Liputan6.com, London -\ Seorang guru asal Inggris yang juga seorang muslim ditolak masuk ke Amerika Serikat (AS). Padahal ia datang bersama rombongan murid dan rekan-rekan gurunya untuk transit ke New York dari Islandia.
Juhel Miah dan rombongan sekolahnya saat itu bersiap meninggalkan Islandia pada 16 Februari 2017 lalu, dalam perjalanannya ke AS, Miah dikeluarkan dari pesawat di Reykjavik.
Baca Juga
Pada 27 Januari, Donald Trump mengeluarkan perintah Eksekutif yang melarang masuk imigran muslim dari 7 negara ke AS. Namun, pada 10 Februari, sejumlah pengadilan di AS telah menangguhkan kebijakan itu.Â
Advertisement
Sementara rombongan sekolah dari Llangatwg, kota Aberdualis tetap berlanjut. Namun, para murid dan kolega Miah terkejut bukan main saat guru matematika itu -- yang memiliki visa dan dokumen perjalanan lengkap-- dikawal keluar pesawat oleh personel kemanan.
Miah yang berusia 25 tahun merasa ia diperlakukan seperti kriminal. Ia juga khawatir atas keselamatan dirinya. Dikutip dari The Guardian, Selasa (21/2/2017), sesaat sebelum pesawat berangkat, ia didekati seorang petugas yang mengatakan ia tak bisa naik burung besi itu.
"Semua orang melihatku," kata Miah.
"Saat aku mengambil barang-barangku, teman-teman guru dan murid-murid memandangku bingung. Aku tak percaya apa yang terjadi, apalagi dikawal keluar. Aku bagaikan kriminal dan kehilangan kata-kata," ujar Miah.
"Aku kembali ke bandara, dan di meja check-in, petugas memeriksa pasporku dan mengatakan aku terpilih dari salah satu pengecekan random. Mereka mengatakan parasku yang membuat aku harus diperiksa," tambahnya.
"Petugas itu membawaku ke kamar, membuatku berdiri di atas bangku, melepas sepatu, jaket dan memeriksa di bawah kakiku, mengusap tanganku dan tas dengan alat, pakaianku dan jaket sekolah. Mereka lalu mengatakan bahwa aku bersih dan kemudian aku diperbolehkan keluar. Pemeriksaan itu terjadi sekitar lima menit. Ada lima atau enam orang di dalam ruangan, dua orang menggeledahku," kenangnya.
Miah lantas dibawa ke sebuah hotel. "Aku sedang menunggu dua jam untuk mendapat kamar. Itu menghebohkan. Saat dapat kamar, ada lubang di seprai, tas kotor di bawah tempat tidur, lampu tidak nyala dan hanya lampu kerja saja yang berfungsi."
"Baterai ponselku sekarat jadi aku pergi ke koper, dan saat itulah aku menyadari gembok hilang. Aku begitu paranoid, aku takut, aku tidak tidur atau makan selama dua hari. "
Sekolah tempatnya mengajar segera memesankan tiket baru untuk Miah kembali ke Inggris.
Neath Port Talbot council, atasan tempat Miah mengajar mengirim surat ke Kedubes AS di London mempertanyakan perlakuan pemerintah AS terhadap warga negara mereka.
Juru bicara council mengatakan, Miah merasa hidupnya dalam bahaya dan mendapat perlakukan diskriminasi. Council juga menambahkan guru itu adalah warga negara Inggris dan tidak memiliki kewarganegaraan ganda.
"Miah adalah guru terhormat di sekolah Llangatwg dan ia seorang Muslim Welsh. Kami mempertanyakan otoritas AS yang melarangnya melewati AS sehabis dari Islandia padahal dia punya dokumen valid dan jelas dia adalah warga negara Inggris. Diusirnya Miah dari pesawat membuat rombongan sekolah kami terkejut dan takut," ujar juru bicara council.
"Miah juga tak diberikan akses menghubungi kedubes Inggris di AS. Dia jelas diperlakukan penuh diskriminasi," lanjut pernyataan itu.
Perintah Eksekutif Donald Trump terkait anti-imigran muslim itu membuat ratusan orang terdampak. Termasuk mereka yang berkewarganegaraan ganda dari Inggris. Padahal pemerintah Negeri Elizabeth itu telah berkoar bahwa kebijakan koalisinya itu tak akan berefek pada warga negaranya.
Namun, atas kasus Miah, pihak council Neath mempertanyakan apakah pernyataan London bisa diandalkan atau tidak.
Anggota parlemen lokal dari Partai Buruh, AM Jeremy Miles mengatakan ia terkejut mendengar tentang insiden itu. Dia mengatakan akan mengangkat masalah ini dengan pemerintah Welsh untuk meminta mereka untuk membuat representasi kepada pemerintah Inggris.
Kementerian Luar Negeri menyadari kasus ini. Seorang juru bicara mengatakan: "Kami memberikan dukungan kepada seorang pria Inggris yang dicegah naik pesawat di Reykjavik."
Tidak ada tanggapan segera dari kedutaan besar AS di London.