Sukses

Bom Mobil Serang Bus Pengungsi Suriah, 100 Orang Tewas

Ledakan terjadi di tengah evakuasi 5.000 orang atas kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Suriah dan pemberontak.

Liputan6.com, Aleppo - Lebih dari 100 orang tewas akibat bom mobil di Suriah utara yang menargetkan bus evakuasi pengangkut warga dari kota yang dikepung selama lebih dari dua tahun. Menurut Syrian Observatory for Human Rights, rombongan yang berangkat dari Al Fu'ah dan Kafriya membawa 5.000 orang.

Saksi mata mengatakan, peristiwa ledakan bom tersebut dipenuhi dengan jeritan penumpang, beberapa dari mereka terbakar, dan terhuyung-huyung keluar dari awan debu.

Kelompok White Helmets melaporkan, relawannya telah menemukan lebih dari 100 jasad dari puing-puing ledakan dan terdapat 55 orang yang terluka. Jumlah korban jiwa diperkirakan akan terus meningkat.

Dikutip dari CNN, Minggu (16/4/2017), hingga saat ini tidak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Mereka yang dievakuasi telah menghabiskan bertahun-tahun di bawah pengepungan pemberontak, tanpa ada akses secara normal untuk makanan atau obat-obatan.

Menurut laporan SANA, mobil peledak dipenuhi persediaan makanan anak-anak yang kemungkinan dilakukan untuk menyamarkannya. Evakuasi akan terus dilanjutkan meski terjadi peristiwa tersebut, dan bus pertama telah tiba di Aleppo pada 15 April 2017.

Evakuasi tersebut dilakukan atas kesepakatan antara Pemerintah Suriah dan pemberontak yang telah berseteru dalam perang saudara selama enam tahun. Menurut laporan AFP, kesepakatan itu ditengahi oleh Iran dan Qatar.

Sebagai bagian dari kesepakatan, pemerintah mengizinkan ribuan pemberontak dan warga sipil meninggalkan dua kota di barat daya Suriah, Madaya dan Azabadani.

"Kami menyerukan seluruh pihak untuk memastikan keamanan dan keselamatan mereka yang menunggu untuk dievakuasi. Mereka yang bertanggung jawab atas serangan ini harus diadili," ujar juru bicara Sekretaris Jenderal PBB dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, Syrian American Medical Society mengatakan bahwa serangan terhadap pemindahan warga tersebut merupakan kejahatan atas hukum kemanusiaan.

"Tidak hadirnya PBB dan komunitas internasional dari proses ini telah membuat warga menjadi rentan, yang memicu kejadian mengerikan seperti yang terjadi hari ini."