Liputan6.com, New York - Luka-luka batin Perang Dunia II belum sembuh sepenuhnya dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang para pelaku kejahatan dalam pertempuran paling berdarah sepanjang sejarah.
Masih banyak yang belum diketahui tentang mereka yang menjadi pelaku kejahatan, tapi kemudian lolos dari penangkapan setelah jatuhnya pemerintahan Nazi Jerman pada 1945.
Para kriminal terjahat yang berlumuran darah melarikan diri melalui "jalan tikus". Memanfaatkan peluang apapun, termasuk dari Palang Merah, dan pemerintah Argentina, beberapa petinggi Nazi sempat menikmati hidup bebas dari tanggungjawab mereka.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Vintage News pada Kamis (9/2/2017), negara-negara Poros memiliki hubungan dekat dengan Argentina, sehingga negara itu menjadi tempat pelarian.
Berikut ini adalah 5 orang pelarian Nazi Jerman dan akhir kisah mereka:
1. Josef Mengele (16 Maret 1911 – 7 Februari 1979)
Pria dengan julukan "Malaikat Maut" ini adalah seorang yang terdidik dan pintar dalam ilmu pengetahuan, termasuk filsafat dan kedokteran. Tapi, ia telah menghilangkan nyawa jutaan pria, wanita, dan anak-anak selama 21 bulan sebagai petinggi kamp konsentrasi.
Namanya hampir sinonim dengan siasat Nazi yang dikenal dengan "Solusi Yahudi". Perilaku keji dan tanpa perikemanusiaan di kamp maut Auschwitz digagas di bawah kepemimpinannya.
Ia bergabung dengan partai Nazi pada 1937 dan menjadi bagian dari kesatuan SS. Mengele menjadi sangat bengis setelah cedera pada 1942 yang menyebabkannya tidak bisa berdinas aktif sehingga ia mengajukan diri ditugaskan di kamp konsentrasi.
Mengele lolos dari hukuman karena melarikan diri setelah ambruknya rezim Nazi dengan cara menyamar sebagai tentara infantri biasa. Setibanya di Munich, ia menjadi tahanan perang, tapi tidak dikenali oleh pasukan Sekutu hingga dibebaskan.
Pada 1948, ia hengkang selamanya dari Jerman dan malah mendapat pertolongan dari Palang Merah yang mengaku menerbitkan dokumen perjalanan palsu baginya dan 10 petinggi Nazi.
Mengele bertekad menuju Argentina yang memiliki hubungan baik dengan Jerman, Italia, dan Jepang. Demikian juga dengan bisnis ayahnya di negeri tersebut.
Ia bahkan tidak menyembunyikan identitas ketika berada di Argentina hingga kemudian rekannya sesama mantan Nazi, Adolf Eichmann, tertangkap dan dideportasi. Sang Malaikat Maut kemudian menghilang dalam pelarian hingga meninggal 35 tahun kemudian karena mengalami stroke saat sedang berenang.
Baru setelah uji DNA pada 1992 ketahuan bahwa jasad pria bernama Wolfgang Gerhard itu adalah jasad Josef Mengele.
Advertisement
2. Otto Adolf Eichmann (19 Maret 1906 – 31 Mei 1962)
Terlahir dari keluarga biasa, asal usul Eichmann tidak semulus Josef Mengele. Eichmann juga gagal lulus pendidikan tinggi teknik mesin dan sukar mendapat pekerjaan tetap sejak 1920.
Nasib pria dengan julukan "Gembong Holocaust" ini berubah setelah ia terpengaruh bergabung dengan partai Nasionalis Sosialis Austria pada 1932 dan menanjak sebagai teknisi terampil dalam deportasi paksa kaum Yahudi menuju kamp-kamp maut.
Eichmann itulah yang menjadi pelaksana “Solusi Akhir”. Ia secara langsung diakitkan dengan pengaturan saluran-saluran deportasi dari 1932 hingga 1944. Rancangan itu bertanggungjawab terhadap deportasi 1,5 juta kaum Yahudi dari seluruh Eropa yang diduduki Jerman, termasuk Austria, Hungaria, Prancis dan bagian Soviet.
Setelah ambruknya rezim Nazi, ia sempat melarikan diri dengan bantuan Gereja Katolik, lalu menggunakan dokumen travel palsu ke Argentina dan hidup dalam penyamaran di sana. Nama samarannya yang paling dikenal adalah Ricardo Klement.
Tapi ia dicokok oleh tim buru sergap Mossad, agen rahasia Israel, pada 1960. Ia diculik dari Buenos Aires dan diterbangkan untuk diadili di Israel. Proses peradilannya mengungkap kenyataan genosida Yahudi yang telah terjadi.
Eichmann dikenal karena peran dan sikapnya yang membangkang, dan mengaku "sekedar mengikuti perintah." Ia kedapatan bersalah dan dijatuhi hukuman mati yang pertama dan satu-satunya dalam sejarah Israel.
Ia dihukum gantung pada 31 Mei 1962, lalu jasadnya dikremasi. Abu kremasi ditebar di lokasi tak diketahui di luar perbatasan Israel.
3. Nikolaus Klause Barbie (25 Oktober 1913 – 25 September 1991)
Sesuain nama julukannya, "Jagal di Lyon", Klause Barbie yang terlahir ke dalam keluarga kelas menengah itu melakukan kekejian luar biasa di Lyon, Prancis.
Ayahnya juga bernama Nikolaus, seorang karyawan kantoran yang kemudian menjadi guru sekolah dasar. Sang ayah berdinas dalam Perang Dunia I dan mendapat cedera. Ia pulang dari perang dengan perasaan pahit dan marah.
Sebelum Barbie selesai sekolah menengah, ayah dan adik lelakinya meninggal dunia. Barbie tidak punya dana untuk melanjutkan pendidikan sehingga ia kemudian bergabung secara suka rela dengan partai Nazi pada 1933.
Pada 1935, Barbie ditugaskan ke kesatuan SS dan pangkatnya menanjak naik di sana. Ia melatih diri menjadi penyelidik dan penyidik, keahliannya kemudian dipakainya terhadap banyak orang tak bersalah.
Puncak kekejiannya berlangsung saat ia menelantarkan 44 anak yatim piatu hingga meninggal dunia di desa terpencil Izieu. Saat itu, ia menjabat sebagai kepala Gestapo di Prancis dan dikenal luas karena kebrutalannya.
Setelah dinas di Prancis, ia dikirim ke garis depan tapi melarikan diri. Saat dalam pelarian itulah ia ditangkap oleh pihak Amerika Serikat (AS). Tapi, bukannya diserahkan kepada pihak berwenang, Barbie malah dimanfaatkan bekerja untuk pihak AS. Ia bahkan mengaku membantu penangkapan tokoh revolusioner Che Guevara.
Namun begitu, pihak Prancis terus memburunya. Dengan bantuan pihak AS, ia melarikan diri ke Bolivia pada 1950. Pemerintah Bolivia juga memanfaatkannya, karena keahliannya yang mumpuni. Ia bahkan mengaku pernah bekerja bagi CIA.
Pada 1983, setelah mendapat tekanan, pemerintah Bolivia akhirnya menahan Barbie yang saat itu sudah menggunakan nama Klaus Altmann. Ia dibawa ke Prancis dan diadili terkait 842 kali deportasi manusia menuju kamp maut.
Ia kemudian kedapatan bersalah dengan kejahatan melawan kemanusiaan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Barbie meninggal karena kanker pada 25 September 1991.
Advertisement
4. Ante Pavelic, Pemimpin Ustase , Nazi Kroasia (14 Juli 1889 – 28 Desember 1959)
Ante Pavelic dan pasukannya yang dikenal sebagai Ustaše (Ustasha) adalah kaki tangan Nazi Jerman dan mendapat dukungan Italia. Pemimpin brutal Nazi Kroasia itu juga menjadi pemimpin Negara Kroasia Merdeka.
Ia memerintahkan pencaplokan lebh banyak wilayah dan memiliki pemerintahan yang meniru Nazi Jerman. Pembunuhan di bawah wewenangnya membidik kaum Serbia, Yahudi, gypsi, dan Krosia yang anti fasis. Kekejiannya amat luar biasa sehingga bahkan Nazi Jerman pun tercengang melihat kebiadabannya.
Pelarian dirinya setelah kejatuhan Jerman kepada pihak Sekutu menjadi akhir Negara Kroasia Merdeka dan Ustasha. Ia kemudian menyerahkan diri di bagian Eropa yang diduduki AS, tapi tidak pernah ditahan.
Ia akhirnya tiba di Italia dengan bantuan dari Vatikan. Pada 1948, karena merasa akan segera ditangkap, ia melarikan diri ke Argentina menggunakan dokumen palsu pemberian Palang Merah. Pelariannya juga terbantu dengan kekayaan yang digasaknya selama di Kroasia.
Di Argentina, ia menikmati hidup senyaman mungkin dan mendirikan lagi pemerintahannya selama berada di pengasingan. Ia bahkan memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Peron.
Pada 1957, Pavelic menjadi sasaran percobaan pembunuhan oleh seorang pria bernama Jovovich dan ditembak di lehernya. Ia tidak pernah benar-benar pulih dari luka dan meninggal pada 1959, lalu dimakamkan di San Isidoro, salah satu pemakaman tertua di Spanyol.
5. Erich Priebke (29 Juli 1913 – 11 Oktober 2013)
Erich Priebke pernah menjabat sebagai komandan SS, bagian dari Angkatan Darat Jerman. Pangkatnya memang tidak setinggi yang lain dan ia hidup mencapai usia 100 tahun.
Ia paling dikenal melalui perannya dalam pembantaian di gua Ardeatine, Roma. Pembantaian itu merupakan pembalasan atas kematian 33 pasukan Jerman dalam ledakan bom di Italia.
Menurut sejumlah laporan, Hitler ingin membunuh 10 orang Italia untuk 1 orang tentara yang tewas dalam ledakan tersebut. Erich menurutinya dan melakukan perintah tersebut. Ia mencari-cari dalam penjara-penjara Italia dan meringkus sejumlah orang, termasuk 70 kaum Yahudi dan anak-anak.
Priebke bertanggungjawab atas kematian sejumlah korban karena dirinya menembak mereka secara langsung. Setelah perang, ia lolos dari sergapan dan tinggal di Argentina. Tapi ia tidak menyamar dan tetap menggunakan namanya. Ada laporan bahwa ia pun bepergian dengan paspor Jerman.
Ia menyedot perhatian ketika memberikan wawancara kepada wartawan ABC pada 1994. Priebke kemudian ditahan dan diekstradisi untuk menjalani sidang pada 1998. Terjadi tarik-menarik persidangan tentang kasusnya, tapi ia kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup.
Ia menjalani masa hukuman sebagai tahanan rumah hingga kematiannya. Tapi Priebke bersikeras tidak menyesali perbuatannya hingga ajal. Ia menjadi petinggi Nazi yang terakhir kali menjalani peradilan.
Advertisement