Sukses

Mirip Serdadu Manusia, Semut Ini Menolong Rekan yang Terluka

Perilaku penyelamatan yang bersifat unik ini diamati dari semut Matabele Afrika yang disebut Megaponera analis.

Liputan6.com, Jakarta - Jenis semut pemakan rayap umumnya berukuran besar, berwarna hitam. Kerap diitemukan di kawasan sub-Sahara Afrika.

Spesies tersebut ternyata diketahui memiliki perilaku unik seperti serdadu yang sedang bertempur di kalangan manusia. Mereka akan berbaris dalam formasi ke medan tempur dan sesudahnya mencari dan membawa pulang rekan-rekannya yang terluka untuk pemulihan.

Para ilmuwan pada Rabu 12 April menjelaskan perilaku penyelamatan yang bersifat unik dari semut Matabele Afrika yang disebut Megaponera analis, setelah mengamati mereka di Taman Nasional Comoe di Pantai Gading. Namun mereka tak menganggap ada motif sosial dari serangga-serangga tersebut.

"Ini bukanlah perilaku yang menunjukkan keikhlasan," ujar Erik Frank, seorang entomologis dari University of Wurzburg di Jerman seperti dikutip dari VOA News, Jumat (13/4/2017). 

"Semut-semut itu tidak menolong rekan-rekannya karena kebaikan hatinya. Jelas adalah manfaat yang jelas untuk koloni semut tersebut: mereka yang terluka bisa ikut serta dalam pertempuran yang akan datang dan tetap menjadi anggota koloni yang berguna," ujar memimpin penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances.

Semut-semut tersebut, yang dapat tumbuh sepanjang hingga hampir 2 cm, memiliki spesialisasi berburu rayap dan menggunakan strategi penyerangan yang khas.

Semut pemandu meninggalkan sarang untuk mencari lokasi-lokasi perburuan rayap, kemudian merekrut hingga 500 rekan satu sarang dan memimpin mereka ke sarang-sarang rayap dalam formasi kolom.

Mereka yang cedera dalam pertempuran melawan rayap, kadang-kadang kehilangan anggota badan dan menjadi cacat ketika rayap mencengkram mereka, kemudian mengeluarkan zat kimia feromon dari tubuh-tubuh mereka sebagai sinyal permintaan bantuan kepada rekan-rekannya.

Semut-semut yang tidak terluka kemudian membopong mereka yang cedera dan membawanya, selain juga membawa rayap-rayap yang mati, kembali ke sarang dalam formasi kolom yang sama, kadang-kadang hingga sepanjang 50 meter.

Begitu kembali ke sarangnya, semut-semut lain kemudian menyingkirkan rayap yang mencengkram semut-semut yang cedera. Lalu semut yang kehilangan satu atau dua dari enam kakinya mampu beradaptasi dengan gerakan mereka, sering kali mendapatkan kembali kecepatan berlarinya serupa dengan mereka yang sehat dalam waktu 24 jam.

Hampir semua semut-semut yang berhasil diselamatkan ikut serta dalam serangan-serangan berikutnya, kadang-kadang dalam waktu satu jam setelah mengalami cedera.

Frank menuturkan, ia terkejut menemukan perilaku tersebut dalam spesies invertebrata.

"Awalnya kedengaran tidak masuk akal untuk saya, mengapa mereka harus mengembangkan perilaku menolong seperti ini," ujar Frank. "Setelah mengamati dengan lebih seksama, kami sadar bahwa kebaikan individu, menyelamatkan rekannya yang cedera, juga dapat bermanfaat bagi koloni, dan individu-individu semacam itu juga dapat sangat bermanfaat di kalangan semut-semut."

"Selain hewan primata seperti kera dan monyet, perilaku penyelamatan seperti ini juga telah diamati pada mamalia lain tertentu termasuk gajah, tikus, dan lumba-lumba," tutup Frank.