Sukses

420 Warga Australia Masuk Daftar Cekal Teroris di Turki

Pihak Turki membuat daftar cekal warga asing. Dari data itu ditemukan terduga teroris dari Australia.

Liputan6.com, Ankara - Teroris di negara konflik diketahui berasal dari beragam negara. Dalam daftar cekal yang dibuat pihak berwenang di Turki, tercatat sekitar 420 orang terduga asal Australia yang bergabung dengan kelompok ISIS di Suriah dan Irak.

Kepada ABC News yang dikutip Jumat (27/4/2017), seorang pejabat senior Turki menjelaskan bahwa negara tersebut ingin mengekstradisi Neil Prakash kembali ke Australia untuk diadili.

Daftar cekal tersebut digunakan untuk mencegah masuknya orang asing ke Turki, dan merupakan hasil dari intelijen Turki, Australia dan lebih dari 100 negara lainnya.

Daftar tersebut mengungkapkan kekhawatiran badan intelijen internasional, mengenai besarnya jumlah terduga teroris Australia dibandingkan yang diketahui sebelumnya.

Perubahan daftar ini merupakan peluang bagi upaya internasional menghentikan arus teroris ke Suriah, dan menggambarkan bagaimana upaya tersebut tadinya ketinggalan dibandingkan membanjirnya pejuang asing ke sana.

Jumlah orang Australia dalam daftar tersebut meningkat, dari hanya 90 orang pada 2014, lalu bertambah 180 pada 2015 dan lebih dari 150 tahun 2016 lalu. Demikian dikatakan pejabat senior Turki yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Menurut dia, sebagai tindak lanjut daftar tersebut, Turki telah mendeportasi 21 terduga pejuang asing Australia selama dua tahun terakhir.

Sekitar setengah dari mereka dikembalikan ke Australia, namun sisanya dikirim ke negara lain. Hal itu memicu kekhawatiran tentang penyebaran para terduga teroris Australia.

Sebagian besar di antaranya dideportasi pada 2015, sejalan meningkatnya upaya Pemerintah Australia mencegah kepergian calon-calon teroris, termasuk membatalkan paspor mereka.

Daftar cekal yang dikeluarkan Turki merupakan bagian dari upaya kontra-terorisme internasional yang dimulai pada 2010, menjadi semakin penting setelah pemberontakan Suriah berubah menjadi perang sipil pada tahun 2011 dan 2012, dan mendapatkan momentum setelah kelompok ISIS merebut wilayah Suriah dan Irak pada 2013 dan 2014.

Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan tidak mau berkomentar mengenai rincian daftar tersebut namun kepada ABC mengatakan, Turki merupakan kawan dan sekutu.

"Kami memiliki kerjasama intelijen yang sangat baik, akan bekerja sama dengan mereka untuk meningkatkan keamanan mereka," kata Keenan.

"Kalau kami memiliki informasi yang mungkin berguna bagi mereka, maka pasti akan dibagi dan tentunya kami pun mengharapkan hal yang sama," tambah Keenan.

Kerjasama itu terbukti semakin penting, karena runtuhnya kekhalifahan ISIS akibat serangan pasukan Irak, milisi dan pemboman yang didukung Barat serta anggotanya yang mencoba meninggalkan zona konflik.

Orang Australia yang paling terkenal di Turki adalah perekrut ISIS bernama Neil Prakash. Namun seorang pejabat senior Turki mengatakan kepada ABC bahwa dua warga Negeri Kanguru lainnya yang ditahan pada 2016, juga masih dalam tahanan.

Salah satunya menolak kontak dengan pihak berwenang Australia. Namun rincian lebih lanjut atas hal ini belum bisa dikonfirmasi.

2 dari 2 halaman

Akui Jadi Anggota ISIS

Turki telah memulai proses ekstradisi terhadap Neil Prakash, berdasarkan tuduhan dari pihak berwenang Australia yang menuduhnya melanggar undang-undang anti-teror.

ABC memahami pelanggaran yang dituduhkan termasuk "keanggotaan organisasi teroris", "masuk ke negara lain dengan tujuan melakukan kegiatan permusuhan", dan "merekrut orang untuk bergabung dengan organisasi yang terlibat dalam kegiatan melawan pemerintah asing".

Yang krusial, dalam pernyataan yang dibuat di hadapan penyidik Turki kurang dari 16 jam setelah dia ditahan pada 24 Oktober tahun lalu, Prakash mengaku sebagai anggota ISIS. Dia juga mengatakan menyesal bergabung dengan kelompok itu.

Pihak berwenang Turki pun akhirnya menuntut Prakaksh karena terlibat organisasi teroris.

Dalam proses yang bisa menjadi terobosan bagi pihak berwenang Australia, pejabat senior Turki tersebut mengatakan bahwa penuntutan terhadap orang ini dilakukan sejalan dengan proses ekstradisi. Turki, katanya, lebih memilih Prakash diadili di Australia.

"Pemerintah Turki sangat menyadari kepentingan kita dalam kasus ini. Jika kita menuntut seseorang atas kejahatan ini -- saya tidak mengomentari kasus individual -- maka hukuman di Australia sama beratnya, yaitu penjara seumur hidup," jelasKeenan.

Dalam pernyataan Prakash, yang diperoleh surat kabar The Guardian, dia menyatakan diri sebagai warga negara Kamboja.

Dia tidak menyinggung kegiatan rekrutmennya untuk ISIS dan sementara dia sudah dianggap tewas akibat serangan udara di Mosul, ia mengaku hanya terluka saat melawan milisi Kurdi di Kobane, Suriah.

Turki memandang milisi Kurdi sebagai kelompok teroris, dan pernyataan Prakash mungkin telah dibuat untuk mendapatkan keringanan dari Turki.

Ancaman Nasional Turki

Namun Prakash mengaku transit ke Suriah melalui kelompok radikal yang dikenal sebagai Ahrar al Sham. Jalur ini yang diikuti beberapa anggota ISIS asal Australia.

Pejabat senior Turki tersebut mengatakan bahwa Prakash ditahan menyusul peringatan dari Australia, yang menyebut bahwa orang itu berada dekat perbatasan Suriah dan mungkin berencana untuk menyeberang.

Peringatan itu disertai informasi lain, kemungkinan berasal dari sinyal intelijen, yang membantu melacak dan menahan orang itu. Dia dianggap sebagai "ancaman terhadap keamanan nasional Turki".

Pihak berwenang Turki sebelumnya dikritik karena dianggap gagal menghentikan masuknya teroris ke Suriah, terutama pada awal perang saudara ketika puluhan ribu pejuang asing melintasi perbatasan mereka.

Turki berdalih bahwa mereka membutuhkan nama-nama yang dicurigai, dan kerjasama lainnya dari negara asal mereka.

Pihak intelijen lamban dalam berbagi informasi, namun penambahan daftar mengalami peningkatan seiring ancaman jihadis yang menjadi semakin jelas.

Penghubung Australia, yang secara resmi dipandu dua agen Kepolisian Australia, sangat dihargai di Ankara. Pejabat senior Turki itu menyatakan penghubung ini sama baiknya dengan yang dilakukan negara-negara Uni Eropa, yang juga memiliki jumlah teroris jauh lebih besar.

Pejabat tersebut mengungkapkan, lebih dari 52.000 nama masuk dalam daftar cekal Turki tersebut. Jumlah ini jauh lebih besar daripada total teroris asing yang diduga berada di Suriah dan Irak.