Sukses

Korsel Gelar Pilpres di Tengah Panasnya Situasi Semenanjung Korea

Pemilihan Presiden Korea Selatan akan berlangsung pada 9 Mei 2017, di tengah tensi tinggi Korea Utara.

Liputan6.com, Seoul - Pada 9 Mei 2017, Pemilihan Presiden Korea Selatan ke-19 dalam sejarah akan berlangsung. Dan menariknya, pemilihan presiden tersebut digelar di tengah dua peristiwa penting.

Pertama, pemilu itu dilakukan setelah presiden petahana Park Geun-hye dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya setelah terlibat dalam kasus korupsi, nepotisme, pemerasan, serta pembocoran informasi rahasia negara.

Kedua, pilpres yang akan dilaksanakan pada 9 Mei 2017 nanti berlangsung di tengah tensi tinggi situasi Korea Utara.

Ternyata, kedua isu itu berpengaruh cukup besar bagi proses pemilihan nanti. 

Ada lima kandidat presiden yang akan mencalonkan diri. Kelima kandidat tersebut antara lain, Moon Jae-in dari Partai Demokrat, Hong Jun-pyo dari Partai Liberty Korea, Ahn Cheol-soo dari Partai People's, Yoo Seung-min dari Partai Bareun, dan Sim Sang-jung dari Partai Keadilan.

Masyarakat Korea Selatan terbelah menjadi dua kubu utama. Kubu pertama adalah mereka yang mendukung kandidat berhaluan sosialis-demokratis dan kubu kedua yang mendukung kandidat berhaluan kanan-konservatis.

Dari kubu kanan-konservatif, calon presiden unggulan adalah Ahn Cheol-soo dari Partai People. Pendukung kandidat ini didominasi oleh generasi tua, konservatif, dan pro-AS.

"Ancaman komunis dari utara masih sangat tinggi. Kita membutuhkan AS untuk melindungi kita," kata Lee Seung-won yang berusia 74 tahun dan mengidentifikasikan dirinya berhaluan konservatif.

Sementara itu, dari kubu sosialis demokratis, calon presiden unggulan adalah Moon Jae-in dari Partai Demokrat. Pendukung partai ini didominasi oleh generasi muda, pengabolisi konflik dan perang, serta berorientasi pada isu kepemudaan seperti pekerjaan dan korupsi.

"Aku mendukung Moon. Pertama, aku yakin ia tidak akan menjadi korup seperti Park Geun-hye. Aku yakin ia bersih," ujar Choi Jihye, 23 tahun, seorang mahasiswa, seperti yang dikutip National Public Radio.

Moon Jae-in (AP)

Kandidat presiden Moon Jae-in --yang pada pilpres tahun 2012 lalu mencalonkan diri melawan Park Geun-hye-- kini unggul di sejumlah jajak pendapat sejumlah lembaga survei independen.

Eurasia Group, sebuah lembaga sigi, memperkirakan Moon Jae-in akan memenangi pemilu dengan probabilita sebesar 80 persen.

Pengamat politik menilai bahwa unggulnya Moon Jae-in yang berhaluan sosialis-liberal dalam survei independen itu disebabkan karena kekecewaan publik pada presiden sebelumnya, Park Geun-hye yang berhaluan konservatif.

Jika berhasil memenangi pemilu, Moon Jae-in diprediksi akan mengubah Korea Selatan menjadi berhaluan sosialis dan liberal. Selain itu, mantan aktivis HAM itu berjanji akan memperbaiki hubungan Seoul dan Pyongnyang menjadi lebih bersahabat.

Namun, sang aktivis HAM itu tidak menutup kemungkinan akan melakukan langkah tegas terhadap isu Korea Utara.

"Saya akan melakukan segala langkah untuk memperbaiki kualitas hidup orang banyak, memperbaiki perekonomian negara, dan memulihkan keamanan nasional yang dulu sempat buruk. Saya juga mempertimbangkan apakah akan menekan dan memberi sanksi Korea Utara atau justru menjalin dialog yang baik dengan Kim Jong-un," kata Moon Jae-in seperti yang dikutip dalam Bussines Insider, Selasa (2/5/2017).

Ahn Cheol-soo (AP)

Namun, sejumlah lembaga survei juga menunjukkan bahwa kandidat presiden Ahn Cheol-soo yang berhaluan konservatif juga masuk dalam daftar calon presiden yang difavoritkan memenangi pemilu, seperti yang diwartakan The New York Times.

Kebijakannya yang dinilai 'tegas' terhadap isu Korea Utara ternyata menarik para calon pemilih konservatif Negeri Ginseng.

"Jika Utara akan melakukan serangan, kita harus membalas serangan itu," tegas Tuan Ahn.

Hingga kini, Moon Jae-in dan Ahn Cheol-soo diperkirakan akan menjadi dua kandidat terunggul pada pilpres Korea Selatan 9 Mei 2017 nanti.