Sukses

Protes Anti-Belanda, Warga Turki Ramai-Ramai Peras Jeruk

Turki dan Belanda tengah tegang akibat dua menteri Presiden Erdogan dilarang masuk ke negara di Eropa utara itu.

Liputan6.com, Ankara - Hubungan Turki dan Belanda tengah tegang, akibat dua menteri Turki dilarang masuk ke negara di utara Eropa, di mana mereka berencana untuk menghadiri sebuah pertemuan politik.

Kedua negara kini saling "serang". Setelah menyebut ulang pelarangan itu seperti aksi yang dilakukan Nazi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melabeli Belanda sebagai Banana Republic atau Republik Pisang -- sebutan bagi sebuah negara yang politiknya tidak stabil dan ekonominya sangat bergantung pada ekspor sumber daya terbatas.

Para demonstran Turki kemudian menggelar protes dengan tema buah. Mereka menggunakan jeruk untuk menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap pemerintah Belanda. Aksi ini digelar Minggu 12 Maret.

Seperti diberitakan Arab News, Selasa (14/3/2017), para pengunjuk rasa berkumpul di kota Izmit di mana mereka memeras jeruk, kemudian meminum jusnya. Peristiwa ini direkam kamera awak pers.

Warna oranye telah lama dikaitkan dengan Belanda, mengarah pada William of Orange atau Raja William yang merupakan raja pertama.

Saling 'Serang'

Presiden Recep Tayyip Erdogan mendeskripsikan pemerintah Belanda adalah 'sisa Nazi dan fasis'.

"Mereka tidak tahu politik atau diplomasi internasional," kata Erdogan. "Ini sisa-sisa Nazi, mereka fasis..."

Tak lama kemudian, PM Belanda memberikan respons terkait hal tersebut.

"Itu tentu saja ucapan yang gila," kata Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte yang "Saya memahami mereka marah, tetapi ucapan tersebut sangat keterlaluan".

Banyak negara Uni Eropa menentang kunjungan para menteri Turki untuk berkampanye menjelang referendum mengubah UU Turki.

Ankara ingin menggalang dukungan dari jutaan warga Turki yang tinggal di Eropa agar memberi kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan, dan memungkinkannya dapat terus berkuasa sampai tahun 2029.

Ketegangan telah terus meningkat selama beberapa hari, sementara pihak berwenang di Austria dan Jerman menghambat kehadiran para menteri Turki dalam kampanye menggalang para pendukung di Eropa.