Liputan6.com, Luanda - Di tengah hutan lebat Angola, ilmuwan menemukan spesies primata baru yang bersuara nyaring.
Namun, perayaan ilmiah atas penemuan spesies itu harus segera sirna karena primata itu akan segera punah yang disebabkan kerusakan habitatnya.
Spesies baru yang bernama Angola dwarf galago--atau jika dipadankan dalam bahasa Indonesia disebut sebagai lemur malam (galago) kecil dari Angola.--itu memiliki ukuran sebesar tupai atau sekitar 15,24 cm tanpa ekor.
Advertisement
Spesies ini masih satu famili dengan bushbaby, sejenis primata mirip lemur kecil yang tersebar di Padang Sahara. Namun, jika dibandingkan, varian dari Angola itu berukuran lebih besar ketimbang lemur Padang Sahara Afrika.
Ilmuwan dari Nocturnal Primate Research Group dari Oxford Brookes University, Inggris, menemukan galago Angola itu akibat suaranya yang sangat santer terdengar dengan karakteristik bising, nada tinggi dengan durasi yang panjang, dan diikuti oleh suara kicauan senyap.
Karakteristik suara itu kerap digunakan galago Angola betina untuk menarik perhatian pejantan dan menakuti rivalnya agar menjauh.
Dilengkapi dengan senter penglihatan malam, kamera, dan alat perekam, tim ilmuwan menjelajahi Hutan Kumbira yang berkabut dan gelap gulita di barat laut Angola, memburu suara galago Angola untuk menentukan lokasi sang kerabat jauh manusia.
"Kami mengikuti mereka pada malam hari dan kapanpun mereka membuat suara khasnya, kami akan merekamnya...lama-kelamaan, mereka terbiasa dengan kehadiran kami. Beberapa jam kemudian, mereka tak lagi melarikan diri dari kami. Kami juga menggunakan sinar lampu merah agar tak mengganggu mereka," kata Magdalena Svensson, salah satu anggota penelitian.
Tim penelitian yang ahli pada bidang suara dan akustik ini menilai bahwa resonansi yang dihasilkan spesies primata baru ini sangat unik.
"Kami punya katalog suara yang sangat banyak. Menggunakan cara ini, kami dapat mengidentifikasi jenis suara apapun yang baru dan berbeda...setiap spesies memiliki karakteristiknya masing-masing, jadi jika kami mendengar suara yang berbeda, kami tahu bahwa itu hal yang baru," kata Simon Bearder, profesor emeritus Antropologi, Oxford Brookes University dan presiden Primate Society of Great Britain.
Meski pada malam hari Hutan Kumbira juga tetap bising oleh suara binatang lain, namun para peneliti mampu memilah dan merekam suara galago Angola tersebut.
"Hutan itu sangat berisik di malam hari, dengan suara katak dan serangga yang bersahut-sahutan, tapi kami mampu memisahkan suara galago itu, merekamnya dan menyimpannya," kata sang profesor emeritus.
Wajah spesies mirip lemur itu memiliki wajah yang khas, yakni berbentuk panjang jika dibandingkan dengan spesies galagos lain.
"Spesies galago baru ini merupakan temuan yang menarik...hewan itu jadi satu dari lima primata baru yang ditemukan di benua Afrika sejak tahun 2000," kata Russell Mittermeier of Conservation International dalam sebuah pernyataan tertulis.
Spesies galago Angola ini akan diberi nama ilmiah Latin Galagoides kumbrinensis, sesuai dengan nama hutan tempat ia ditemukan.
Ironisnya, wilayah habitat spesies baru yang terletak di Pusat Lereng Curam Hutan Angola itu termasuk salah satu lokasi pengrusakan alam oleh manusia.
Ancaman Terbesar: Manusia
Para peneliti berharap agar penemuan ilmiah itu menarik perhatian pihak berwenang untuk meningkatkan perlindungan lingkungan tempat Galagoides kumbrinensis dan sejumlah hewan endemik lain seperti turaco jambul merah serta ragam botani endemik khas Angola.
Maraknya aktivitas penebangan kayu, aktivitas agrikultur, dan tambang batu bara berpengaruh pada rusaknya lingkungan habitat sejumlah hewan itu. Dan, sindikat perdagangan satwa juga mengancam populasi hewan endemik tersebut.
"Ke manapun kami pergi, truk pengangkut kayu selalu ada...beberapa hewan itu juga dijual oleh manusia," ujar Svensson.
Profesor Geologi dari University of Maryland, Matthew Hansen, menjelaskan bahwa wilayah Hutan Kumbira mengalami pengurangan pohon lebih dari 5% antara tahun 2001 hingga 2014. Presentase yang tak jauh berbeda juga terjadi pada sejumlah hutan di Afrika.
"Tak perlu diragukan lagi, pohon-pohon itu telah berkurang...di Afrika secara umum, rata-rata kerusakan hutan terjadi setiap tahun. Ini disebabkan oleh pertambahan populasi manusia dan ekstraksi sumber daya alam oleh mereka," ujar Hanssen.
Hal itu akan terus terjadi apabila pihak yang bertanggung jawab terus abai.
Kerusakan hutan telah menyebabkan sedikitnya populasi galago Angola yang ditemukan oleh ilmuwan. Selama proses penelitian sepanjang tahun 2013, hanya 36 ekor yang ditemukan oleh tim peneliti dan tersebar di Hutan Kumbira, Hutan Lembah Utaram dan Hutan Bimbe. Peneliti mengajukan spesies baru ini ke dalam daftar IUCN (International Union for Conservative of Nature) sebagai hewan terancam punah.
Para peneliti itu berharap dapat segera kembali ke Kumbira untuk menentukan sebereapa berbahayanya lemur nokturnal kecil Angola itu, dan mungkin menemukan spesies baru di kawasan hutan tersebut.
"Sungguh mengkhawatirkan jika spesies yang baru ditemukan selama beberapa tahun lalu akan punah pada beberapa tahun yang akan datang," tutup Svensson.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam American Journal of Physical Anthropology pada Februari 2017.