan IRCG kepada kelompok yang dilabeli teroris oleh AS.

Sanksi itu merupakan reaksi atas uji coba rudal balistik jarak menengah yang dilakukan Iran pada pekan lalu. AS menegaskan bahwa peristiwa itu merupakan pelanggaran dari kesepakatan nuklir tahun 2015 di mana bertujuan untuk membatasi pengembangan senjata nuklir Iran.

Trump menegaskan, Iran "bermain api" dan negeri pimpinan Presiden Hassan Rouhani itu dalam "pantauan" AS. Sementara itu, Menteri Pertahanan AS, James Mattis menyebut, Iran sebagai negara tunggal terbesar yang mensponsori terorisme di dunia.

Menurut kantor berita Mehr, setidaknya terdapat tiga jenis rudal yang diuji coba selama latihan militer di samping teknologi perang siber dan sistem radar.

Latihan militer Iran berlangsung di tengah eskalasi ketegangan dengan AS dalam satu pekan terakhir di mana pemerintahan Trump menyalahkan negara itu atas serangan yang dilakukan pemberontak Houthi terhadap kapal Arab Saudi di lepas pantai Yaman barat.

Nyaris selama dua tahun, Negeri Paman Sam telah mendukung koalisi pimpinan Arab Saudi dalam perang di Yaman. PBB memperkirakan sekitar 10.000 warga sipil tewas akibat perang itu.

Para ahli mengatakan, meski demikian, eskalasi ketegangan antara Iran-AS tidak akan membuat Trump membatalkan kesepakatan nuklir, sebuah perjanjian multilateral yang dibuat untuk menghapus sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Iran. AS, Rusia, Inggris, Prancis, China, dan Jerman merupakan negara-negara yang terlibat dalam negosiasi tersebut.

"Trump tidak akan merobek kesepakatan yang dapat memicu murka dari komunitas internasional," kata Cliff Kupchan, ketua sebuah firma politik, Eurasia Group.

Selain terdapat kesepakatan multilateral dengan kekuatan besar dunia, PBB juga telah mengeluarkan resolusi yang mendesak Iran untuk menahan diri dari uji coba rudal balistik yang dapat memuat nuklir.

Namun tidak ada kesimpulan apakah uji coba rudal balistik tersebut melanggar resolusi itu ketika Iran bersikeras bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari program senjata konvensional dan tidak melanggar perjanjian nuklir.

Sepanjang kampanyenya dalam pilpres lalu, Trump mengecam kesepakatan nuklir Iran. Ia bersumpah akan melakukan negosiasi ulang atas kebijakan tersebut.

"Hubungan AS-Iran akan bergejolak pada era Trump. Dan kemungkinan sanksi akan lebih sering dijatuhkan," terang Kupchan.

Di Teheran, para pejabat kembali menegaskan hak Iran untuk mempertahankan kemampuan pertahanan mereka. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, pihaknya tidak merasa takut dengan ancaman AS.

"Kami tidak akan menggunakan senjata kami untuk melawan siapa pun, kecuali membela diri," tegas Zarif.