Sukses

Arab Saudi Berencana Hapus Kebijakan Diskriminasi Perempuan

Arab Saudi berencana untuk memberikan perempuan kebebasan untuk mengenyam pendidikan, bekerja, dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi berencana untuk memberikan perempuan kebebasan untuk mengenyam pendidikan, bekerja, dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Negeri Para Raja itu merupakan salah satu negara dengan segregasi gender (jarak perbedaan hak yang jauh antara laki-laki dengan perempuan) dan diskriminasi gender terbesar di dunia. Jarak hak antara perempuan dengan laki-laki begitu besar, hingga membuat kaum hawa hidup di bawah pengawasan ketat kaum adam.

Tanpa pengawasan laki-laki (seperti ayah, suami, anak, atau wali laki-laki), para perempuan tidak diperbolehkan untuk melakukan sejumlah hal, seperti mengemudikan mobil, atau keluar rumah dengan tidak mengenakan cadar.

"Sistem pengawasan laki sangat memalukan dan tidak Islami. Beberapa laki-laki menyalahgunakan hal ini untuk kepentingan diri sendiri, bahkan cenderung mengarah pada kekerasan," jelas Maha Akeel, aktivis hak perempuan dan direktur Organisation of Islamic Cooperation di Jeddah, seperti yang dikutip oleh The Independent, Minggu, (7/5/2017).

Namun kini, kantor berita Arab Saudi melaporkan bahwa negeri pimpinan Raja Salman itu tengah berencana untuk memperbolehkan perempuan untuk mendapatkan pelayanan pemerintah, seperti pendidikan dan kesehatan, tanpa memerlukan persetujuan dari pihak laki-laki.

"Kebebasan lain berupa hak untuk secara tunggal merepresentasikan diri sendiri dalam sebuah persidangan," ujar sang aktivis.

"Kini, dapat terbuka suatu ruang diskusi untuk membicarakan sistem pengawasan itu. Perempuan merupakan individu yang independen dan mampu mengurus diri mereka masing-masing," tambahnya.

Rencana kebijakan itu juga muncul sebagai alasan untuk melakukan diversifikasi lapangan pekerjaan dengan memasukkan perempuan sebagai tenaga kerja di Arab Saudi. Rencana diversifikasi itu muncul karena Negeri Para Raja berkeinginan untuk mengurangi dependensi pemasukan kas negara dari sektor minyak dan beralih ke sektor ketenagakerjaan.

Tren keterlibatan perempuan di aktivitas publik di Arab Saudi telah muncul sejak tahun 2011. Tahun itu ditandai dengan dibolehkannya perempuan untuk masuk dalam Dewan Syura pemerintah. Setahun berikutnya, atlet perempuan Arab Saudi mampu terlibat dalam Olimpiade London 2012, menandai keterlibatan perempuan Negeri Para Raja untuk pertama kalinya pada pesta olahraga dunia itu.

Bagaimanapun, Arab Saudi masih menempati urutan bontot --yakni di urutan 141 dari 144 negara-- Global Gender Gap. Daftar yang diisukan oleh World Economic Forum itu mengurutkan seberapa besar tingkat segregasi gender di tiap negara dunia yang diukur berdasarkan partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi, politik, kesehatan, dan pendidikan.

 

Â