Sukses

Perangi Al-Shabab, AS Kirim Pasukan ke Somalia

Belum lama ini, Donald Trump setuju untuk memperluas peran militer negaranya di Somalia.

Liputan6.com, Mogadishu - Amerika Serikat mengirimkan sejumlah pasukannya ke Somalia untuk membantu tentara nasional negara itu melakukan operasi keamanan dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh juru bicara militer AS sekaligus menandai kembalinya pasukan AS ke Somalia untuk pertama kalinya sejak tahun 1993.

Saat itu 18 pasukan khusus AS tewas dalam pertempuran melawan kelompok bersenjata di Mogadishu -- kelak peristiwa tersebut diadopsi ke sebuah film berjudul Black Hawk Down.

Samantha Reho, jubir untuk Komando AS di Afrika yang berpusat di Jerman mengatakan, pasukan dari Divisi Lintas Udara 101, sebuah unit infanteri ringan dalam serangan udara, memiliki tugas utama untuk melatih dan melengkapi pasukan Somalia demi memerangi al-Shabab. Kelompok bersenjata itu kerap melancarkan teror untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

"Untuk masalah keamanan operasional, kami tidak akan menjelaskan secara spesifik atau berspekulasi tentang potensi kegiatan atau operasi," ujar Reho kepada kantor berita AFP yang dikutip Al Jazeera, Minggu, (16/4/2017).

Ia menolak menyebutkan berapa persisnya jumlah pasukan AS yang dikirimkan ke Somalia.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah mengirimkan sejumlah kecil pasukan operasi khusus dan penasihat kontra-teror ke Somalia. Belum lama ini, Presiden Donald Trump setuju untuk memperluas peran militernya di negara pimpinan Presiden Mohamed Abdullahi Mohamed itu.

Pemerintah pusat Somalia saat ini masih disangga oleh bantuan masyarakat internasional dan 22.000 pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika setelah nyaris selama tiga dekade negara itu dilanda perang saudara.

Kelompok militan al-Shabab berhasil diusir dari Mogadishu oleh pasukan Uni Afrika pada tahun 2011. Namun teror terus mereka lancarkan untuk merebut sejumlah wilayah di bagian selatan dan tengah Somalia.

Pada April 2015 lalu, al-Shabab bertanggung jawab atas sejumlah serangan besar di Afrika Timur, termasuk salah satunya di Garissa University di Kenya yang menewaskan 148 orang. Kelompok teroris itu juga mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman sebuah pesawat pada Februari 2016.

Dan merespons persetujuan AS untuk memperluas peran militernya di Somalia, terjadi eskalasi serangan kelompok itu. Sebut saja pada 9 April lalu, sebuah bom mobil bunuh diri meledak dan menewaskan 13 orang. Panglima militer Somalia yang baru saja dilantik berhasil selamat dalam insiden tersebut.

Satu hari setelahnya, bom bunuh diri kembali terjadi. Kali ini di sebuah akademi militer di Mogadishu di mana lima tentara dilaporkan tewas.

Muncul tekanan terhadap Somalia agar mampu mengendalikan kondisi keamanan dalam negeri menyusul pada akhir tahun 2020 mendatang, pasukan Uni Afrika akan angkat kaki dari negara itu.

Namun bulan lalu komandan misi Uni Afrika menyatakan, pasukan Somalia belum dapat memenuhi harapan tersebut.

"Jika penarikan pasukan ini dimulai pada tahun 2018, sebelum Somalia memiliki tentara yang punya kemampuan, maka sebagian besar wilayah negara berisiko dikuasai kembali oleh al-Shabab atau berpotensi memungkinkan ISIS mendapat pijakan kuat di negeri ini," terang Kepala Komando AS di Afrika, Thomas Waldhauser bulan lalu.