Liputan6.com, Paris - Penelope Fillon, istri Francois Fillon, salah satu calon presiden Prancis resmi diselidiki. Ia diinvestigasi atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyembunyian dan penggelapan dana publik, penyalahgunaan dana publik, dan persekongkolan penipuan yang diduga dilakukan suaminya.
Fillon sendiri juga tengah diselidiki terkait sejumlah dakwaan, termasuk salah satunya penggelapan dana publik.
Politisi berusia 63 tahun itu telah meminta maaf atas skandal tersebut dan secara konstan ia menentang semua tuduhan yang diarahkan kepadanya. Fillon menyebut apa yang dialaminya adalah kekerasan luar biasa yang belum pernah terjadi di Prancis.
Advertisement
Penelope juga menolak apa yang disebutnya sebagai "rumor gila" tersebut. Ia tegaskan, suaminya akan berjuang hingga akhir dalam pemilu presiden.
Kuasa hukum Penelope, Antonin Levy, bulan lalu mengatakan, "fakta bahwa Penelope bekerja untuk Fillon sudah dibuktikan kepada para penyelidik".
Baca Juga
Skandal yang menjerat Fillon dan keluarganya ini mengemuka setelah surat kabar Prancis Le Canard Enchainé memuat, pria itu membayar istri dan anak-anaknya sekitar US$ 1 juta sebagai asistennya saat ia menjabat sebagai anggota parlemen. Demikian seperti dilansir CNN, Rabu, (29/3/2017).
Padahal ibu dan anak tersebut diyakini tidak pernah melaksanakan tugas-tugas layaknya seorang staf.
Terkait tuduhan ini, Fillon menjelaskan bahwa istrinya telah bekerja sama dengan dirinya selama 15 tahun dan menjalani sejumlah peran, termasuk mengatur jadwal dan mewakilinya di sejumlah acara kebudayaan. Ia juga menerangkan bahwa anak perempuan dan laki-lakinya juga dipekerjakan untuk posisi yang sama, masing-masing 15 bulan dan enam bulan.
Menurutnya, hal tersebut tidak ilegal, namun merupakan "kesalahpahaman".
Tak hanya itu, Fillon juga dipaksa untuk minta maaf atas cuitan anti-Semitisme yang dipublikasikan partainya belum lama ini.
Fillon, capres asal Les Républicains (LR), parpol berhaluan tengah-kanan serta dua kandidat lainnya, yakni Emmanuel Macron, kandidat independen beraliran tengah dan Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan Front National sejauh ini saling bersaing ketat untuk merebut kursi presiden menggantikan Francois Hollande.
Fillon bukan satu-satunya calon yang didera kontroversi.
Le Pen yang dikenal anti-Islam dan anti-imigran juga berada di bawah penyelidikan setelah ia diduga membayar sejumlah orang atas pekerjaan palsu di Parlemen Eropa. Awalnya ia mengaku telah menggaji mereka meski tidak ada pekerjaan, namun belakangan hal itu dibantahnya.
Hubungan Le Pen, sosok yang mendukung Prancis keluar dari Uni Eropa semakin retak dengan organisasi kawasan itu ketika anggota Parlemen Eropa menghapus kekebalan parlemennya setelah kekerasan yang dilakukannya via Twitter.
Perempuan yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial tersebut diselidiki karena memposting gambar pembunuhan yang dilakukan ISIS pada Desember 2015. Hukum Prancis melarang publikasi gambar kekerasan.
Macron disebut berhasil terhindar dari skandal. Namun ia dipaksa untuk menghentikan dugaan hubungan di luar nikah.
Pemilu Prancis dan Jerman kelak merupakan pertaruhan bagi gelombang populisme di mana partai-partai nasionalis dan euroskeptis bersaing untuk meraih kekuasaan.
Pilpres Prancis akan berlangsung pada 23 April dan jika tidak ada calon yang mendapat 50 persen suara maka putaran kedua akan berlangsung pada 7 Mei mendatang.