Liputan6.com, Manila - Belum juga selesai urusan kampanye pemberantasan narkoba yang dinilai melanggar HAM, Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali mengajukan ancaman keras serupa. Kali ini, sasarannya adalah kelompok pemberontak komunis yang dalam beberapa bulan terakhir bertindak ofensif.
Tak tanggung-tanggung, Duterte mengancam akan melakukan serangan udara jika pemberontak komunis itu melontarkan serangan lagi.
Pernyataan itu ia lontarkan setelah kedua belah pihak menghentikan gencatan senjata, dan Duterte mengumumkan ia akan menolak dialog damai dengan para gerilyawan.
Advertisement
Duterte menyebut para pemberontak itu adalah 'teroris', padahal sebelumnya selama sebulan kedua belah pihak menunjukkan kemajuan dalam dialog yang ditengahi oleh pemerintah Norwegia.
Namun, proses itu kembali merosot setelah pemberontak New People's Army menewaskan 6 tentara dan menculik 2 prajurit dalam sebuah serangan terbaru.
"Buat saya, kelompok teroris itu menginginkan perang 50 tahun lagi, dengan membunuh banyak warga Filipina," kata Duterte seperti dikutip dari AP, Senin (6/2/2017).
"Saya tak ingin melakukan hal itu, tapi jika mereka menginginkannya, saya tak punya pilihan," lanjutnya.
"Dengan berhentinya gencatan senjata ini, terserah mereka mau mulai menyerang kapan saja. Tapi kami sudah siap. Kami punya banyak pesawat sekarang dan jet. Saya akan jatuhkan semua bom yang kami miliki," tegas Duterte.
Orang nomor satu Filipina itu mengatakan para tentara dibunuh seperti babi dan dibombardir dengan senjata.
Sejauh ini, para pemberontak belum berkomentar atas ancaman Duterte.
Meskipun Duterte mengancam, ia juga meminta ribuan gerilya untuk meninggalkan pemberontakan yang telah berlangsung setengah abad, dengan menawarkan kebijakan reformasi tanah dan kepemilikan rumah di pedesaan.
"Saya menawarkan Anda sekalian perdamaian," ujarnya.
"Anda hanya tinggal turun gunung, dan saya akan mencari uang untuk memberikan Anda semua rumah dan tanah," lanjut Duterte.
Ia juga mengatakan para petinggi pemberontak yang turut dalam dialog perdamaian di Eropa seharusnya segera kembali ke Filipina dan kembali ke penjara. Jika tidak, ia akan membatalkan paspor mereka dan memasukkan mereka ke penjara.
Gagalnya dialog dengan para pemberontak itu merupakan kenyataan pahit bagi Duterte. Ia sebelumnnya telah berperang dengan narkoba yang telah menewaskan ribuan orang semenjak naik jadi presiden pada Juni lalu.
"Saya sudah mencoba segalanya kepada para pemberontak itu," kata Duterte.
"Seperti Anda lihat, saya telah membebaskan para pemimpin pemerontak sehingga mereka bisa berangkat ke Oslo untuk berdialog. Dan sekarang mereka meminta 400 tahanan yang telah melawan pemerintah untuk dibebaskan?" lanjutnya.
"Jika saya bebaskan mereka semua, buat apa ada dialog," ujar Duterte.
New People's Army adalah sayap militer dari Partai Komunis di Filipina.
Partai itu memulai pemberontakan pada tahun 1968, dan sayap militer mereka makin unjuk gigi dalam beberapa tahun terakhir. Mereka telah melakukan beberapa kali melakukan serangan. Lebih dari 35.000 warga Filipina, tentara dan teroris tewas dalam pemberontakan selama 4 dekade itu.Â
Kelompok itu makin membesar tatkala diktator Filipina Ferdinan Marcos memerintah. Setidaknya ada 25.000 militan.
Namun, dengan hancurnya komunisme di dunia, dan dilengserkannya Marcos di pertengahan 80-an, kini dipercaya anggota pemberontak itu tinggal 4.000 saja.
Baik pihak pemerintah maupun pemberontak telah melakukan dialog semenjak 2001 setelah PBB memberi label bahwa New People's Army adalah "organisasi teroris internasional", sehingga sulit mendapat dana dari luar.