Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus terbang lebih lama dalam perjalanannya dari Singapura ke Australia. Diduga pesawat pembawa Netanyahu tersebut berputar untuk menghindari terbang di atas wilayah udara Indonesia.
Hal tersebut direspons oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir. Pemerintah dipastikan tak tahu dan tidak diinformasikan soal itu.
"Mungkin ada alasan teknis," sebut pria yang kerap disebut Tata dalam press briefing mingguan Kemlu, Kamis (23/2/2017).
Kendati demikian, Tata mengatakan kejadian tersebut, tak perlu dibesar-besarkan. Sebab, hal itu wajar dilakukan.
Baca Juga
Bahkan, diplomat tersebut menjelaskan pejabat Indonesia pernah melakukan hal serupa. Yaitu menghindari wilayah udara Israel ketika ingin ke Palestina.
"Yang bisa kita lihat, waktu Ibu Menlu ke Yordania untuk menuju Palestina kita tidak diberikan izin over flight (di wilayah udara Israel) sehingga kita tak bisa ke Palestina," jelasnya.
"Hal yang sama dilakukan pada kita saat itu," ucapnya.
Pada 22 Febuari lalu, rombongan Netanyahu berangkat dari Singapura dengan maskapai El Al menuju Sydney dengan waktu tempuh lebih dari 11 jam.
Lama perjalanan PM Netanyahu tersebut dianggap tak lazim. Menurut situs penerbangan FlightAware, umumnya perjalanan dari Singapura menuju Sydney hanya makan waktu sekitar 8,5 jam.
Seorang anggota rombongan PM Netanyahu mengonfirmasi bahwa pesawat memang mengambil rute yang memutar. Namun ia tidak menjelaskan lebih jauh.
PM Netanyahu tiba di Sydney pada Rabu pukul 06.30 waktu setempat. Kunjungannya ke Negeri Kanguru itu tergolong bersejarah karena untuk pertama kalinya seorang PM Israel menginjakkan kaki di Australia.
Tidak ada penjelasan dari Israel terkait dengan rute penerbangan tersebut. Maskapai El Al selama ini memang dilarang untuk melintasi wilayah udara sejumlah negara muslim, termasuk Pakistan.
Indonesia sendiri merupakan rumah bagi populasi muslim terbesar di dunia. Dan RI sejauh ini konsisten mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.
Advertisement