Sukses

Terkuak, Upah Pembunuh Bayaran Presiden Duterte

Mantan anggota polisi yang mengklaim pernah direkrut Duterte untuk jadi anggota pasukan mati mengungkap fakta mengejutkan.

Liputan6.com, Davao - Mantan polisi Filipina Arturo Lascanas mengklaim bahwa ketika masih menjadi wali kota Davao, Presiden Rodrigo Duterte memberikan instruksi langsung untuk membunuh pelaku kejahatan. 

Lascanas mengaku ia bagian dari 'pasukan mati' di Davao. Kelompok tersebut merupakan eksekutor atas perintah Duterte untuk membunuh langsung pelaku kejahatan, pengedar narkoba, dan pengkritiknya.

Pria ini mengaku pernah membunuh seorang penyiar radio yang sangat kritis terhadap Duterte. Setelah melakukan tugasnya, ia mengklaim langsung mendapat bayaran.

"Korban pembunuhan di Davao kalau tidak kami kubur, kami lemparkan ke laut. Itu semua dibayar oleh Duterte," ucap Lascanas seperti dikutip dari Asian Correspondent, Senin, (20/2/2017).

"Kami dibayar US$ 1.000 (Rp 13,3 juta) terkadang pula US$ 2.500 (Rp 33,3 juta). Tergantung targetnya, kadang-kadang juga sebanyak US$ 5.000 (Rp 66,7 juta)," tambah dia.

Komentar Lascanas, direspons oleh pemerintah Filipina. Ditegaskan Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Martin Andanar omongan mantan polisi itu hanya sebuah drama politik. Tujuannya tidak lain untuk membunuh karakter Duterte.

Pengakuan Lascanas tersebut juga ditengarai ditunggangi para kritikus sang presiden.

Duterte bukan sekali ini diserang soal pasukan mati. Sudah berapa orang mengaku bagian dari kelompok tersebut.

Secara konsisten Duterte menampik keterlibatannya. Dia bahkan menyebut kelompok tersebut fiksi yang tak bisa dibuktikan kebenarannya.

Data kelompok HAM PBB sejak era 1990-an menunjukkan, kurang lebih 1.400 kehilangan nyawa akibat dibunuh di Davao.

Diduga kuat mereka kehilangan nyawa akibat operasi pembersihan narkoba yang dilancarkan Duterte semasa berkuasa di kota itu.