Sukses

Setuju Korban Menikahi Pemerkosa, Politikus Malaysia Dikritik

Anggota parlemen Malaysia legalkan pernikahan anak di bawah umur dan bolehkan korban pemerkosaan menikahi pelakunya.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Parlemen Malaysia merampungkan undang-undang baru tentang anti kekerasan seksual terhadap anak.

Meski demikian, disayangkan aturan tersebut tak melarang perkawinan usia dini. 

Pada kondisi tertentu, anak perempuan berusia di bawah 16 tahun tetap dilegalkan untuk menikah.

Salah satu pendukung aturan itu adalah Shabudin Yahaya dari koalisi partai berkuasa, Barisan Nasional. 

Ia berpendapat bahwa anak-anak berusia 12 hingga 15 tahun telah matang secara fisik dan mental untuk menikah.

"Beberapa anak-anak perempuan yang berusia 12 hingga 15 tahun memiliki tubuh seperti perempuan berusia 18 tahun," ujar Shabudin Yahaya seperti dikutip dari BBC, Selasa (5/4/2017).

Namun, pernyataan sang legislator yang menghebohkan adalah soal pendapatnya bahwa korban pemerkosaan boleh menikah dengan si pelaku.

Yahaya berpendapat bahwa dengan hal itu, baik pelaku dan korban dapat diberikan kesempatan kedua untuk "memperbaiki hidup".

"Mungkin dengan menikahkan keduanya dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan lebih baik," kata dia.

"Dan, orang yang menjadi korban pemerkosaan tak akan menghadapi masa depan yang suram. Setidaknya ia (korban) akan memiliki suami. Ini dapat menjadi solusi untuk masalah-masalah itu," ucap Yahaya. 

Komentar sang politikus menuai kritik.

Pendapat itu, menurut pakar, menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan di kalangan politikus Malaysia. Khususnya, pada cara pandang mereka dalam melihat isu perempuan, baik anak maupun dewasa, terutama yang terkait dengan fenomena pernikahan dan pemerkosaan.

"Komentar-komentar terbelakang dari para politikus seperti itu akan semakin mendorong perspektif yang memandang pemerkosaan sebagai hal biasa-biasa saja," ujar Sharmila Sekaran, Kepala Malaysia's Voice of Children, organisasi pembela hak-hak anak.

Sejumlah publik dan politikus di Malaysia turut mengungkap kekecewaannya terhadap pernyataan Shabudin Yahaya.

"Sungguh memuakkan, pada abad ke-21 ini seorang politikus menganjurkan agar pelaku pemerkosaan--yang seharusnya dihukum atas perbuatannya--dapat lolos dari jerat hukum hanya dengan menikahi korbannya," kata Seri Abdul Rahman Dahlan, salah satu kolega Yahaya di Parlemen Malaysia.

"Pemikiran terbelakang seperti itu tidak cocok dengan kondisi masyarakat masa kini," ujar akun Facebook salah satu netizen Malaysia.

Ketika dimintai pendapat mengenai pernyataannya tersebut, Shabudin Yahya berdalih bahwa transkrip pidatonya telah dipotong dan ditampilkan di luar konteks oleh media di Malaysia.

Â