Sukses

Firasat WNI Sebelum Kejadian Teror Truk di Stockholm Swedia

Tagar OpenStockholm menjadi trending di media sosial beberapa jam setelah teror truk Swedia.

Liputan6.com, Stockholm - Mengetahui begitu banyak terjadinya serangan teror di berbagai belahan dunia, termasuk di kawasan Eropa, dalam beberapa tahun terakhir ini, membuat Sensen Gustafsson, warga negara Indonesia (WNI) yang sudah 14 tahun menetap di Stockholm, Swedia, senantiasa waspada.

Apalagi setelah ibu dua anak itu mencermati penggunaan kendaraan sebagai wahana melakukan serangan di Nice, Prancis, Berlin, Jerman, dan London, Inggris. Ia khawatir akan terjadi teror truk di Swedia.

Diwawancarai VOA News yang dikutip Selasa (11/4/2017), Sensen mengatakan entah mengapa ia seakan punya firasat bahwa serangan serupa akan terjadi di Stockholm.

"Firasat saya bahwa akan terjadi serangan di daerah itu (Drottninggatan) sudah sejak tahun (2016) lalu. Tepatnya sejak Natal. Ketika sedang belanja kebutuhan Natal akhir Desember lalu, saya sempat memotret lokasi itu beberapa kali. Kenapa? Karena saya membaca serangan di pasar Natal di Berlin, dan entah mengapa saya merasa hal yang sama bukan tak mungkin terjadi di daerah itu," ujar Sensen.

"Ketika sedang belanja di mal Ahlens itu saya sempat was-was. Karena tempat itu memang sangat terbuka, ramai, dipadati pejalan kaki dan orang yang berbelanja," tuturnya.

Insting tajam Sensen yang pernah enam tahun bekerja sebagai wartawan “Forum Keadilan,” terbukti benar. Sebuah truk menabrak para pejalan kaki dan orang yang sedang berbelanja di pusat perbelanjaan Ahlens di Drottninggatan pada Jumat siang 7 April.

Sedikitnya empat orang tewas dan 15 lainnya luka serius, dalam insiden yang digambarkan Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven sebagai "serangan teroris".

Penyelidikan awal polisi menunjukkan bahwa truk itu adalah milik pembuat minuman Spendrups, yang dibajak Jumat pagi ketika akan mengantar pesanan ke sebuah restoran di dekat lokasi. Sejumlah saksi mata mengatakan sesaat setelah kendaraan itu ditabrakkan ke bagian depan pusat perbelanjaan Ahlens, terdengar suara semacam ledakan dan asap tebal menyelimuti kawasan itu.

Stasiun televisi Swedia SVT melaporkan, sebuah tas berisi bahan peledak yang belum diaktifkan ditemukan di dalam truk itu. Penyerang dilaporkan menderita luka bakar akibat ledakan kecil yang tampaknya tidak sesuai rencana teror truk Swedia.

2 dari 3 halaman

#OpenStockholm

Perburuan besar-besaran pun dilakukan di seluruh Swedia untuk mencari orang atau pelaku yang bertanggungjawab. Semua orang di pusat stasiun kereta api di Stockholm dievakuasi dan kereta api yang sedianya keluar masuk kota itu dibatalkan. Kebijakan lockdown diberlakukan selama beberapa jam di gedung-gedung yang terletak di sekitar lokasi kejadian.

Ketika tim gawat darurat berupaya menyelamatkan para korban dan aparat keamanan memulai penyelidikan awal untuk menemukan pelaku, sejumlah warga menggagas inisiatif membantu mereka yang terkena dampak.

"Warga di sini bergerak cepat menunjukkan simpati dan kepedulian dengan menawarkan bantuan apa adanya pada mereka yang jadi korban atau terkena dampak serangan itu. Mereka yang tidak bisa keluar gedung atau keluar stasiun kereta api karena lockdown," papar Sensen.

"Mereka yang tidak bisa pulang ke rumah karena tidak ada kendaraan umum. Mereka yang pastinya kelaparan atau tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga atau teman. Warga membuka rumah mereka, menawarkan pada siapapun yang terkena dampak serangan itu untuk menginap di rumah mereka."

"Restoran-restoran di sekitar lokasi itu juga memberikan roti dan minum secara cuma-cuma. Ada juga warga yang datang dengan mobil mereka hingga ke titik yang bisa dijangkau, menawarkan mengantar mereka yang membutuhkan kendaraan untuk pulang atau keluar dari lokasi itu. Semua itu diinformasikan secara sangat cepat lewat media sosial dengan tagar #OpenStockholm," jelas Sensen.

#OpenStockholm Trending di Media Sosial

Tagar OpenStockholm memang menjadi trending di media sosial beberapa jam setelah insiden di Drottninggatan terjadi. Lebih dari 18 ribu pesan dipasang di Twitter menawarkan bantuan pada warga yang terkena dampak serangan itu.

Tidak hanya warga kota Stockholm, gereja, hotel dan restoran pun ikut menawarkan bantuan apa adanya. Beberapa pesan bahkan terasa sangat menyentuh.

Antara lain @ellenisnotcool yang menulis "kemanusiaan bisa ada pada saat paling buruk sekali pun. Saya bisa pastikan, warga Swedia akan menyebarkan cinta kasih #openstockholm," atau @HannaGerdes yang menulis “ketika Stockholm di-lockdown, warga Stockholm membuka rumah mereka. Semua orang di seluruh kota menawarkan tempat menginap dan makan malam #openstockholm."

Tagar OpenStockholm ini tampaknya mengikuti PorteOuverte atau Pintu Terbuka yang menjadi tren di Paris, beberapa jam setelah serangkaian serangan teror di kota itu pada 13 November 2015. Sedikitnya 128 orang tewas dan hampir 200 lainnya luka-luka dalam serangan yang dilakukan secara serentak di enam tempat, termasuk di sebuah tempat konser di Bataclan dan di depan stadion sepakbola yang ketika itu sedang melangsungkan pertandingan antara Perancis melawan Jerman.

Kala itu ribuan orang panik dan kebingungan, baik yang langsung menjadi korban maupun yang terkena dampak kebijakan lockdown. Warga Paris pun bahu membahu menawarkan tempat menginap, tumpangan kendaraan untuk keluar dari lokasi teror, makanan dan minuman, atau sekedar telepon untuk berkomunikasi pada keluarga mengabarkan kondisi mereka. Tagar yang ketika itu mendunia adalah #PorteOuverte atau #PintuTerbuka.

 

3 dari 3 halaman

Bantuan Serupa Warga Kota Brussels

Inisiatif serupa juga dilakukan warga di kota Brussels, Belgia, ketika terjadi serangan teror di beberapa lokasi pada 22 Maret 2016, yang menewaskan 34 orang dan melukai puluhan lainnya.

Menurut penuturan Ahmad Baihaki, WNI yang sudah menetap di Brussels selama 11 tahun kepada VOA News, ketika itu warga Brussels juga bergegas menawarkan bantuan apapun pada mereka yang terkena dampak.

"Banyak orang yang mengantarkan makanan ke lokasi yang tidak bisa dimasuki, hanya supaya orang yang ada di sana tetap bisa makan. Ada yang saling meminjamkan alat komunikasi," jelas Baihaki.

"Saya sendiri juga menawarkan pada mereka yang tidak bisa pulang karena ditutupnya sejumlah jalan dan fasilitas umum di Brussels, untuk menginap di rumah saya. Kebetulan rumah saya terletak hanya sekitar dua kilometer dari stasiun Maalbeek di mana salah satu serangan terjadi," ujar Baihaki.

Menarik mencermati fenomena baru ini, karena sebagaimana diakui Sensen Gustafsson yang sudah belasan tahun menetap di Stockholm dan Ahmad Baihaki yang bekerja di bidang informasi teknologi di Brussels, warga Eropa umumnya dikenal 'dingin' dan tidak terlalu terbuka dengan orang asing.

"Inisiatif ini tidak terduga dan mengharukan bagi saya. Tragedi semacam ini ternyata bisa menyatukan warga dan membuat mereka mau membantu. Padahal warga Swedia sebagaimana juga kebanyakan warga Eropa lainnya terkenal 'dingin' dan tidak terbuka untuk berinteraksi dengan orang asing. Tapi dalam saat ini mereka menunjukkan mereka bersimpati dan justru sangat membantu," tambahnya.

Tragedi memang bisa menyatukan warga masyarakat. Hal ini tidak saja tampak dalam insiden teror yang mengoyak Eropa beberapa tahun ini, tetapi juga bencana seperti gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004 atau badai Katrina tahun 2005.

Karena tragedi pula, bisa mendorong tindakan tidak terduga yang membuat kita menghargai kemanusiaan.