Liputan6.com, Naypyidaw - Kekuasaan kerajaan terakhir di Myanmar, dari Dinasti Konbaung, sudah lama berakhir. Pada 1885, raja terakhirnya Thibaw turun takhta dan monarki tamat saat pasukan Inggris mengalahkan dan menduduki Burma.
Namun, sebuah opera sabun atau sinetron buatan Thailand tak hanya membangkitkan nostalgia tersebut, tapi juga melecut amarah warga Myanmar. Sebab, tayangan itu dianggap menggambarkan intrik istana kekaisaran terbesar kedua dalam sejarah negeri itu.
Keturunan raja terakhir Myanmar juga tak senang. Soe Win, cicit Raja Thibaw meminta tayangan sinetron itu dihentikan karena dianggap 'menghina'.
Advertisement
Baca Juga
Namun, seperti dikutip dari BBC, Senin (13/3/2017), produser drama sejarah yang berjudul A Lady's Flames bersikukuh tayangan itu fiksi belaka.
Thailand, di mana sinetron diproduksi, dikenal sebagai negara yang menerapkan aturan lese majeste -- di mana raja dan anggota keluarga kerajaan tak boleh dikritik apalagi dihina.
"Kami bertanya pada pihak Thailand, akankah mereka menerima jika salah satu perusahaan (hiburan) kami di sini melakukan hal yang sama?," kata Soe Win.
Soe Win menilai, drama itu menjijikan. Apalagi dengan adegan anggota keluarga kerajaan saling menampar. "Sungguh merupakan penghinaan, seakan-akan kami ini liar."
Ia meminta pihak Thailand menghentikan penayangan drama itu. "Untuk memperbaiki hubungan kita sebagai tetangga yang baik."
A Lady's Flames, atau Bahasa Thailandnya adalah Plerng Phra Nang, menggambarkan politik berdarah di kalangan dalam istana sebuah kerajaan di Asia Tenggara pada Abad ke-19. Namun, sebagian orang menganggap tayangan itu menggambarkan situasi kerajaan di Myanmar.
Ananthip, karakter perempuan dalam drama itu digambarkan menjalankan skema untuk merebut kerajaan.
Sejumlah orang menduga, karakter itu mirip Hsinbyumashin, seorang istri raja yang merencanakan pembantaian puluhan bangsawan agar Thibaw bisa naik takhta.
Tak hanya alur cerita, kostum dan setting dalam drama tersebut dianggap mirip dengan situasi istana Myanmar.
Salah satu pengguna Facebook, Cho Lay mengunggah serangkaian gambar karakter opera sabun tersebut, mengeluhkan bahwa tayangan tersebut adalah 'penghinaan pada Kerajaan Myanmar."
Sementara, menurut situs Thailand, Khaosod, A Lady's Flames adalah versi anyar dari drama yang pernah dirilis pada 1996 -- yang berdasarkan sejarah Myanmar.
Namun, produser tayangan yang disiarkan di Channel 7 itu mengatakan pada Khaosod bahwa drama tersebut tidak berhubungan dengan Burma dan fiksi belaka.
"Kostum dan setting pada drama tak dimaksudkan untuk membangkitkan situasi periode tertentu dalam sebuah kerajaan atau negara."
Meski bertetangga, Thailand dan Myanmar terlibat permusuhan berabad-abad, yang dipicu perang yang melibatkan kedua negeri.
Karakter orang Myanmar dalam drama sejarah Thailand, biasanya digambarkan sebagai karakter yang licik atau penjahat.