Liputan6.com, Athena - Pada 1900, sebuah kapal yang mengangkut penyelam menemui badai di pertengahan jalan dan berlindung di Pulau Antikythera di Laut Aegea. Saat menyelam di lepas pantai pulau itu mereka menemukan sebuah kapal karam berusia 2.000 tahun yang diperkirakan tenggelam pada 60 atau 70 SM.
Di dalamnya, para penyelam menemukan perhiasan, tembikar, koin, dan patung-patung yang terbuat dari perunggu dan marmer. Selain itu terdapat 82 potongan perangkat perunggu berkarat.
Baca Juga
Artefak itu kemudian dibawa ke National Museum of Archaeology di Athena untuk dibersihkan dan dianalisis. Namun artefak yang terbuat dari perunggu terlalu rapuh untuk dipelajari dengan tangan.
Advertisement
Pada 1951 seorang fisikawan dan profesor di Yale Univeristy, Derek J de Solla Harga, mulai mempelajari artefak perunggu tersebut. Ia menggunakan teknologi paling canggih pada masa itu, yakni Sinar-X, untuk menemukan asal-usul dan kegunaannya. Namun jawaban tak kunjung ditemukan.
Seorang fisikawan nuklir Yunani, Charalampos Karakalos, menganalisis menggunakan Sinar-X dan Sinar-Gamma pada 1974. Dari penelitian tersebut mereka mempublikasikan sebuah artikel yang mendata adanya pengaturan gigi dan prasasti di muka mekanisme.
Para peneliti awalnya berpikir bahwa benda itu adalah jam astronomi, namun lainnya berpikir bahwa alat yang diproduksi sekitar 87 SM itu terlalu canggih.
Dikutip dari The Vintage News, Minggu (16/4/2017), pada 2005, penelitian Antikythera Mechanism Research Project dilakukan oleh ilmuwan internasional yang didukung National Archaeological Museum dan Hellenic Ministry of Culture di Athena.
Dengan menggunakan sejumlah peralatan canggih, artefak bernama Antikythera Mechanism itu mendapat julukan 'komputer pertama'.
Pasalnya, ilmuwan menemukan bahwa alat tersebut digunakan untuk mempelajari fenomena astronomi dengan menggunakan mekanisme seperti sistem komputer yang menunjukkan siklus Tata Surya.
Profesor Michael Edmunds dari Cardiff University memimpin studi tentang mekanisme pada 2006. Ia mengatakan bahwa alat tersebut merupakan hal yang luar biasa.
Bahkan, Profesor Edmunds mengatakan bahwa alat tersebut lebih berharga dari Mona Lisa.
Ilmuwan lain, Chrsitian Carman dan James Evans menghabiskan beberapa tahun untuk membandingkan mekanisme tersebut dengan pencatatn gerhana milik Babilonia. Dengan menggunakan proses eliminasi, mereka menemukan bahwa tanggal pertama yang dipasang di mesin tersebut adalah 205 SM.
Saat ini penelitian terus dilanjutkan dan ilmuwan pun berharap bahwa suatu saat dapat menciptakan model serupa pada masa depan.