Liputan6.com, Jakarta - Sebelum pesawat menjadi andalan untuk mengangkut jutaan manusia tiap tahunnya, hingga melintasi samuda dan benua, kapal udara atau airship -- khususnya Zeppelin--merajai angkasa.
Pada Abad ke-19 dan awal Abad XX, balon udara menjadi moda angkut yang digunakan perusahaan penerbangan.
Advertisement
Baca Juga
Daya jelajahnya pun relatif jauh, melayani penerbangan non-stop antara Eropa dan Amerika Serikat. Di tengah Perang Dunia I, balon udara juga digunakan sebagai pengintai jarak jauh dan juga sebagai pembom.
Berbeda dengan pesawat saat ini yang digerakkan dengan mesin, airship mengandalkan daya angkat yang berasal ruangan berisi gas yang lebih ringan daripada udara.
Berikut sejumlah fakta balon udara, yang diwakili sejumlah foto lawas, yang Liputan6.com kutip sebagian dari Gizmodo, Jumat (14/4/2017):
"La Ville de Paris" adalah versi awal balon udara yang bisa dikemudikan, yang dibangun oleh Henri Deutsch, seorang pebisnis minyak asal Prancis sekitar tahun 1904.
Sementara, pada 4 Juli 1908, kapal udara paling terkenal, Zeppelin diciptakan oleh pejabat militer Jerman Count Ferdinand von Zeppelin. Penerbangan perdananya dilakukan pada 2 Juli 1900.Â
Pada Perang Dunia I pada tahun 1910, Jerman menerbangkan zeppelin. Tak hanya untuk meningkatkan moral pasukan, tapi juga dalam misi pengintaian.
Zeppelin juga tertangkap kamera terbang di atas Yerusalem.Â
Juga di atas piramida di Mesir.
Ruangan penumpang di kapal udara lebih luas dari pesawat saat ini. Misalnya dalam R101 milik Inggris yang dilengkapi lounge, kabin tidur, bahkan dapur tempat para juru masak menyiapkan hidangan lezat bagi para penumpang.
Meski tampak seperti 'angkutan masa depan' kapal udara rentan kecelakaan.
Balon udara sepanjang 785 kaki milik Angkatan laut Amerika Serikat (US Navy), USS Akron baru beroperasi tiga tahun setelah dipaksa tamat di atas Lautan Atlantik, di perairan New Jersey pada 4 April 1933.
Kecelakaan tersebut merenggut 73 nyawa, lebih dari dua kali lipat korban jiwa kapal udara Hindenburg empat tahun kemudian.
Kecelakaan Maut yang Tamatkan Kapal Udara
Seperti ini penampakan balon udara Jerman, Hindenburg (D-LZ-129) saat terbang di atas Manhattan pada 6 Mei 1937.
Beberapa jam kemudian, kapal udara tersebut terbakar di tengah upaya pendaratan di Lakehurst, AS.
Werner Franz, yang saat itu berusia 14 tahun, menjadi saksi mata detik-detik pesawat sepanjang 245 meter itu terbakar dan jatuh tatkala mencoba untuk berlabuh dengan tiang pengikat di Stasiun Angkatan Udara Lakehurst di New Jersey, Amerika Serikat.
Tragedi Hindenburg menandai berakhirnya era balon udara. Nyali dan pikiran khas anak muda, serta faktor keberuntungan membuat nyawa Franz tak ikut melayang bersama 36 penumpang dan awak Hindenburg yang lain.
Saat balon Zeppelin yang penuh dengan hidrogen meledak dan terbakar, Franz sedang tugas bersih-bersih di mes para perwira kapal. Tangki air yang bobol di atasnya, melindunginya dari api.
Franz muda berhasil melompat dari balon udara, sebelum ia jatuh mengenaskan ke daratan. Pontang-panting ia menyelamatkan diri, melawan angin, dari Hindenburg yang berkobar. Sebuah keputusan yang tepat, jika ia lari ke arah sebaliknya, niscaya ia akan terbakar dan menjadi korban jiwa ke-37.
Setelah tragedi itu, Franz kembali ke Jerman dan menjadi teknisi pesawat selama Perang Dunia II.
Kapal udara LZ-129 Hindenburg merupakan pesawat terbesar yang pernah dibangun pada saat itu. Balon yang namanya diambil dari Presiden Jerman Paul von Hindenburg itu menggunakan aluminium, berukuran sepanjang 245 meter, diameter 41 meter, dan mengandung 211.890 meter persegi gas hidrogen dalam 16 kampit atau sel.
Kapal udara LZ-129 Hindenburg mempunyai daya angkut 112 ton, mempunyai empat mesin diesel berkekuatan 1.100 tenaga kuda dengan kecepatan 135 kilometer per jam.
Advertisement