Liputan6.com, Sydney - Equinox atau ekuinoks adalah fenomena biasa yang terjadi dua kali dalam setahun, sekitar 21 Maret dan 23 September. Equino menandakan saat kondisi Matahari berada tepat di atas Khatulistiwa.
Kala itu, siang dan malam masing-masing berdurasi 12 jam di seluruh dunia, selain kutub.
Baca Juga
Namun, kali ini, equinox memicu heboh gara-gara pesan liar yang menyebut suhu di Singapura, Malaysia, dan Indonesia dapat berfluktuasi hingga 40 derajat Celsius.
Advertisement
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera membantah kabar bohong itu.
Kepala Humas Hary Djatmiko menegaskan bahwa equinox tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis. Ia tak serupa dengan heat wave yang terjadi di Afrika dan Timur Tengah.
Namun, apakah itu berarti equinox tak menyebabkan dampak negatif sama sekali? Jawabannya, mungkin saja tidak.
Seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (21/3/2017), fenomena equinox bisa diikuti gangguan pada radio, televisi, dan internet.
Para ahli mengatakan, satelit-satelit buatan manusia mengorbit pada ketinggian sekitar 36 ribu kilometer di atas Bumi.
Saat equinox terjadi, tak ada masalah yang ditimbulkannya. Namun, 14 hari kemudian, ketika Sang Surya melewati satelit-satelit itu dan melepaskan energi yang sangat besar yang bisa menganggu sinyalnya.
Meski hanya berlangsung selama 10 menit, efeknya bisa jadi meluas.
Gangguan radiasi matahari bisa berdampak buruk bagi satelit-satelit geostasioner -- yang mengelilingi Bumi dengan frekuensi satu kali putaran per hari atau 24 jam. Dari permukaan tanah, satelit itu terlihat diam di langit.
Satelit geostasioner berkaitan dengan siaran televisi dan radio, telekomunikasi, dan koneksi internet National Broadband Network (NBN) di Australia.
Ketika Matahari melintasi khatulistiwa selama berlangsungnya equinox, sang surya juga melewati bagian belakang satelit geostasioner.
Dosen School of Electrical Engineering and Telecommunications University New South Wales, Australia, Dr Elias Aboutanios mengatakan, gangguan itu disebut sun outages atau gerhana satelit.
"Kebanyakan satelit komunikasi geostasioner bekerja pada frekuensi microwave. Matahari juga memancarkan radiasi microwave," kata dia kepada ABC.
"Saat equinox, seperti Anda memiliki bola lampu kecil. Kemudian bola lampu itu melintas di depan proyektor besar. Anda tidak dapat melihat bola lampu tersebut. Kebisingan di latar belakang -- yang disebabkan oleh matahari -- menghalangi Anda melihat satelit tersebut," kata dia.
Dr Aboutanios mengatakan, multiple satelit yang merelay sinyal yang sama bisa mengurangi level gangguan. Namun, menurut dia, solusi tersebut biasanya terlalu mahal.
Sehingga dianggap bisa diterima jika kualitas gambar di layar televisi terdegradasi atau siaran terganggu dalam waktu yang singkat.
Dalam banyak kasus, efeknya singkat, dan Anda mungkin tidak menyadari gerhana satelit itu sama sekali.
Sementara, ahli cuaca antariksa, Dr Brett Carter mengatakan, karena perbedaan lintang, tak semua kota akan mengalami gangguan secara bersamaan.
Garis lintang adalah sebuah garis khayal yang digunakan untuk menentukan lokasi di Bumi terhadap garis khatulistiwa, utara atau selatan.
"Seperti ketika Anda mulai menjauh dari khatulistiwa, sabuk satelit geostasioner mirip seperti cincin yang mengelilingi Bumi. Bayangkan di mana bayangan satelit-satelit itu jatuh ke Bumi, berubah sesuai hari dan lintang."
"Makin rendah garis lintang, lebih dekat ke equinox, makin maksimal gangguan yang terjadi."
Dr Carter menjelaskan gerhana satelit berbeda dengan gerhana matahari -- yang terjadi saat aktivitas bintang itu sedang dalam kondisi puncak, dalam siklus 11 tahunan.
Tak seperti equinox yang terjadi dua kali dalam setahun.