Liputan6.com, Washington, DC - Niat Donald Trump dari semenjak kampanye jadi Presiden AS adalah menghancurkan segala kebijakan yang dibuat Presiden ke-44 Barack Obama. Setelah gagal menghapus Obamacare atau Affordable Care Act 2010, kini miliarder nyentrik melirik kebijakan lingkungan.
Sudah menjadi pengetahuan umum Trump -- dan sebagian besar Republikan -- tak percaya dengan climate change atau perubahan iklim. Trump juga kerap berkoar bahwa terjunnya AS ke dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dianggap merugikan. Ia bersumpah akan menarik AS dari perjanjian 21st Conference of Parties (COP 21) atau Perjanjian Paris pada Desember 2015.
Oleh sebab itu, ketika menjadi Presiden AS ke-45, Trump segera membuat perintah eksekutif untuk mengebiri sejumlah kebijakan terkait lingkungan terutama perubahan iklim.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Rabu (29/3/2017), Trump mengatakan, perintah eksekutifnya akan mengakhiri perang terhadap batu bara dan peraturan yang membunuh mata pencaharian.
Kebijakan itu berjudul Energy Independence Executive Order. Dengan ditandatangani perintah itu, artinya sejumlah langkah terkait lingkungan dan perubahan iklim yang telah dilakukan oleh Obama dan meningkatkan energi berbasis fosil akan dihentikan.
Kelompok pebisnis menyambut baik kebijakan itu, namun para ahli dan peneliti lingkungan hidup mengutuknya.
Saat menandatangani perintah itu, Trump dikelilingi pebisnis tambang. Ia mengatakan, "Pemerintahan saya mengakhiri perang terhadap batu bara."
"Hari ini dengan ditandatanganinya perintah eksekutif, saya telah membuat langkah bersejarah dengan menghapus sejumlah larangan aturan bahan bakar di AS, untuk mengambil alih dan membatalkan segala peraturan yang mamatikan mata pencaharian," kata Trump.
Dampak dari Perintah Eksekutif Trump
Dalam hal energi dan lingkungan hidup, Trump dan Obama saling bertolak belakang. Obama berpendapat, perubahan iklum adalah nyata dan tak bisa diabaikan.
Di antara inisiatif Obama -- yang kini dihapus Trump-- adalah Clean Power Plan di mana tiap negara bagian wajib memangkas emisi karbon sesuai dengan komitmen AS di Perjanjian Paris.
Peraturan itu tak populer di kalangan negara-negara bagian yang dikuasai Republikan, terutama bisnis yang bergantung pada minyak, batu bara dan gas.
Pemerintah Trump mengatakan, dengan menghapus kebijakan (pemotongan emisi karbon), warga AS akan kembali mendapatkan pekerjaan dan mengurangi ketergantungan AS dari impor bahan bakar.
"Ini akan membuat produksi bahan bakar AS meningkat," kata Trump.
"Pemerintah sebelumnya telah menjatuhkan nilai para pekerja tambang dengan kebijakan mereka. Sementara saya, akan melindungi lingkungan alam dengan memberikan kalian semua pekerjaan," ia melanjutkan.
Dengan perintah eksekutif bahan bakar, ini berarti Environmental Protection Agency (EPA) atau Badan Lingkungan AS tak lagi memiliki wewenang luas. Sebagian besar dana EPA akan disunat sepertiganya.
Benarkah Kebijakan Trump Bermanfaat?
Dengan Trump menandatangani perintah ini, narasi AS terhadap lingkungan dan perubahan iklim akan berubah.
Pendukungnya akan berkata kebijakan itu bakal menciptakan puluhan ribu pekerjaan dengan membebaskan industri minyak dan gas. Para panasihat Trump juga berkoar kebijakan ini akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Namun, perlu diperhatikan pekerjaan akan lebih banyak untuk para pengacara dan ahli hukum, bukan di sektor tambang. Demikian analisis dari koresponden lingkungan BBC, Matt McGarth.
"Progam Clean Power Plan (CPP) Obama itu melindungi bahan bakar fosil yang sisanya tinggal sedikit," kata McGarth.
Menurut McGarth, perintah ini membuat filosofi CO2 adalah musuh telah berubah.
Para ahli lingkungan AS terperanjat sekaligus marah. Mereka akan antre untuk pergi ke pengadilan. Namun, mereka juga akan langsung menghadapi Trump dan melobinya.
"Tindakan Trump merupakan serangan terhadap nilai-nilai Amerika dan mereka membahayakan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan setiap warga Amerika," miliarder sekaligus aktivis lingkungan Tom Steyer.
"Saya pikir itu adalah rencana penghancuran iklim di tempat rencana aksi iklim," kata ketua Natural Resources Defense Council David Doniger kepada BBC. Ia menambahkan, mereka akan berjuang presiden di pengadilan.
Kelompok hijau lain, Earthjustice, mengatakan akan kebijakan ini hingga tetes darah terakhir di pengadilan.
"Perintah Trump mengabaikan hukum dan kenyataan ilmiah," ujar ketua Earthjustice, Trip Van Noppen.
Advertisement