Liputan6.com, Paris - Prancis mengatakan, dalam beberapa hari mendatang akan memberikan bukti bahwa Suriah adalah aktor di balik serangan kimia yang menewaskan lebih dari 80 orang pada 4 April 2017. Korban jiwa, 30 di antaranya adalah anak-anak.
Serangan kimia yang terjadi di Khan Sheikhoun itulah yang melandasi intevensi militer AS di Suriah. Setelahnya, Presiden Donald Trump memerintahkan serangan 59 rudal Tomahawk ke salah satu pangkalan udara Suriah yang juga dihuni oleh sekutu mereka, Rusia.
Baca Juga
"Kami akan memberikan bukti bahwa rezim tersebut (Assad) memang mengatur serangan kimia," ujar Jean-Marc Ayrault, Menteri Luar Negeri Prancis kepada French TV seperti Liputan6.com kutip dari Sky News, Jumat (21/4/2017).
Advertisement
Menurutnya, sebuah analisis tentang serangan tersebut tengah berlangsung, "Dalam beberapa hari, saya akan menunjukkan buktinya."
Suriah dan Rusia telah membantah bahwa serangan kimia didalangi Assad. Menurut mereka, serangan tersebut merupakan provokasi pemberontak atau memang ditujukan untuk menyerang pabrik senjata pemberontak.
Pekan lalu, Assad mempertanyakan kebenaran serangan tersebut mengingat saat ini video palsu banyak beredar.
"Kami tidak tahu apakah anak-anak tersebut tewas terbunuh di Khan Sheikhoun. Apakah mereka benar-benar meninggal?," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan AFP TV.
"Siapa yang melakukan serangan, jika itu memang benar terjadi? Apa senjata yang digunakan? Anda tidak punya informasi sama sekali, sama sekali. Tidak ada penyelidikan," ungkapnya.
Rusia dan Iran yang merupakan karib rezim Suriah mengeluarkan seruan agar digelarnya investigasi "skala penuh dan menyeluruh" terkait serangan tersebut.
Organisasi Anti-Senjata Kimia (OPCW) mengatakan, mereka memiliki kesimpulan "yang tidak terbantahkan". Menurut tim ahli, serangan kimia tersebut menggunakan gas sarin atau sejenisnya.
Moskow mengkritik pernyataan OPCW tersebut mengingat kesimpulan diambil tanpa mengirimkan tim ahli ke lokasi serangan. Negeri Beruang Merah itu mengatakan, "tidak dapat menerima analisis dari jarak jauh."
Kritik tersebut ditanggapi OPCW. Direktur organisasi itu Ahmet Uzumcu mengatakan, akan mengirimkan tim ahli "seandainya situasi keamanan mengizinkan."
"Saya diberitahukan bahwa dibutuhkan gencatan senjata 48 jam dan perjalanan yang aman agar tim dapat dibentuk," terang Uzumcu.
Rusia pekan lalu memveto resolusi DK PBB yang menuntut dilakukannya sebuah penyelidikan atas serangan kimia di Suriah tersebut. Menlu Inggris Boris Johnson bereaksi atas sikap Moskow dengan mengatakan mereka berdiri di sisi yang salah.