Sukses

Korban Perbudakan Seksual Tuntut ISIS Diseret ke Pengadilan

Korban perbudakan seksual, Nadia Murad meminta PBB dan dunia menyeret ISIS ke pengadilan. Ia menuntut keadilan.

Liputan6.com, New York - Nadia Murad masih mengingat jelas, hari ketika kebebasan dan harkatnya sebagai manusia terenggut angkara ISIS. Deritanya berawal saat para teroris menyerbut desanya di Sinjar, Kurdistan.

"Dini hari itu, 3 Agustus 2014, mereka menyerang kami," kata Nadia seperti dikutip dari CNN, Senin (20/3/2017).

"Hampir 6.500 perempuan dan anak Yazidi diculik, dan sekitar 5.000 orang warga dibunuh hari itu saja. Selama delapan bulan, mereka memisahkan kami dari ibu, saudara -- sebagian dari mereka dibunuh lainnya menghilang tanpa penjelasan."

Ibu Nadia dan enam dari saudara lelakinya -- kandung maupun tiri - dieksekusi.

Gadis malang itu dan perempuan-perempuan lain yang belum menikah dijadikan budak seks dan dipindahtangankan ke satu militan ke militan ISIS yang lain. Diperlakukan sebagai barang, bukan manusia bernyawa.

Pada suatu ketika, cerita Nadia, ia menjadi objek penghukuman kejam, setelah upayanya yang gagal untuk kabur. Ia diperkosa beramai-ramai oleh para pria bejat itu.

"Mereka menjual para gadis, yang masih di bawah umur. ISIS berdalih hal itu dibolehkan," kata Nadia.

Didampingi pengacara hak asasi manusia, Amal Clooney, Nadia meminta Pemerintah Irak dan PBB menggelar penyelidikan untuk menyeret mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.

Sementara, Amal Clooney mengatakan, perlakuan kejam pada warga Yazidi masih berlanjut hingga kini.

Menurut dia, lebih dari 6 ribu warga Yazidi masih disekap, beberapa di antaranya adalah keluarga Nadia Murad.

"Ini adalah saatnya," kata dia. "Untuk menyeret ISIS ke pengadilan atas 'kejahatan terburuk sepanjang generasi kita' yang mereka lakukan," kata dia.

Clooney menambahkan, saat ini kampanye militer dilakukan untuk menumpas ISIS. Namun, kata dia, "yang kami inginkan adalah melihat mereka di pengadilan."

Pengacara kelahiran Beirut, Lebanon tersebut mengatakan, sama sekali belum ada dakwaan yang diajukan kepada ISIS di pengadilan mana pun di muka Bumi.

"Atas kejahatan terhadap warga Yazidi yang mereka lakukan atau kejahatan internasional lainnya," tambah dia.

Mengupas Kejahatan ISIS

Amal Clooney (berbaju merah) dan Nadia Murad ketika bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Marc Ayrault di Markas PBB (AFP)

Pekan lalu, Amal Clooney menyampaikan seruan di PBB, dalam upaya meyakinkan Dewan Keamanan untuk mengadakan investigasi di Irak, termasuk mengumpulkan bukti-bukti.

"ISIS bukan ancaman lokal, tapi ancaman bagi dunia," kata dia.

"Jadi, pesan saya pada PBB, ini (ISIS) adalah ancaman global, yang membutuhkan respons dunia," kata dia.

Respons yang dibutuhkan termasuk dalam hal peradilan, bukan hanya di medan tempur.

"Saya berpendapat, sidang pengadilan dan mengekspose kebrutalan ISIS dan mengaburkan propaganda mereka -- dengan menunjukkan itu bukanlah perang suci, dan menguak apa yang mereka lakukan pada anak-anak dan perempuan akan membantu mengalahkan ISIS."

Clooney juga menyoroti pentingnya bukti-bukti kuat untuk menguak kejahatan ISIS, termasuk perdagangan budak. "Jika itu sampai hilang, tak akan pernah ada pengadilan, tak mungkin ada keadilan."

Nadia Murad, yang saat ini tinggal di Jerman, berharap ISIS akan bisa diseret ke pengadilan.

"Lalu," kata dia, mengubah bahasa yang ia gunakan ke Bahasa Inggris yang patah-patah. "Seandainya aku bisa bicara Bahasa Inggris, mungkin PBB, mungkin mereka akan mengerti...apa yang kami inginkan. Tapi, aku tak bisa."

Jurnalis CNN, Fareed Zakaria segera menanggapi. "Kami bisa mendengarmu, apapun bahasa yang kau ucapkan," kata dia.

Disampaikan dengan bahasa apapun, pesan yang ingin diucapkan Nadia Murad sangat kuat: bahwa tak ada manusia yang boleh diperbudak hanya karena keyakinannya. Dan, kejahatan ISIS yang tak memanusiakan manusia, termasuk para perempuan Yazidi, tak bisa dibiarkan.