Â
Liputan6.com, Manila - Lawan politik Presiden Rodrigo Duterte, Senator Leila de Lima ditangkap atas tuduhan perdagangan narkoba. Ia dituduh menerima uang dari bandar narkoba yang mendekam di balik jeruji besi.
Baca Juga
De Lima bersikeras dirinya tidak bersalah. Ia mengatakan, tuduhan itu merupakan upaya untuk membungkam kritiknya atas perang narkoba yang dilancarkan Presiden Duterte.
Advertisement
Awalnya, pada Kamis kemarin, Nyonya de Lima menolak penangkapan tersebut dan memilih berlindung semalaman di gedung Senat yang terletak di Manila. Namun pada Jumat pagi, ia memutuskan menyerahkan diri.
"Ini merupakan kehormatan bagi saya untuk dipenjara atas sesuatu yang saya perjuangkan. Mereka tidak akan mampu membungkam dan menghentikan saya untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta melawan pembunuhan dan represi yang sehari-hari dilakukan oleh rezim Duterte," terang de Lima seperti dilansir BBC, Jumat, (23/2/2017).
Selama ini, de Lima dikenal sebagai kritikus Duterte yang paling vokal. Ia menentang perang narkoba yang diluncurkan orang nomor satu di Filipina itu sejak Juli 2016. Setidaknya lebih dari 7.000 orang dilaporkan tewas dalam operasi pemberantasan narkoba tersebut.
De Lima mengatakan, Duterte telah mendorong polisi, warga, dan pembunuh bayaran untuk menembak mati tersangka pengedar dan pengguna narkoba. Bahkan dalam pekan ini, politisi perempuan itu menjuluki Duterte sebagai seorang "pembunuh berantai".
Partai Liberal di mana de Lima bernaung mengecam penangkapannya.Â
"Penangkapan ini adalah murni dendam politik dan tidak memiliki tempat dalam sistem peradilan yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Ini adalah perbuatan terkutuk. Kami tegaskan bahwa penangkapan berdasarkan tuduhan palsu adalah ilegal, " ujar pihak Partai Liberal dalam sebuah pernyataan seperti dilansir The Guardian.
Angka korban tewas akibat kebijakan Duterte tersebut telah memicu kritikan keras dari kelompok penggiat HAM dan negara-negara Barat. Namun di lain sisi, Duterte masih menikmati tingginya dukungan publik di negerinya.
Menanggapi kritikan atas aksi main hakim sendiri tersebut, Duterte membela diri. Ia mengatakan, polisi diizinkan untuk melepaskan tembakan dalam kondisi terancam.
Perang narkoba ini telah dihentikan pada Januari lalu setelah seorang pengusaha Korea Selatan tewas di dalam tahanan polisi. Setelahnya, Duterte menegaskan bahwa lembaga kepolisian juga perlu "dibersihkan" dan kini ia memerintahkan Badan Anti-Narkoba negara itu untuk memimpin upaya bersih-bersih dengan dukungan dari militer.