Liputan6.com, Naypyidaw - Memerintah Myanmar selama setahun terakhir, State Counsellor Aung San Suu Kyi mendapat kritikan tajam. Salah satunya soal penanganan masalah Rohingya.
Suu Kyi mengatakan, ia khawatir akan terserang frustasi berat karenanya. Ia pun kemudian menyampaikan pernyataan mengejutkan.
Ia menegaskan, siap meletakkan jabatannya. Hal ini akan dilakukan jika masyarakat Myanmar tidak senang dengan pencapaiannya.
Advertisement
"Sejak pertama saya mengatakan, saya akan melakukan yang terbaik," sebut Suu Kyi seperti dikutip SBS, Jumat (31/3/2017).
"Jika masyarakat berpikir usaha saya tidak memuaskan, dan ada orang atau organisasi yang bisa bekerja lebih baik dari saya, saya siap mundur," ucap dia.
Meski demikian, Suu Kyi mengakui menikmati pekerjaanya saat ini. Apalagi, mayoritas warga negaranya, masih mendukung kerjanya.
Namun, perempuan peraih Nobel tersebut tak bisa memungkiri dirinya sangat kecewa atas tinjauan dan kritikan internasional yang datang terkait masalah HAM.
Kritikan tersebut menyebut, Myanmar yang dipimpin Suu Kyi tak becus mengurus HAM. Sehingga, sampai sekarang pelanggaran hak asasi masih terus terjadi.
Padahal, bertahun-tahun sebelumnya, nama Aung San Suu Kyi dielu-elukan sebagai pejuang demokrasi. Ia memimpin gerakan oposisi, melawan tirani, demi tegaknya hak asasi.
Namun suaranya nyaris tak pernah terdengar bicara secara lugas tentang konflik yang merenggut hak asasi manusia warga muslim Rohingya.
Publik menilai sudah terlalu lama ia diam. Dan sikapnya ini memicu pertanyaan, layakkah ia diganjar Nobel Perdamaian?
Sebelumnya, di Markas PBB pada akhir September 2016, Suu Kyi menjelaskan telah melakukan pendekatan terhadap masyarakat di Rakhine melalui pendirian Komisi Penasihat.
Komisi ini didirikan mantan Sekjen PBB Kofi Annan dan ditujukan untuk membantu penanganan masalah keamanan dan hak-hak dasar. Langkah ini ditentang sejumlah pihak. Meski demikian pemerintah mengacuhkannya dan memilih terus mempertahankan keberadaan komisi tersebut demi mewujudkan perdamaian di Rakhine.
"Dengan sikap teguh kami melawan semua prasangka dan intoleransi. Kami menegaskan kembali keyakinan kami untuk mempertahankan martabat dan nilai manusia," ujar Suu Kyi.
Putri dari pejuang kemerdekaan, Aung San itu pun menyebutkan bahwa pembangunan dan penciptaan lapangan kerja adalah prioritas pemerintah pusat yang dipimpinnya.
"Wilayah Rakhine serta warga muslim di sana hidup berkekurangan, dan kami ingin semua orang di sana dalam keadaan aman," kata ibu dari dua putra itu.
"Apa yang telah kami coba lakukan ialah menemukan solusi demi mengakhiri ketegangan komunal dan mencari cara mengakhiri semua perselisihan yang ada," pungkasnya.
Sementara itu, dalam lawatannya ke Jepang pada awal November lalu, Aung San Suu Kyi mengatakan, saat ini penyelidikan tengah berlangsung di Negara Bagian Rakhine atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan militer berupa tindak pemerkosaan dan pembunuhan warga sipil Rohingya.
"Kami telah sangat berhati-hati untuk tidak menyalahkan siapa pun sampai kami memiliki bukti yang lengkap mengenai siapa bertanggung jawab untuk apa," ujar Suu Kyi.
Sebagian meyakini diamnya Aung San Suu Kyi tak lepas dari faktor ia takut kehilangan dukungan mayoritas warga yang berujung pada terancamnya kekuasaan politiknya.