Sukses

Denyut Ekonomi di 'Pintu Gerbang' Jalur Sutra Maritim

Fujian yang berlokasi di tenggara daratan China berperan penting dalam upaya menghidupkan kembali Jalur Sutra Maritim.

Liputan6.com, Fuzhuo - Pada 7 September 2013, selang beberapa bulan setelah terpilih sebagai presiden, Xi Jinping mengemukakan gagasan pembangunan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra atau Silk Road Economic Belt (Jalur Sutra Darat). Hal tersebut disampaikan Xi Jinping dalam kunjungan kenegaraannya ke Kazakhstan.

Tiga minggu kemudian, tepatnya ketika melawat ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road (Jalur Sutra Laut).

Dalam lawatannya ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road

Baik Sabuk Ekonomi Jalur Sutra maupun Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 bertujuan untuk menghubungkan negara-negara yang dilintasi rute perdagangan Jalur Sutra kuno, mulai dari Asia Tengah hingga Eropa dan Afrika, serta mulai dari Asia Tenggara hingga Jazirah Arab. Kedua konsep ini digabungkan sehingga dikenal pula dengan istilah Belt and Road Initiative (BRI) -- sebelumnya sempat disebut One Belt One Road (OBOR).

Pada tahun yang sama ketika inisiatif BRI diluncurkan, pemerintah China menginisiasi lahirnya Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang bertujuan mendukung pembangunan infrastruktur di kawasan Asia. Bersama Silk Road Fund, sebuah lembaga investasi milik pemerintah, AIIB menjadi pendorong peningkatan investasi di negara-negara terkait BRI.

Dan yang menjadi kunci penghubung cita-cita Tiongkok untuk menghidupkan kembali Jalur Sutra Maritim adalah Provinsi Fujian. Ini tidak lepas dari keberadaan Quanzhou.

Pada abad ke-14, Marco Polo dikabarkan tiba di Quanzhou. Ia menggambarkan Quanzhou sebagai pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia.

Sebelum Marco Polo, penjelajah muslim asal Maroko, Ibnu Batutah telah lebih dulu tiba di Quanzhou -- kini masuk dalam wilayah Provinsi Fujian. Ia menginjakkan kaki di sana pada tahun 1345. Salah satu hal pertama yang dicatatnya adalah, kaum muslim menyebut kota itu sebagai "Zaitun", meski ia sendiri tidak menemukan satu pun buah zaitun di Quanzhou.

Dalam catatannya, Ibnu Batutah memuji para seniman lokal dan keahlian mereka melukis orang asing yang baru saja tiba (ini ditujukan bagi kepentingan keamanan). Ia juga mengagumi banyak hal lainnya, termasuk para pengrajin sutra dan keramik.

Beberapa tahun terakhir, pemerintah China merilis kebijakan yang menguntungkan Fujian. Misalnya dengan menunjuk Fujian sebagai Area Inti dari Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 (Core Area of the 21st Century Maritime Silk Road), zona percontohan perdagangan bebas (the Pilot Free Trade Zone), zona percontohan ekonomi kelautan (the Marine Economic Pilot Zone), dan zona percontohan pengembangan ramah lingkungan.

Fujian berlokasi di pantai tenggara daratan China, meliputi area seluas 124.000 kilometer persegi dan berhadapan langsung dengan Taiwan melalui Selat Taiwan. Provinsi yang beribu kota di Fuzhou ini memiliki populasi 38,74 juta jiwa dan sekitar 15,8 juta warganya kini hidup di luar negeri -- 12 juta di antaranya berdomisili di negara-negara ASEAN.

Kampung halaman utama bagi orang China perantauan, julukan itu melekat pada Fujian. Di Indonesia sejumlah keluarga miliarder tercatat berasal dari sana. Sebut saja seperti Lim Sioe Liong atau Sudono Salim, pendiri Salim Group dan Li Moe Tie atau Mochtar Riady yang merupakan pendiri Lippo Group.

Pasca-reformasi ekonomi Tiongkok lebih dari 30 tahun lalu, Fujian kini berkembang pesat, baik secara ekonomi maupun sosial, menjadi salah satu kekuatan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan sangat cepat. Pada tahun 2016, total GDP Fujian tercatat RMB 2,86 triliun dengan GDP per kapita RMB 73,617. Sementara pendapatan asli daerah RMB 414,3 miliar dan volume perdagangan luar negeri mencapai RMB 1,04 triliun.

Dalam perkembangan infrastruktur, Fujian juga mencatat kemajuan. Provinsi ini memiliki rel kereta sepanjang 3.300 kilometer dan jalan bebas hambatan yang membentang sejauh 5.000 kilometer. Kapasitas pelabuhan di Fujian mencapai 413 juta metrik ton.

Dengan kapasitas pembangkit listrik mencapai 49,2 juta kilowatt, Fujian menjadi basis energi utama di pesisir selatan China.

Hingga saat ini, Fujian telah menjalin hubungan dagang dengan lebih dari 190 negara dan wilayah di seluruh dunia serta membuka hubungan kota kembar (sister city) dengan 90 provinsi di 36 negara. Di Indonesia sendiri, Fujian memiliki hubungan kembar dengan Jawa Tengah.

Pada 24 - 28 April 2017, Liputan6.com dan sejumlah jurnalis dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina diundang oleh Kementerian Luar Negeri China untuk berkunjung ke sejumlah sektor industri di Fujian demi menengok lebih dekat perkembangan di wilayah yang berperan penting dalam mewujudkan kesuksesan Belt and Road Initiative.