Sukses

Anti-Islam hingga Berdarah Indonesia, 4 Fakta Kandidat PM Belanda

Popularitas Wilders turut terdongkrak seiring dengan meningkatnya gelombang populisme di Eropa.

Liputan6.com, Amsterdam - Nama Geert Wilders, politisi sayap kanan yang juga pemimpin Partai Kebebasan (PVV) Belanda bergaung secara global belakangan.

Ia merupakan salah satu kandidat yang bertarung untuk memperebutkan kursi perdana menteri di Negeri Kincir Angin itu dalam pemilu yang akan digelar 15 Maret 2017.

Karena berbagai pernyataannya yang kontroversial, Wilders pun dijuluki Donald Trump dari Belanda. Ia pernah membanding-bandingkan Alquran dengan autobiografi Adolf Hitler, Mein Kampf, menyebut imigran Maroko di Belanda sampah, dan oleh pengadilan ia telah dinyatakan bersalah karena dianggap menghina satu kelompok dan memicu diskriminasi.

Wilders (53), seorang mantan penulis pidato, menaruh harapan besar bahwa momentum meningkatnya gelombang populis di Eropa akan membawanya memenangkan pemilu. Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah sejumlah fakta tentang Wilders:

2 dari 5 halaman

1. Disenangi kelompok sayap kanan Amerika

Sosok Wilders yang dikenal sebagai politisi anti-Islam dan anti-imigran pernah mengomentari tentang lomba menggambar karikatur Nabi Muhammad di, Dallas, AS pada tahun 2015 lalu.

Ajang itu berakhir tragis setelah dua pria bersenjata melakukan penyerangan, namun belakangan mereka ditembak mati tim SWAT.

Pada September 2015, Wilders menulis di Breitbart bahwa Islam adalah, "ideologi totaliter yang ditujukan untuk membangun kekuatan tirani atas non-muslim," demikian seperti dikutip dari NBC News, Selasa, (14/3/2017).

Pada Minggu kemarin, anggota Kongres yang juga diketahui sebagai pendukung fanatik Trump, Steve King menulis di media sosial Twitter, "Wilders memahami bahwa budaya dan demografi adalah takdir kita. Kita tidak bisa memperbarui peradaban kita dengan bayi orang lain".

King dan Wilders kemudian mendapat dukungan dari David Duke, mantan pemimpin Ku Klux Klan, sebuah kelompok rasis ekstrem di AS yang berkeyakinan bahwa ras kulit putih merupakan ras terbaik.

"Dalam kasus Anda terpikir untuk pindah --> kewarasan memerintah tertinggi ada di perwakilan Iowa distrik 4. #MakeAmericaGreatAgain," demikian kicau Duke.

3 dari 5 halaman

2. Berulang kali tersangkut kasus hukum

Wilders telah berulang kali menghadapi masalah hukum di Belanda, sebuah negara yang memiliki hukum ketat soal cara berbicara bahkan jika dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Pada tahun 2011, Wilders dibebaskan dari dakwaan menghasut kebencian terhadap kaum muslim setelah ia menyerukan pajak bagi penutup kepala. Pria itu juga sempat mengatakan bahwa orang asing yang "berkembang biak" di Belanda telah menjajah budaya negeri itu.

Mungkin pernyataan kontroversialnya yang paling dikenal adalah ketika ia membandingkan Alquran dengan buku Mein Kampf.

Mohamed Rabbae, Ketua Dewan Nasional Maroko menyebut komentarnya tersebut rasis dan diskriminatif sementara Wilders membelanya sebagai kebebasan berekspresi.

Seorang hakim menyebutnya kasar dan merendahkan, namun tidak mengkategorikan ucapannya sebagai penghasutan.

Wilders juga pernah dihukum sebuah panel yang beranggotakan tiga hakim karena dinilai melakukan upaya penghasutan diskriminasi dan menghina sekelompok orang Maroko. Meski demikian, hakim membebaskannya dari dakwaan tersebut.

Pria yang lahir di Venlo, bagian Belanda tenggara itu juga sempat dilarang masuk ke Inggris. Tapi ia menggugat hingga akhirnya keputusan itu dibatalkan.

4 dari 5 halaman

3. Pendukung Netherland Exit

Sejak pemungutan suara yang digelar di Inggris dan berujung pada keluarnya negara itu dari Uni Eropa atau yang dikenal pula dengan peristiwa Brexit, fenomena serupa juga terjadi di sejumlah negara lain termasuk Belanda. Pengawal isu ini tidak lain adalah Wilders.

Ia menyebut Brexit adalah 'musim semi patriotik' dan Belanda harus menjadi negara berikutnya yang meninggalkan UE. "Hal itu untuk menemukan kembali identitas nasional, bangsa di mana rakyatnya mendapat kembali kontrol atas identitas, perbatasan, dan imigrasi," ujarnya.

Dalam sebuah debat televisi seperti dikutip dari Sky News, PM Rutte mengatakan kepada Wilders, "Anda ingin Nexit -- Netherland Exit. Anda ingin Belanda keluar dari Uni Eropa. Anda tahu ini akan menyebabkan 1,5 juta orang kehilangan pekerjaan. Itu berarti kekacauan bagi Belanda. Di Inggris, juga terjadi kekacauan karena Brexit."

"Jangan lakukan itu. Saya berharap Anda tidak akan menjadi partai penguasa kursi terbesar, saya harap Anda tidak akan punya kemampuan untuk membentuk kabinet...," imbuhnya.

Wilders sendiri membela pandangannya dengan mengatakan, Nexit akan merupakan jalan terbaik bagi Belanda.

"Kita akan menjadi tuan di negara kita sendiri. Kita akan kembali punya kunci pintu depan kita," tegas Wilders.

Sebaliknya, ia menuding Rutte telah menyebarkan ketakutan berlebihan terkait Brexit.

Sebelum debat berlangsung, PM Rutte sempat menyerukan agar para pemilik suara menghentikan efek domino populisme. Ia menyebut, fenomena Brexit dan terpilihnya Donald Trump seharusnya menyadarkan rakyat Belanda.

5 dari 5 halaman

4. Berdarah Indonesia

Catatan sejarah nyaris selalu mempertemukan Indonesia dan Belanda. Bagaimana tidak, lebih dari 300 tahun Negeri Kincir Angin itu menjajah Tanah Air.

Maka tak heran, jika kerap terdengar kisah sejumlah tokoh di Belanda memiliki keterikatan darah dengan Indonesia. Salah satunya Wilders.

Seperti dikutip dari Wikipedia, Wilders adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya seorang Belanda, sementara sang ibu yang lahir di Indonesia disebut memiliki latar belakang campuran Indonesia-Belanda.

Dilansir oleh Deutsche Welle, saat remaja, Wilders pernah magang di Israel. Ia kerap melakukan perjalanan menyusuri Eropa Timur dan beberapa kali berkunjung ke Iran.

Setidaknya terdapat 28 partai yang turut berpartisipasi dalam pemilu Belanda. Dan untuk kursi parlemen, ada 150 yang diperebutkan.

Tak hanya Wilders, kandidat PM Belanda lainnya juga ada yang keturunan Indonesia, yaitu Jesse Klaver (30).

Sosok pemimpin partai ekologis kiri Groenlinks ini memiliki ibu yang masih setengah berdarah Indonesia, sementara sang ayah berasal dari Maroko.