Liputan6.com, Phonm Penh - Sebuah perusahaan AS yang mengimpor Air Susu Ibu (ASI) dari perempuan Kamboja telah diminta untuk berhenti melakukan kegiatan tersebut.
Kamboja secara permanen telah melarang ekspor ASI yang dibeli perusahaan asal AS, Ambrosia Labs, dan kemudian dijual kepada orangtua baru dan bodybuilder di sana.
Baca Juga
"Meski kita masih miskin, kita tak semiskin itu hingga harus menjual ASI," ujar pemerintah dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Kamboja Ngor Hongly.
Advertisement
Dikutip dari Independent, Rabu (29/3/2017), Ambrosia Labs atau dikenal dengan nama Khun Meada di Kamboja, telah membeli ASI yang berasal dari 90 perempuan Kamboja lebih dari dua tahun.
Perusahaan tersebut kemudian menjual ASI secara online dengan harga US$ 19 atau sekitar Rp 250 ribu per saset yang berisi 150 ml. Penjualnya mengatakan, ASI tersebut dapat dikonsumsi dua kali.
Penjualan itu baru-baru ini dihentikan, sementara Kementerian Kesehatan menginvestigasi efek kesehatan pada bayi milik ibu yang menjual ASI-nya. Selain itu, dilakukan juga penyelidikan apakah bisnis tersebut melanggar undang-undang perdagangan organ tubuh manusia.
Co-owner Ambrosia Labs, Ryan Newell, mengatakan bahwa para ibu hanya bisa menjual susu mereka dua kali sehari, ketika pemberhentian penjualan diumumkan.
Para ibu itu perlu menunggu hingga anak-anak mereka setidaknya berusia enam bulan, yakni usia yang direkomendasikan Badan Kesehatan PBB (WHO) bagi orangtua untuk memberikan makanan tambahan bayi mereka.
Newell mengatakan, ibu yang menjual ASI-nya kini dapat kembali bekerja di pabrik garmen dengan jam kerja yang panjang atau kembali ke jalan.
"Kami dapat menawarkan perempuan ini pekerjaan di mana mereka dapat memperoleh dua atau tiga kali lebih banyak dibanding tempat lainnya," ujar Newell saat menanggapi soal diberhentikannya ekspor ASI.
"(Padahal) mereka bisa tetap di rumah bersama anak-anak mereka karena mereka tak harus bekerja dengan jam kerja yang gila," imbuh dia.
Menurut UNICEF, Ibu di Kamboja yang menyusui anaknya hingga usia enam bulan jumlahnya turun 65 persen pada 2014 dari 75 persen pada 2010.
"ASI dapat dianggap sebagai jaringan manusia, sama seperti darah, dan sebagainya, komersialisasinya di Kamboja tidak boleh didukung," ujar UNICEF.