Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 24 Agustus tahun 79 Masehi menjadi hari kelam bagi warga kota Pompeii. Gunung Vesuvius mengalami erupsi dahsyat yang menyemburkan awan panas hingga ketinggian 30 kilometer.
Selama 10 jam, awan panas yang membumbung tinggi itu ambrol dan menghasilkan rangkaian lonjakan piroklastik yang mengubur kota-kota Romawi, yakni Herculaneum, Pompeii, dan sebagian wilayah dekat Vesuvius dengan radius puluhan kilometer.
Piroklastik adalah hasil letusan gunung berapi yang bergerak dengan cepat dan terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan bebatuan.Â
Advertisement
Setelah ratusan tahun hilang, pada Abad ke-18, teater Herculaneum ditemukan kembali. Sejumlah ekskavasi membawa titik terang keberadaan kota kuno tersebut, termasuk Pompeii.
Tak hanya peninggalan berupa artefak saja yang ditemukan oleh para peneliti, sejumlah jasad manusia yang berubah menjadi patung--akibat awan panas--juga terkuak.
Salah satunya adalah jasad bocah berusia empat tahun yang ditemukan di pangkuan ibunya di antara puing-puing Pompeii. Sementara, jasad ayah dan satu saudaranya ditemukan tak jauh.
Jasad-jasad itu ditemukan di lokasi 'House of the Golden Bracelet' -- salah satu rumah paling mewah di area Insula Occendentalis, Pompeii.
Insula Occendentalis adalah area bergengsi. Pusat bisnis dan toko-toko berjajar sepanjang jalan. Hanya orang kaya dan kaum elite yang mampu tinggal di lokasi itu. Sejumlah ahli berpendapat, keluarga ini merupakan pemilik rumah tersebut.
Beberapa waktu lalu juga ditemukan jasad dua manusia yang membatu dalam posisi seperti berpelukan. Penelitian pun dilakukan terhadap jasad yang dijuluki 'The Two Maidens' tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan pemindaian CT dan uji DNA pada jasad itu, ditemukan fakta bahwa keduanya adalah lelaki, walaupun kata 'maiden' itu sebenarnya mengacu kepada wanita.
Menurut para peneliti, kemungkinan dua pria itu merupakan sepasang kekasih. Kajian pada tulang dan gigi mengungkapkan bahwa dua pria itu berusia sekitar 18 dan 20 tahun.
Muncul banyak dugaan tentang hubungan mereka yang mungkin tidak akan pernah terungkap. "Fakta mereka sebagai sepasang kekasih merupakan hipotesis yang tidak bisa diabaikan," ujar pengawas di situs arkeologi Pompeii, Massimo Osanna.
Lalu, apa yang menyebabkan sejumlah jasad di Pompeii berubah menjadi batu saat Vesuvius erupsi?
Mengapa Manusia Bisa Jadi Batu?
Gelombang piroklastik yang meluncur dengan cepat di Herculaneum, Oplontis, dan Pompeii menyebabkan kematian penduduk dengan seketika karena terpapar suhu tinggi yang diperkirakan mencapai 300 hingga 600 derajat Celcius.
Di Herculaneum dan Oplontis yang terletak 6 hingga 7 kilometer dari Vesuvius, lonjakan suhu menguapkan daging pada tubuh korban, menyebabkan endapan abu mendingin, dan mengeras di sejumlah tempat tinggal dalam beberapa menit.
Sementara itu di Pompeii yang terletak 10 km dari Vesuvius, jasad berubah mengeras karena suhu endapan vulkanik yang yang lebih rendah. Abu vulkanik kemudian mengisi rongga yang terbentuk di sekitar jenazah saat daging mereka perlahan-lahan menghilang.
Hal tersebut disampaikan ilmuwan dari Univeristy Federico II of Naples, Prof. Pier Paolo Petrone, dalam presentasinya via Skype yang diadakan oleh Istituto Italiano di Cultura, Jakarta, pada pekan lalu.
Berdasarkan analisis lokasi dan laboratorium terhadap tulang manusia dan hewan, korban erupsi Vesuvius terpapar suhu antara 200 hingga 600 derajat Celcius dengan jarak hingga 15 kilometer.
Menurut Petrone, korban di Pompeii sangat mirip dengan korban erupsi yang terjadi di Gunung Pelee, Merapi, Sinabung, dan Montserrat.
Advertisement