Sukses

Pangeran Arab Saudi: Iran Berambisi Kendalikan Dunia Islam

Membingkai ketegangan Iran-Saudi sebagai konflik sektarian, ia menegaskan bahwa tujuan Teheran adalah untuk mengendalikan dunia Islam.

Liputan6.com, Riyadh - Wakil Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman al-Saud buka suara terkait hubungan negaranya dan Iran yang kerap "panas dingin." Ia menegaskan, tidak ada ruang untuk berdialog dengan Iran mengingat Negeri Para Mullah tersebut berambisi untuk "mengendalikan dunia Islam."

Wawancara dengan Pangeran Mohammed yang disiarkan di sejumlah saluran TV Arab Saudi tersebut dinilai memberikan gambaran sekilas perihal bagaimana negeri kerajaan tersebut memandang Iran. Pernyataannya juga sekaligus mencerminkan kekuasaannya.

Pangeran berusia 31 tahun yang ditunjuk oleh sang ayah, Raja Salman, sebagai pewaris takhta urutan kedua itu juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Arab Saudi. Pangeran Mohammed mengendalikan keterlibatan Saudi dalam perang di Yaman melawan pemberontak yang didukung Iran.

Tidak hanya berwenang dalam urusan keamanan, Pangeran Mohammed juga mengawasi sektor ekonomi. Ia berada di balik program-program yang cukup radikal untuk merombak ekonomi Saudi.

Dalam masalah ketegangan Iran-Saudi sebagai konflik sektarian, ia menegaskan bahwa tujuan Teheran adalah mengendalikan dunia Islam.

"Bagaimana saya bisa memahami seseorang atau sebuah rezim yang memiliki kepercayaan yang teguh dibangun di atas ideologi ekstremis? Apa kepentingan di antara kita? Bagaimana saya bisa memahami hal tersebut?," ujar Pangeran Mohammed seperti dilansir The Guardian, Rabu (3/5/2017).

Persaingan Arab Saudi dan Iran terlihat dalam perang proxy yang terjadi nyaris di seluruh Jazirah Arab. Mereka berseberangan dalam perang di Suriah dan Yaman, juga saling mendukung pihak berlawanan di Libanon, Bahrain dan Irak. Konflik Riyadh-Teheran telah memperdalam permusuhan Sunni-Syiah antara kelompok garis keras di kedua belah pihak.

Jika ditarik mundur, hubungan Arab Saudi-Iran telah tegang sejak revolusi meletus di Iran tahun 1979. Masing-masing pihak dinilai berusaha menjadi yang terkuat di dunia muslim.

Ketegangan meningkat tahun 2016, saat Arab Saudi mengeksekusi seorang ulama Syiah. Peristiwa itu memicu penyerangan terhadap Kedubes Saudi di Iran oleh para demonstran hingga berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dan perdagangan.

"Kami tahu kami adalah target utama Iran. Kami tidak akan menunggu sampai ada pertempuran di Arab Saudi. Jadi, kami akan berusaha hingga pertempuran terjadi di Iran, bukan Arab Saudi," ujar Pangeran Mohammed.

Sang pangeran membela kebijakan negaranya untuk terlibat dalam perang di Yaman. Konflik di Yaman telah memperburuk krisis kemanusiaan yang telah lebih dulu melanda negara itu.

Para ahli mengatakan, perang yang telah berlangsung lebih dari dua tahun mencapai jalan buntu. Arab Saudi dan sekutunya belum berhasil mengusir pemberontak Houthi yang didukung Iran dari Sana'a dan sejumlah kota besar lainnya.

Ketika disinggung hal tersebut, Pangeran Muhammad menegaskan bahwa Houthi dapat diberantas dalam hitungan hari. Namun ia menjelaskan Arab Saudi hanya belum mengirim angkatan darat untuk merebut kembali ibu kota dan sejumlah kota besar lain. Terutama mengingat jika itu terjadi, maka akan menyebabkan kematian ribuan orang, baik di pihak tentara Saudi maupun warga sipil Yaman.

"Waktu ada di pihak kami. Begitu pula dengan kesabaran," ujar Menhan Arab Saudi tersebut.