Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang sejarah manusia, ada saja diktator, otokrat, dan tiran. Demikian juga halnya dengan pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka lakukan.
Tapi, hanya sedikit dari kekejian itu yang diingat manusia. Beberapa yang masih diingat adalah Holocaust oleh Nazi Jerman, dan Pogroms atau kekerasan besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu atas perintahTsar Rusia.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari Therichest.com pada Jumat (5/5/2017), mungkin saja orang lupa kelakuan keju para diktator, karena dampaknya tidak sampai seperti dua Perang Dunia.
Ukuran kekejian itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, tapi perhitungan jumlah kematian menjadi alat ukur yang paling lazim -- walaupun tidak semua situasi akibat kekejian itu tidak selalu bisa dihitung dengan angka.
Berikut ini adalah sejumlah kekejian diktator atau penguasa lain yang menelan banyak korban:
1. Serangan Senjata Kimia oleh Saddam Hussein
Operasi Pembebasan Irak menjungkalkan pemerintahan Baath dan memicu bangkitnya perang sipil sesudahnya. Kondisi Irak hingga saat ini masih jauh dari damai.
Tapi jangan lupa apa yang dilakukan rezim Baath di bawah pimpinan Saddam Hussein, misalnya penggunaan senjata kimia terhadap kelompok-kelompok yang dianggap musuh pemerintah dan revolusi.
Untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, senjata kimia dipakai lagi dalam Perang Iran-Irak. Kebanyakan korban serangan senjata kimia adalah militer Iran, tapi perlawanan Teheran menahannya imbang.
Pemerintah Baath kemudian mengarahkan senjata kimia ke kawasan Kurdi sebagai upaya pemusnahan agar kaum Kurdi tunduk menyerah.
Tidak ada penelitian tentang seberapa banyak korban serangan senjata kimia oleh Saddam Husein. Belakangan, penggunaan senjata kimia menjadi salah satu pembenaran bagi invasi oleh AS.
Advertisement
2. Ladang Pembunuhan
Banyak orang mengetahui tentang Ladang Pembunuhan (Killing Fields) melalui lagu "Holiday in Cambodia" garapan Dead Kennedy. Tapi lagu tersebut tidak cukup untuk menjelaskan tentang genosida Kamboja.
Pihak Khmer Merah mengoperasikan ladang-ladang pembunuhan dari 1977 hingga 1979, suatu masa yang dipandang sebagai yang paling berdarah dalam sejarah Kamboja.
Awal kekerasan dimulai pada 1975 ketika Demokratik Kamboja, yaitu pemerintahan yang dibentuk oleh Khmer Merah, mengosongkan kota-kota untuk membangun perekonomian agraris yang hancur selama perang.
Seiring berjalannya waktu, pada 1977, pemerintahan di bawah pimpinan Pol Pot mulai membasmi kelompok-kelompok yang berseberangan dan pendukung Vietnam dalam partainya. Kekerasan itu menular ke penduduk pada umumnya.
Pada umumnya, korban ladang-ladang pembunuhan itu ditaksir antara 2 hingga 3,5 juta orang. Ada saja alasan untuk mengirim orang ke pabrik kematian, misalnya karena seseorang menggunakan kaca mata.
Kebrutalan genosida itu, terutama terhadap kaum Kinh yang dominan di Vietnam, mengundang invasi Vietnam ke Kamboja pada 1979 sehingga menghentikan teror oleh Pol Pot.
3. Aktion T4
Dalam Perang Dunia II, kelompok Nazi bertanggungjawab atas upaya terbesar genosida dalam sejarah manusia.
Tapi, hanyalah itulah yang diingat orang. Banyak yang lupa program pembunuhan massal Aktion T4 bentukan rezim itu.
Program pembunuhan massal itu tidak ditujukan kepada ras atau etnis tertentu, tapi diarahkan kepada mereka yang menderita penyakit turunan dan gangguan mental.
Bagi Partai Pekerja Jerman di bawah naungan Nazi, program itu merupakan cara pemurnian ras Arya, dan mereka menyebutnya dalam dokumen-dokumen sebagai “higiene mental.”
Ternyata, program ini dijalankan Nazi berdasarkan kampanye eugenik pada masa itu di AS. Program Aktion T4 membinasakan setidaknya 200 ribu orang dewasa dan anak-anak dalam waktu singkat antara 1939 hingga 1941.
Advertisement
4. Genosida Rwanda
Genosida Rwanda yang dilakukan semasa pemerintahan Presiden Théodore Sindikubwabo dan memiliki dampak besar dalam sejarah Afrika dikenal karena beberapa alasan.
Pertama adalah karena keengganan masyarakat internasional bersikap aktif mengutuk dan menghentikan pemusnahan setidaknya 8000 warga Tutsi di Rwanda. Terlebih lagi, pelakunya bukan hanya perangkat negara, tapi juga oleh rakyat bersenjatakan parang.
Théodore Sindikubwabo menyerukan pembantaian kaum Tutsi secara cukup terbuka melalui pidato radia yang memerintahkan semua kaum pria Hutu "bertugas" membunuh kaum Tutsi.
Hanya dalam waktu 100 hari, antara 75 hingga 80 persen populasi Tutsi dibunuh berdasarkan perintah Interahamwe.
Di akhir genosida sekaligus akhir perang saudara Rwanda, Front Patriotik Rwanda dari pihak Tutsi mendepak pemerintahan Sindikubwabo yang didukung Interhamwe.
Genosida itu akhirnya menjadi sebab utama Perang Pertama Kongo karena dukungan rejim Mobutu kepada Interahamwe dan Front Demokrasi Pembebasan Rwanda untuk menerobos masuk ke dalam Rwanda.
5. Pembersihan Etnis di Myanmar
Konflik internal Myanmar berlangsung beberapa dekade melintasi beberapa pemerintahan. Yang paling kentara dalam masa itu adalah serangkaian pembersihan etnis yang malah didukung pemerintah.
Yang teranyar adalah pembantaian terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Menurut beberapa orang, pemerintahan sekarang di bawah Republik Kesatuan adalah pemerintahan sipil, tapi tindakan mereka terhadap minoritas membuktikan sebaliknya, apalagi dengan konstitusi yang memberi hak kepada pihak militer untuk melakukan kudeta.
Menurut Undang-Undang Myanmar, kaum Rohingya bukanlah warga negara walaupun sudah ada di sana selama ratusan tahun.
Pemerintah membidik kaum Rohingya, Shan, dan Kokang agar diusir sehingga menciptakan krisis berkepanjangan pengungsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Persoalan semakin ruwet setelah 2014, ketika pemerintah Burma beberapa kali melanggar perjanjian-perjanjian gencatan senjata.
Advertisement
6. Genosida Armenia
Salah satu upaya pembersihan etnis yang paling diingat dalam sejarah adalah Genosida Armenia pada masa Kesultanan Ottoman dari 1915 hingga 1923, berdasarkan perintah Menteri Peperangan Ismail Enver Pasha.
Dalam Genosida Armenia, sekitar1,5 juta etnis Armenia terbunuh.
Enver Pasha menerbitkan Perintah 8682 pada 25 Februari 1915 yang melucuti semua etnis Armenia di kalangan angkatan bersenjata dan mencabut pangkat mereka.
Alasan resminya adalah tudingan bahwa Patriarki Armenia memberikan rahasia-rahasia negara kepada pihak Kekaisaran Rusia.
Hanya sebentar sesudah terbitnya Perintah 8682, Kesultanan Ottoman menyita properti milik kaum Armenia dan mengusir mereka.
Mereka yang tidak diusir malah dibawa ke kamp-kamp konsentrasi hingga kelaparan atau dibunuh.
Selama masa genosida, lazim terjadi pemerkosaan massal dan barisan kematian yang didukung oleh negara.
Kesultanan Ottoman menggunakan berbagai cara untuk menghabisi populasi Armenia, misalnya menggunakan gas, ditenggelamkan, atau dibakar secara massal.
Hingga sekarang, pemerintah Turki dan Azerbaijan menolak adanya kejadian tersebut.
7. Negeri Bebas Kongo
Republik Demokratik Kongo memiliki cukup banyak diktator, misalnya Leopold II, Mobutu Sese Seko, dan Laurent-Désiré Kabila. Masing-masing melakukan sesuatu yang menjadi kategori tersendiri.
Mungkin, yang paling mengejutkan dalam sejarah diktator adalah Negeri Bebas Kongo, yaitu diktator secara pribadi oleh Raja Leopold dari Belgia.
Dengan segenap cara, Yang Mulia mencoba mengubah kawasan Kongo menjadi kawasan ekonomi paling menguntungkan sedunia.
Tapi, ia melakukannya dengan segala cara. Negeri Bebas Kongo memang sangat menguntungkan, tapi juga sebagai pabrik kematian karena pelembagaan perbudakan dan lainnya.
Desa-desa seringkali menjadi tempat kejadian pembantaian massal karena adanya kebijakan mutilasi warga yang gagal memenuhi kuota tidak realistis pada bahan mentah semisal karet.
Karena tingginya kuota dan syarat potong tangan kalau tidak mencapainya, maka pecahlah perang hanya untuk mengumpulkan tangan-tangan. Menurut beberapa pengamat, tangan-tangan pun menjadi alat jual-beli.
Antara 10 hingga 15 juta warga Kongo meninggal dunia karena peristiwa yang seringkali disebut sebagai Genosida Terlupakan tersebut.
Advertisement
8. Lompatan Jauh ke Depan di China
Lompatan Jauh ke Depan menjadi hal yang amat menyakitkan bagi sebagian kalangan di China.
Secara resmi, tujuan Lompatan Jauh ke Depan adalah agar secara drastis meningkatkan produksi baja dan besi China demi meraih ekonomi yang modern.
Secara teori memang indah, tapi pelaksanaannya memiliki akibat-akibat seperti bencana. Apalagi, waktu pelaksanaan pun sungguh tidak tepat, sehingga Lompatan Jauh ke Depan menyebabkan kelaparan massal.
Kaum petani jelata menjadi sumber utama tenaga kerja karena merekalah mayoritas populasi pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Rakyat jelata harus membagi waktu mereka antara pertanian dan tungku baja di ladang. Banyak tungku pembakaran baja itu masih ada hingga sekarang.
Selain mengilangkan tugas pertanian yang menyebabkan masalah, pola cuaca pada masa itu menyebabkan salah satu kekeringan paling parah dalam sejarah China sehingga jutaan orang merana dan meninggal dunia.
Salah satu akibat paling mencengangkan kebijakan itu adalah paksaan dari Partai Komunis agar Mao Zedong mengkritik dirinya sendiri dilanjutkan dengan pencabutan sejumlah aspek dalam kekuasaannya.