Sukses

10 Pengobatan Medis Penuh Siksaan di Abad Pertengahan

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit.

Liputan6.com, Jakarta - Sudah sejak lama, terlebih pada Abad Pertengahan, manusia mencoba mencari cara menyembuhkan penyakitnya.

Baik di dunia Timur maupun Barat, manusia putar akal untuk menyembuhkan dirinya.

Karena keterbatasan teknologi dan pengetahuan kedokteran pada Abad Pertengahan, kegiatan penyembuhan pada masa itu termasuk sangat menyakitkan jika dinilai dari sudut pandang kedokteran modern.

Untungnya, penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit dan penjagaan kesehatan.

Dikutip dari Oddee pada Kamis (30/3/2017), berikut ini adalah 10 praktik dan kebiasaan kedokteran Abad Pertengahan yang 'menyiksa':

2 dari 11 halaman

1. Pembedahan: kasar, acak-acakan, dan amat perih

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber Wikipedia)

Pembedahan pada Abad Pertengahan dilakukan secara kasar, acak-acakan dan menyakitkan. Para dokter bedah saat itu kurang mengerti tentang anatomi manusia, anestesi, dan teknik antiseptik untuk mencegah infeksi pada luka dan sayatan.

Para ahli bedah di awal Abad Pertengahan biasanya adalah para biarawan yang memiliki akses terhadap tulisan-tulisan terbaik kedokteran yang seringkali dituliskan oleh para cendekiawan Arab.

Pada 1215, Paus menyatakan bahwa para biarawan harus berhenti mempraktikan pembedahan, sehingga rakyat biasa diperintahkan untuk melakukan sendiri beragam pembedahan.

Para petani yang hanya mengerti cara kebiri ternak kemudian laku keras untuk melakukan berbagai hal, mulai dari mencabut gigi busuk hingga pembedahan katarak mata.

Walaupun demikian, ada juga beberapa kisah sukses. Para ahli arkeologi di Inggris menemukan tengkorak rakyat jelata sekitar tahun 1100. Tengkorak itu diduga tertembus benda berat dan tumpul.

Pemeriksaan yang lebih teliti mengungkapkan bahwa pria itu pernah menjalani pembedahan jenis trepanning yang menyelamatkan nyawanya. Dalam pembedahan jenis itu, kepalanya dilubangi dan sebagian tengkoraknya diangkat agar serpihan-serpihan tulang bisa diangkat. Pembedahan itu mengurangi tekanan pada otak dan pria itu bisa dipulihkan.

3 dari 11 halaman

2. Dwale, anestesi mentah pembawa maut

Pembedahan pada Abad Pertengahan hanya dilakukan dalam kondisi korban nyaris meninggal. Salah satu alasannya adalah karena ketiadaan anestesi untuk meredam nyeri saat pemotongan dan prosedur.

Ada beberapa ramuan yang dipakai untuk mengurangi sakit atau menyebabkan tidur selama pembedahan, tapi berpotensi mematikan.

Contohnya adalah tumbukan jus selada, empedu beruang yang telah dikebiri, brioni, opium, daun beracun, jus peterseli beracun, dan cuka. Semua itu dicampur dengan wine sebelum diberikan kepada pasien.

Bahasa Inggris Kuno untuk menyebut campuran itu adalah 'dwale'.

Padahal, jus peterseli beracun itu saja bisa mematikan. Campuran anestesi itu memang bisa menyebabkan tidur sehingga pembedahan bisa dilakukan, tapi bisa juga terlalu kuat sehingga pasiennya malah meninggal dunia.

Paracelsus, seorang dokter Swiss pada masa itu, adalah yang pertama menggunakan ether untuk keperluan anestesi. Tapi ether tidak banyak diterima dan penggunaanya menurun hingga kemudian dipakai lagi di benua Amerika sekitar 300 tahun kemudian.

Paracelsus juga menggunakan laudanum, yaitu suatu saripati opium, untuk mengurangi sakit.

4 dari 11 halaman

3. Jampi-jampi: upacara pagan dan keagamaan sebagai bentuk penyembuhan

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber motv)

Kedokteran di awal Abad Pertengahan seringkali merupakan campuran hal-hal pagan, keagamaan, dan ilmiah. Dengan semakin kuatnya pengaruh Gereja, maka sejumlah ritual pagan dijatuhi dijatuhi hukuman.

Dalam The Corrector & Physician disebutkan, "Ketika seorang tabib mendekati rumah terbaringnya si sakit, jika ia melihat ada batu tergeletak di dekatnya, menggulingkan batu itu dan melihat di tempat batu itu, serta menemukan ada cacing atau lalat atau semut atau apapun yang bergerak, mereka (tabib) menegaskan bahwa si sakit akan pulih."

Para pasien yang tertular wabah sampar dianjurkan agar melakukan pertobatan, yaitu praktik mengaku dosa yang dilanjutkan dengan ibadah keagamaan seperti diperintahkan oleh seorang imam. Hal demikian menjadi 'penyembuhan' yang lazim saat itu.

Para pasien juga diberitahu bahwa mereka bisa luput dari maut jika mengakui dosa-dosa secara benar.

5 dari 11 halaman

4. Bedah katarak mata: menyakitkan tapi jarang menyembuhkan

Operasi pengambilan katarak mata pada masa itu dilakukan dengan menyisipkan perangkat tajam semisal pisau atau jarum besar menembus kornea dan memaksa lensa mata lepas dari kapsulnya menuju bagian dasar mata.

Setelah ilm kedokteran Islam semakin dipakai di Eropa, pembedahan katarak mulai mengalami perbaikan. Jarum suntik berongga pun dipakai untuk mengambil katarak dengan cara sedotan.

6 dari 11 halaman

5. Pengobatan kantung kemih mampet melalui selang logam

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber McKinney Collection)

Kantung kemih bisa tersumbat, misalnya karena sipilis atau penyakit lain pada kelamin. Hal itu kerap terjadi karena antibiotik belum tersedia. Sejak pertengahan 1300-an untuk pertama kalinya dipakai selang logam yang dimasukan melalui saluran kencing hingga mencapai kantung kemih.

Ketika tabung itu tidak bisa masuk dengan mudah, digunakanlah cara lain untuk menyisipkannya ke dalam kantung kemih walaupun mungkin sama sakit dan bahayanya dengan kondisi sakit awalnya sendiri.

Berikut ini adalah penjelasan penyembuhan batu ginjal, "Jika ada batu dalam kantung kemih, lakukanlah hal berikut: minta seseorang yang kuat duduk di kursi dan kaki-kakinya pada dudukan. Pasien duduk di pangkuannya dengan lengan yang diikatkan pada leher menggunakan balutan atau diikatkan ke bahu asisten-asisten."

"Si dokter berdiri di depan pasien dan memakan dua jari tangan kanan ke dubur pasien sambil menekankan kepalan tangan kiri ke bagian atas kelamin pasien. Sementara jari-jarinya mengurusi kemih dari arah atas agar leluasa. Jika ia menemukan bongkah keras yang adalah batu dalam kemih…dan jika orang ingin mengeluarkan batu itu, silahkan diet ringan dan puasa dulu selama 2 hari.”

"Pada hari ke tiga…temukan batu itu, dorong ke leher kemih, di sana, di jalan masuknya, dengan dua jari di atas dubur iris sedikit dengan alat dan keluarkan batunya."

7 dari 11 halaman

6. Bedah di medan tempur: menarik anak-anak panah

Penggunaan busur panjang yang sedemikian kuat sehingga bisa menembak anak panah hingga jauh merebak pada Abad Pertengahan. Tapi menjadi masalah ketika harus mencabut anak panah dari tubuh para prajurit.

Kepala anak panah tidak selalu direkatkan pada batangnya, hanya ditempel menggunakan lilin lebah. Setelah lilin mengeras, anak panah bisa dipakai secara biasa. Tapi, setelah menancap pada benda lain dan ditarik ke luar, kepala panahya tertinggal di dalam.

Salah satu jawaban untuk itu adalah penggunaan sendok panah berdasarkan rancangan dokter Arab bernama Albucasis. Sendok itu dimasukkan dalan luka dan melingkupi mata panah untuk kemudian ditarik dari dalam luka tanpa cedera tambahan.

Luka demikian ditangani dengan cara dilepuh, yaitu dengan besi panas membara yang dijejas pada luka agar jejaring dan pembuluh darah menutup dan mencegah kehilangan darah serta infeksi. Cara lepuhan itu juga lazim dipakai saat amputasi.

8 dari 11 halaman

7. Buang darah, obat untuk hampir segala jenis penyakit

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber McKinney Collection dan FM)

Para dokter Abad Pertengahan berpendapat bahwa kebanyakan penyakit manusia diakibatkan oleh kelebihan cairan dalam tubuh, yaitu humour. Penyembuhannya adalah dengan membuang cairan berlebih, yaitu membuang darah dalam jumlah besar. Dua cara pembuangan darah adalah dengan penggunaan lintah dan sayatan pembuluh (venesection).

Dengan lintah, dokter menempelkan seekor lintah kepada pasien, kemungkinan di bagian tubuh yang paling terdampak oleh kondisi pasien. Lintah akan menghisap darah hingga akhirnya terlepas dengan sendirinya.

Venesection adalah sayatan langsung pada pembuluh, biasanya di bagian dalam lengan, untuk pembuangan darah dalam jumlah yang cukup besar. Perangkat yang digunakan adalah silet pendek sepanjang 1 sentimeter menembus pembuluh hingga ada luka kecil yang membekas.

Darah kemudian diteteskan ke dalam mangkuk yang dipakai untuk mengukur jumlah volume darah yang telah dibuang.

Para biarawan di melakukan pembuangan darah secara teratur walaupun bukan karena sakit. Hal itu dilakukan untuk menjaga kesehatan. Mereka dibebaskan dari kewajiban reguler selama beberapa hari selama pemulihan.

9 dari 11 halaman

8. Melahirkan, bersiap untuk mati

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber Wikipedia)

Proses melahirkan pada Abad Pertengahan dianggap sangat mematikan sehingga pihak Gereja meminta para wanita hamil agar menyiapkan kain kafan mereka serta mengakui dosa.

Para bidan menjadi penting bagi Gereja karena peran mereka dalam pembaptisan darurat, sehingga hal ini sampai diatur dalam peraturan Katolik Roma. Pepatah terkenal pada masa itu adalah, "Kalau penyihir lebih baik, maka lebih baik lagi si bidan".

Untuk melindungi dari tukang sihir, pihak Gereja mewajibkan para bidan untuk memiliki lisensi dari uskup dan bersumpah tidak menggunakan sihir ketika membantu seorang wanita yang sedang bersalin.

Dalam situasi melahirkan yang abnormal, ketika posisi bayi memperlambat kelahiran, maka pembantu persalinan memutar bayi selagi berada di dalam rahim atau mengguncang ranjang agar mengubah posisi bayi secara eksternal.

Seorang bayi yang meninggal dan gagal dilahirkan akan dicabik-cabik dalam rahim dengan menggunakan perangkat tajam dan dikeluarkan dengan 'penjepit'. Plasenta yang tertinggal ditarik menggunakan anak timbangan dan kemudian dikeluarkan secara paksa.

10 dari 11 halaman

9. Cuci perut: cara mendorong obat ke dalam dubur

Cuci perut atau urus-urus versi Abad Pertengahan disebut dengan 'clytser', yaitu suatu perangkat untuk mendorong cairan ke dalam tubuh melalui liang dubur.

Clyster adalah sebuah selang panjang berbahan logam, dengan ujung luar yang melebar tempat dituangkannya cairan obat. Di ujung lain yang tidak melebar ada beberapa pori kecil yang dimasukan ke dalam dubur. Cairan obat dituang ke dalam selang, lalu digunakan sumbat tekan untuk mendorong cairan ke dalam daerah usus besar dengan gerakan memompa.

Cairan yang paling kerap dipakai adalah air hangat, walaupun terkadang dipakai juga ramuan obat seperti empedu babi hutan atau cuka yang diencerkan.

Pada abad ke-16 dan 17, clyster kemudian digantikan dengan suntikan bandul. Di Prancis, pengobatan demikian malah menjadi bagian dari gaya. Raja Louis XIV menjalani lebih dari 2000 kali cuci perut selama masa kekuasannya, kadang-kadang di tengah-tengah berlangsungnya upacara resmi.

11 dari 11 halaman

10. Wasir: pengobatan dengan besi panas

Penyebaran ilmu pengetahuan kedokteran, termasuk dari Timur Tengah, ikut berperan dalam meningkatkan cara penanganan penyakit. (Sumber McKinney Collection)

Penyembuhan banyak penyakit pada Abad Pertengahan menyertakan doa-doa dan perlindungan orang-orang suci demi meraih campur tangan gaib.

Seorang biarawan abad ke-7 di Irlandia, St. Fiacre, adalah pelindung para penderita wasir. Suatu hari, ia mendapatkan wasir ketika menggali di kebun, lalu kemudian duduk di atas sebuah batu yang memberikan kesembuhan.

Batu itu ada hingga sekarang dengan cetakan wasir di permukannya. Batu itu dikunjungi orang yang berharap kesembuhan. Di masa itu, penyakit wasir disebut "kutukan St. Fiacre."

Dalam beberapa kasus wasir yang lebih ekstrem, para dokter masa itu menggunakan besi pelepuh mereka untuk mengatasi masalah. Ada juga yang berpendapat bahwa mencungkil wasir menggunakan kuku bisa mengatasi masalah, seperti yang dianjurkan oleh Hippocrates, sang dokter Yunani.

Dokter Moses Maimonides abad ke-12 menulis tulisan 7 bab tentang perawatan wasir dan tidak sepakat dengan pembedahan. Dokter Yahudi itu menganjurkan penanganan yang masih digunakan hingga sekarang, yaitu mandi sitz. Mandi tersebut pada dasarnya adalah perendaman bokong dan paha.