Liputan6.com, Caracas - Ribuan demonstran dilaporkan bentrok dengan aparat keamanan di Caracas, Ibukota Venezuela pada Minggu 9 April 2017 waktu setempat.
Pasukan keamanan dengan peralatan taktis anti huru-hara lengkap dengan senjata gas air mata berusaha menghadang ribuan peserta demo yang meneriakkan 'Liberty! Liberty!' sambil melemparkan batu, seperti yang diwartakan CNN, Minggu (9/4/2017).
Baca Juga
Garda Nasional (pasukan militer cadangan) Venezuela turut membantu meredam bentrok dengan menembakkan meriam air kepada peserta demo yang terus bergerak hingga ke timur Caracas, lokasi tempat sejumlah fasilitas pemerintah berada.
Advertisement
Para peserta melakukan demo untuk menuntut kepada pemerintah agar segera melengserkan tujuh hakim Mahkamah Agung Venezuela.
Pada 29 Maret 2017, ketujuh hakim pengadilan tertinggi Venezuela itu mengeluarkan sebuah putusan hukum kontroversial yang menyulut kemarahan pihak oposisi pemerintah. Putusan itu berisi peleburan National Assembly--badan legislatif--ke dalam Mahkamah Agung Venezuela yang diisi oleh loyalis pemerintah.Â
Mahkamah Agung akhirnya mencabut putusan 29 Maret itu setelah sejumlah aksi ricuh yang menentang putusan kontroversial itu pada beberapa wilayah di Venezuela. Pihak oposisi pemerintah mengatakan bahwa putusan 29 Maret 2017 itu merupakan sebuah bentuk kediktatoran para hakim Mahkamah Agung. Pihak oposisi juga menegaskan bahwa ketiga trias politika (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) Venezuela tetap harus berada di bawah naungan sosialis.
Putusan pemerintah Venezuela pada Jumat, 7 April 2017 yang melarang aktivitas politik Hanrique Capriles (44), pemimpin kubu oposisi, juga menambah daftar yang menyulut aksi ricuh peserta demo.
Capriles yang pernah menjadi capres Venezuela pada dua periode pemilu terakhir dan saat ini menjadi gubernur Provinsi Miranda, merupakan sosok paling vokal dalam mengkritik pemerintah. Ia menilai bahwa pemeritah telah menunjukkan sifat kediktatorannya dengan melakukan langkah-langkah yang tidak perlu untuk meredam demonstrasi.Â
"Ini represi. Ini kejahatan. Mereka melakukan (pemerintah) melakukan kejahatan dan melanggar hak asasi manusia. Pemerintah sedang merencanakan kudeta dan apa yang mereka lakukan kepadaku merupakan bagian dari proses kudeta itu sendiri," ujar Gubernur Provinsi Miranda itu.
Pada awal minggu ini Presiden Venezuela Niolas Maduro menilai para demonstran sebagai 'teroris dan vandal'.
"Kami telah mengidentifikasi mereka. Semuanya teridentifikasi. Satu per satu diantara mereka akan jatuh dan menghadapi pengadilan," ancam Maduro.
Presiden mengatakan ada 30 orang yang telah ditahan. Namun, angka itu dibantah oleh kelompok aktivis HAM Venezuela, Penal Forum. Kelompok itu mengklaim bahwa setidaknya ada 115 orang yang ditahan sejak Selasa hingga Sabtu.Â
Ahli hukum dari kelompok oposisi, Jose Guerra, yang turut berpartisipasi dalam demonstrasi menjelaskan bahwa demo berawal damai. Peserta melakukan long march menuju pusat kota Caracas. Namun, beberapa saat kemudian gas air mata mulai menghujani kelompok demonstran.
"Orang-orang mulai berhamburan terpencar. Represi itu sangat brutal. Orang-orang mencari perlindungan di pusat perbelanjaan, dan aparat keamanan mengejar mereka. Dan pada saat itu-lah kekacauan dimulai. Pemerintah bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi. Aksi ini belangsung damai sebelum polisi dan Garda Nasional muncul melakukan tindakan represif," tambah Guerra.
Saat ini, Venezuela sedang menghadapi situasi krisis kemanusiaan akibat anjloknya stabilitas ekeonomi di The Land of Grace itu. Keterbatasan bahan pangan dan obat-obatan merebak seantero negeri. Inflasi mencapai angka 1.660% pada tahun ini dan diprediksi akan mencapai 2.880% tahun 2018 menurut IMF.
Venezuela juga terancam bangkrut. Cadangan uang Venezuela tersisa US$10,5 miliar dan memiliki utang sekitar US$7,2 miliar. Jika harga minyak terus tak menentu, maka Venezuela--yang mengandalkan ekspornya pada produk minyak--diprediksi akan kehabisan dana cadangan negara dalam waktu dekat.Â
Â
Â
Â
Â
Â