Liputan6.com, Queensland - Seorang ibu yang membunuh delapan bocah -- tujuh anaknya sendiri dan satu keponakan -- di Kota Cairns, Australia, pada Desember 2014, tidak akan diadili secara pidana.
Keputusan Mental Health Court atau Pengadilan Kesehatan Jiwa Queensland yang dirilis Kamis, 4 Mei 2017 itu menyatakan, wanita tersebut "tidak waras" saat melakukan pembunuhan.
Baca Juga
Raina Thaiday mengalami gangguan psikologi saat melakukan aksi pembunuhan. Empat jasad anak laki-laki dan empat anak perempuan, yang berusia antara 2-14 tahun, ditemukan di sebuah rumah di Kota Manoora.
Advertisement
Saat ini, wanita berusia 40 tahun tersebut ditahan di sebuah pusat keamanan di Brisbane (Australia). Belum diketahui apakah ia akan dibebaskan kembali untuk berbaur dengan masyarakat.
Dikabarkan rumah tempat delapan anak yang terbunuh tersebut dirobohkan. Bangunan itu diganti menjadi sebuah taman untuk mengingat para korban: Malili, Angelina, Shantae, Raysen, Azariah, Daniel, Rodney, dan Patrenella.
Thaiday telah didakwa bersalah atas pembunuhan anak-anak tersebut.
Namun, pengadilan memutuskan ia tak dapat diadili. Pasalnya, menurut pengadilan ia menderita gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku (skizofrenia) yang tidak terdiagnosis.
Di bawah undang-undang Queensland, orang yang mengalami gangguan kejiwaan dianggap tidak bertanggung jawab secara kriminal atas tindakan mereka dan tidak dapat dituntut.
Para ahli mengatakan, sebelum pembunuhan terjadi, ia tidak pernah mendapat pengobatan masalah kejiwaan.
Beberapa psikiater bersaksi bahwa kemungkinan keadaan mental Thaiday telah memburuk pada bulan-bulan sebelumnya.
Thaiday percaya bahwa dia adalah "yang terpilih" dan terobsesi melakukan pembersihan untuk melindungi diri dan keluarganya dari roh-roh jahat.
Kepada salah seorang psikiater, perempuan itu pernah berkata, "Seekor burung merpati memanggil -- baik nyata ataupun yang ada di bayangan saya."
"Dia mendengar suara seekor burung merpati dan percaya suara itu adalah pesan untuk membunuh anak-anaknya sebagai upaya menyelamatkan keluarga," kata psikiater forensik Dr Jane Phillips dikutip dari BBC.com Kamis (4/5/2017).
Tak ketinggalan Dr Frank Varghese mengatakan, ia menderita "delusi apokaliptik".
Delusi apokaliptik adalah paham yang bertentangan dengan kenyataan. Gangguan delusi merupakan gangguan mental psikosis yang ditandai ketidaksinambungan antara pemikiran dan emosi.Â
"Kasus ini cukup unik dan menghebohkan karena belum saya lihat sebelumnya. Ini adalah skizofrenia yang sangat mendalam," ujar Dr Frank Varghese.
Jasad-jasad itu ditemukan oleh anak tertuanya, Lewis Warria. Ia menemukan sang ibu di depan rumah dengan 35 luka tusukan yang ia perbuat sendiri.
Hakim Jean Dalton mengatakan, ada bukti bahwa Thaiday tidak bersalah. Hakim meyakini ia tidak bisa mengendalikan diri dan memahami tindakannya.
"Thaiday menderita penyakit jiwa yang menghilangkan kapasitasnya pada saat terjadi pembunuhan," ujar Dalton.
Artinya, dia berhak untuk membela diri atas pikiran yang tidak sadar saat melakukan pembunuhan. Hakim yakin dengan bukti itu, dan tidak ada keraguan dalam menjatuhkan keputusan.