Liputan6.com, Kabul - Pemimpin Taliban di Afghanistan, Hibatullah Akhundzada memerintahkan warga di negara rentan konflik itu untuk menanam lebih banyak pohon.
"Warga sipil dan militan diminta untuk menanam satu atau beberapa pohon buah atau tanaman tak berbuah untuk memperindah Bumi dan mengambil manfaat dari ciptaan Allah," kata dia dalam pernyataannya, seperti dikutip dari BBC, Minggu (26/2/2017).
Baca Juga
Afghanistan menghadapi masalah deforestrasi atau penggundulan hutan yang akut. Pohon-pohon ditebangi, untuk kayu bakar atau batangnya dijual secara ilegal.
Advertisement
"Menanam pohon memainkan peran penting dalam perlindungan alam, pembangunan ekonomi, dan keindahan Bumi," kata Akhundzada lewat situs Voice of Jihad, yang dikendalikan militan Taliban di Afghanistan.
"Menanam pohon dan pertanian dianggap perbuatan yang tak hanya memberi manfaat secara duniawi tapi juga akhirat."
Pernyataan dari Taliban terkait isu lingkungan hidup amat jarang dikeluarkan. Mengherankan malah.Â
Hibatullah Akhundzada, yang menjadi pemimpin Taliban sejak Mei 2016 lalu punya reputasi kuat sebagai pemuka agama, alih-alih komandan militer.
Pesan khusus yang disebarkan lewat media resmi Taliban pada Minggu 26 Februari 2017 kontras dengan retorika berapi-api yang biasa dikeluarkan kelompok ekstrem itu -- baik terhadap Pemerintah Afghanistan maupun koalisi NATO yang mendukungnya.
Juru Bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Shah Hussain Murtazawi mengatakan, pernyataan tersebut adalah upaya Taliban untuk menipu opini publik dan mengalihkan perhatian dari kejahatan dan perusakan yang dilakukan kelompok tersebut.
Taliban diyakini berada di balik produksi opium ilegal di Afghanistan -- yang digunakan menghasilkan pundi-pundi uang untuk membeli senjata. Kelompok tersebut juga memajaki area yang ada di bawah kendalinya.Â
Taliban menguasai sebagian besar Afghanistan dari tahun 1996 sampai digulingkan oleh koalisi pimpinan AS pada 2001.
Mereka telah ditawari peran dalam pemerintahan, sebagai imbalan untuk mengakhiri pemberontakan. Namun, para pemimpinnya sejauh ini menolak.
Kehadiran pasukan internasional di negara tersebut diyakini menjadi batu sandungan bagi Taliban untuk kembali menguasai Afghanistan.Â