Sukses

10-3-1988: Pangeran Charles Nyaris Tewas Tertimbun Salju

Putra mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles nyaris tewas saat gunung salju yang ada di atas tempatnya berada mendadak ambrol.

Liputan6.com, London - Putra mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles nyaris tewas saat gunung salju yang ada di atas tempatnya berada mendadak ambrol pada Kamis 10 Maret 1988.

Kala itu, mantan suami Putri Diana tersebut sedang liburan main ski di Klosters, Swiss.

Ia dan rombongannya berada di Wang Run, Gotschnagrat -- jalur ski yang terkenal miring dan curam yang hanya ditujukan bagi peski profesional -- seperti halnya Charles. Sebelum tragedi, hujan salju lebat mengguyur.

Pangeran Charles adalah penggemar olah raga ski (Royal Fans)

Seperti dikutip dari Los Angeles Times, sang pangeran berhasil lolos. Namun tidak bagi dua rekannya. Satu tewas, lainnya terluka.

Pihak Buckingham Palace mengonfirmasi, korban tewas adalah Mayor Hugh Lindsay, mantan ajudan Ratu Elizabeth II sekaligus sahabat Charles dan Diana. Sementara, seorang perempuan bernama Patricia Palmer-Tomkinson mengalami luka di bagian kaki.

Mayor Hugh Lindsay (34) adalah anggota angkatan darat Inggris. Ia menikahi seorang staf press Istana Buckingham yang sedang hamil saat musibah terjadi.

"Bayi Sarah akan lahir pada Mei. Tentu saja ini adalah kabar yang sangat mengagetkan untuknya. Mereka baru menikah dua tahun lalu," kata seorang staf rumah tangga di rumah keluarganya di Godalming, Surrey seperti dikutip dari Guardian.

Pangeran Charles sama sekali tak terluka. Namun, sejumlah saksi mata mengatakan, pewaris takhta Kerajaan Inggris itu terlihat trauma.

Seorang saksi bahkan mengaku melihatnya menangis dan terguncang saat helikopter Palang Merah yang ditugasi untuk menjemputnya tiba di lokasi kejadian.

Istri Charles saat itu, Diana dan Duchess of York -- iparnya yang sedang hamil tak ada di lereng ski. Mereka selamat karena saat itu berada di chalet atau pondok di area resort tersebut.

Pihak berwenang Swiss mengatakan, tumpukan salju setinggi 100 kaki atau 30,5 meter yang ada di atas enam pemain ski -- termasuk Charles longsor sekitar pukul 14.45 waktu setempat.

Sang pangeran dan tiga orang lainnya berhasil selamat. "Rombongan itu dalam posisi yang memungkinkan untuk menghindari bahaya, kecuali bagi Mayor Lindsay dan Nyonya Palmer-Tomkinson," kata juru bicara pihak Swiss.

Peter Balsiger, pemimpin redaksi korban Blick yang berkantor pusat di Zurich mengatakan, Charles yang kala itu berusia 39 tahun membantu seseorang untuk keluar dari timbunan salju.

Kepada wartawan, Balsiger mengatakan, "Pangeran Charles mengetahui insiden itu. Ia berhenti dan kembali ke lereng untuk membantu...Saya memahami, ia membantu menggali untuk mengeluarkan seseorang yang terkubur di bawah salju."

Ratu Elizabeth II dan suaminya, Duke of Edinburgh sedang menyaksikan pertandingan tenis ketika dikabari soal insiden tersebut. Pihak istana mengatakan, keduanya bersikap tenang menerima kabar tersebut.

Ratu kemudian menelepon keluarga yang ada di chalet di mana mereka berkumpul setelah tragedi itu.

Pangeran Charles bermain ski sejak 1963. Ia pernah mengalami insiden kecil pada 1979 saat kehilangan kendali di lereng dan terjatuh.

Sejak menikah dengan Diana, keduanya selalu bermain ski setidaknya sekali dalam setahun.

Mulai tahun 1980, Pangeran Charles dan semua anggota keluarga Kerajaan Inggris menggunakan perangkat penanda khusus, untuk mengantisipasi jika mereka sampai terkubur salju.

Insiden itu adalah kecelakaan olahraga terburuk yang melibatkan keluarga Kerajaan Inggris, sejak Pangeran William dari Gloucester, sepupu ratu, tewas ketika pesawatnya jatuh selama perlombaan udara pada tahun 1972.

Selain insiden yang nyaris menewaskan Pangeran Charles, 10 Maret juga menjadi momentum waktu sejumlah kejadian penting dalam sejarah dunia.

Pada 1950, kebijakan moneter 'Gunting Syafruddin' mulai diberlakukan di Indonesia, uang pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua.

Sementara pada 1965, pengeboman MacDonald House terjadi di Singapura.

Dua tentara Indonesia, Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali, kemudian dihukum mati -- sebuah peristiwa yang sempat bikin tegang hubungan Indonesia dan Singapura.