Sukses

Keramik hingga Game Virtual, Ini 5 'Raksasa' Industri di Fujian

Seiring dengan kebijakan China untuk menghidupkan kembali Jalur Sutra Maritim, perkembangan ekonomi di Fujian penting untuk dicermati.

Liputan6.com, Fuzhou - Provinsi Fujian yang berlokasi di pantai tenggara daratan China memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita Tiongkok menghidupkan kembali Jalur Sutra kuno atau dikenal pula dengan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI).

Ini tidak lepas dari sejarah Quanzhou, kota setingkat prefektur yang terletak di tenggara Fujian. Quanzhou pernah menjadi kota pelabuhan terbesar di dunia.

Pada zaman keemasannya, yakni era Dinasti Song dan Dinasti Yuan, Quanzhou merupakan pelabuhan yang melayani jalur perdagangan antara Tiongkok dengan berbagai wilayah di dunia. Karenanya, provinsi ini dijuluki 'pintu gerbang' Jalur Sutra Maritim.

Marco Polo yang menginjakkan kaki di Quanzhou pada Abad ke-14 menggambarkannya sebagai pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia. 

Terkait dengan kebijakan Belt and Road Initiave yang digagas Presiden Xi Jinping pada tahun 2013, maka perkembangan ekonomi dan sosial di Fujian menjadi penting untuk diketahui.

Atas undangan dari Kementerian Luar Negeri China, Liputan6.com dan sejumlah jurnalis dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina berkesempatan berkunjung ke Provinsi Fujian pada 24 - 28 April 2017.

Para jurnalis diajak melihat langsung perkembangan sejumlah sektor industri di beberapa wilayah di Fujian. Mulai dari virtual reality hingga penerbangan, berikut ini ulasannya:

 

2 dari 6 halaman

1. Virtual Reality

NetDragon, perusahaan yang bergerak di industri virtual reality (VR) atau realitas maya menjadi pemberhentian pertama. Berbasis di Fuzhou, NetDragon tidak hanya inovator terkemuka di dunia game, namun juga di industri aplikasi mobile, pendidikan, dan sistem informasi.

Perusahaan pembuat game ini berhasil menembus pasar global sejak tahun 2003 melalui produk yang mereka kembangkan sendiri. Dan kini, NetDragon menjadi operator game online China terbesar di Amerika Serikat, Arab Saudi, dan sejumlah negara lain.

Produk NetDragon dioperasikan dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Spanyol, dan Arab. Pihak NetDragon yang diwakili oleh Deputi General Manager Ray Cai menolak menyebutkan berapa pendapatan perusahaan yang digadang-gadang sebagai cikal bakal lahirnya "Silicon Valley" kelas dunia di sektor VR.

Salah satu kacamata virtual yang dipamerkan di show room NetDragon (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

Selama empat tahun berturut-turut, NetDragon masuk dalam daftar 100 perusahaan teknologi top China dan selama dua tahun berturut-turut mereka memenangkan posisi sebagai perusahaan berkinerja terbaik di Tiongkok.

"Secara global, perusahaan ini memiliki 7.000 staf, sementara mereka yang bermarkas di Fuzhou hanya 1.000 orang," ungkap Ray.

Di show room NetDragon terdapat sejumlah produk yang dipamerkan seperti kaca mata virtual, simulator transportasi, hingga game virtual itu sendiri.

3 dari 6 halaman

2. Perikanan Laut

Volume ekspor hasil laut Indonesia ke China masih terbuka lebar menyusul tingginya permintaan di pasar domestik, sementara hasil tangkapan nelayan mereka belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Fakta ini didapat dalam kunjungan Liputan6.com ke Mandy Group, sebuah perusahaan pengolahan dan distributor hasil laut yang berada di Distrik Mawei, Fuzhou.

"Kami hanya mampu memenuhi 50 persen dari total kebutuhan dalam negeri, sisanya impor dari negara-negara lain. Impor dari Asia Tenggara mencapai 40 persen di mana 20 persennya berasal dari Indonesia. Yang lainnya datang dari berbagai kawasan," ujar Managing Director Fujian Ming Cheng Fishmarket Andy Lin pada 25 April 2017.

Menurutnya, kebutuhan hasil laut di Tiongkok terus mengalami kenaikan rata-rata 10 persen setiap tahunnya. Ketika disinggung komoditas laut asal Indonesia yang paling diminati ia menjawab, "Cumi-cumi, ikan layur (ribbonfish), dan butterfish."

Ikan layur merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang diminati pasar China (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

Sejak tahun 1998, Mandy Group telah hadir sebagai pusat pertukaran produk laut berskala besar dan juga salah satu pemilik lemari pendingin (cold storage) terbesar di Fuzhou, Sanming, dan Weifang. Dengan kapasitas mencapai 150.000 ton, Mandy Group masuk dalam 50 perusahaan logistik cold storage terbesar di Tiongkok.

Tidak jauh dari Mandy Group, terdapat China ASEAN Marine Product Exchange (CAMPE), yaitu pusat perdagangan produk perikanan laut yang berdiri di atas lahan 350.000 meter persegi.

Setidaknya lebih dari 300 jenis hasil laut dari seluruh dunia diperdagangkan di sini. Volume perdagangan tahunan CAMPE berkisar 2.000.000 metrik ton dengan nilai perdagangan setiap tahunnya RMB 30 miliar.

Jian Zhou, General Manager International Development Centre CAMPE menjelaskan, anggota CAMPE bukanlah negara melainkan perusahaan. Dan sejauh ini, baru satu perusahaan Indonesia bergabung dengan wadah yang melayani transaksi online, pengiriman, dan perdagangan lintas batas tersebut. Namun Jian menolak menjelaskan lebih jauh terkait keberadaan perusahaan Indonesia di CAMPE.

CAMPE sendiri didirikan untuk menetapkan sistem harga bagi produk perikanan, mengoptimalkan alokasi sumber daya, memangkas jalur jual beli, mengurangi biaya transaksi, mengintegrasikan sumber daya terkait demi membentuk standar terpadu bagi industri perikanan China-ASEAN. CAMPE juga diharapkan dapat mempromosikan kerja sama perikanan antara China dan negara-negara ASEAN.

Berdiri sejak tahun 2013, kini CAMPE menangani sekitar 50 persen perdagangan laut dunia. Pesatnya perkembangan industri perikanan di Fuzhou tidak lepas dari peran sejarah. Sejak zaman kuno, Mawei merupakan salah satu pelabuhan perikanan penting.

4 dari 6 halaman

3. Garmen dan Alat Olahraga

Di Jinjiang, kota setingkat kabupaten di Fujian, berdiri 361°, sebuah perusahaan yang mengintegrasikan branding, reseach & development, desain, produksi, dan distribusi produk seperti sepatu olahraga, pakaian jadi, aksesori olahraga, pakaian anak-anak, serta perlengkapan outdoor.

Perusahaan tersebut berada di kawasan industri Wuli yang memiliki luas area 215.333 meter persegi dengan total investasi mencapai RMB 1,2 miliar.

Kawasan itu terbagi atas dua fungsi. Pertama basis produksi sepatu, pakaian, pusat logistik modern, dan pusat kehidupan, sementara yang kedua area kantor dan administrasi, pusat riset dan pengembangan, serta apartemen bagi pejabat senior.

Bangunan dengan luas 30.000 meter persegi menjadi hunian bagi hampir dari 10.000 karyawan. Berbagai fasilitas tersedia di tempat itu, termasuk restoran, pusat perbelanjaan, dan pusat rekreasi serta olahraga.

Salah satu pakaian dan alat olahraga yang diproduksi oleh 361° (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

Sayangnya, ketika Liputan6.com berkunjung ke sana pihak perusahaan enggan membuka informasi terkait pendapatan, penjualan, serta jumlah produksi mereka.

Pemberian berbagai insentif, termasuk penggunaan lahan sangat membantu pengembangan perusahaan dan menarik tenaga kerja baik lokal maupun asing.

"361° adalah perusahaan yang tercatat di bursa lokal dan bursa global. Jadi dengan cara ini mereka dapat menggalang dana dari publik untuk pengembangan perusahaan," ujar Su Zhi Hong, staf senior dari Overseas Chinese, Taiwanese, and Foreign Affairs Bureau of Jinjiang City pada 26 April 2017.

Selain bersaing dengan sejumlah merek besar lainnya di pasar domestik, 361° juga mengekspor produknya ke sejumlah negara termasuk di antaranya negara-negara ASEAN.

361° merupakan penyedia pakaian olahraga eksklusif bagi sejumlah tim nasional China. Produk mereka juga dikenakan oleh komite olimpiade dari 28 negara dan sejumlah tim profesional dari berbagai penjuru dunia.

Di Asia, 361° mensponsori 2010 Guangzhou Asian Games dan 2014 Incheon Asian Games. Label ini juga merupakan mitra bagi penyelenggaraan 2011 World University Game dan 2014 Youth Olympic Games serta menyediakan dukungan penuh bagi Rio 2016 Olympic Games.

Perusahaan ini juga menyediakan pakaian olahraga profesional bagi sejumlah atlet kelas dunia seperti Kevin Love, Stephon Marbury, Dexter Lee, Sun Yang, Ning Zetao, Ye Shiwen, dan Yang Xu.

5 dari 6 halaman

4. Keramik

Dehua County di Fujian merupakan salah satu dari tiga kawasan yang dijuluki "ibu kota keramik" China. Di wilayah yang memiliki luas 2.232 kilometer persegi ini terdapat museum keramik profesional pertama di Provinsi Fujian. Keberadaannya dinilai sangat penting sebagai ruang untuk mempromosikan budaya, teknik, dan sejarah keramik.

Ketika berkunjung ke Dehua Ceramic Museum, Liputan6.com mendapat informasi bahwa nenek moyang masyarakat Dehua telah mulai memproduksi tembikar sejak Zaman Neolitik. Pada akhir era Dinasti Tang dan Dinasti Lima, produksi keramik dimulai dan mengalami kemajuan pesat. Monograf keramik "Metode Industri Tembikar" pun mulai disusun.

Pada zaman Dinasti Song dan Yuan, seiring dengan meningkatnya pamor Quanzhou sebagai "pelabuhan terbesar di China", keramik Dehua menjadi komoditas ekspor penting yang diangkut melalui Jalur Sutra Laut. Keramik Dehua digambarkan memiliki ciri murah namun berkualitas.

Ekskavasi yang dilakukan terhadap situs tempat pembakaran keramik Wanpinglung dan Qudougong mencerminkan tingkat teknik pembakaran pada masa itu. Dari ekspor melalui Jalur Sutra Laut pada era Dinasti Song dan Yuan, keramik Dehua dan teknik pembuatannya menyebar ke Asia, Afrika, dan Barat.

SMG melayani sejumlah merek global seperti Coca Cola, Disney, Walmart, Sanrio, Avon, Target, Auchan, dan lainnya (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

Julukan Dehua sebagai ibu kota keramik dikemukakan oleh Marco Polo. Dalam catatan perjalanannya ia menulis, "Dan saya tahu bahwa di dekat kota Citong ada satu yang bernama Tiunguy (Dehua) di mana mangkuk dan keramik lainnya diproduksi dalam jumlah besar dan indah..."

Wakil Wali Kota Dehua Jiang Wenqiang memaparkan, tahun 2016 produksi keramik dari kota ini tercatat senilai RMB 19,95 miliar. "Kami adalah rumah bagi 2.600 perusahaan keramik dengan lebih dari 100.000 pekerja. Dan 70 persen produk kami diekspor ke lebih dari 180 negara."

Jiang tidak memiliki data pasti tentang kontribusi keramik terhadap GDP Dehua. Namun ditegaskannya, "Industri keramik merupakan penyumbang terbesar dan selain keramik kami tidak punya banyak industri lain."

Ekspor keramik Dehua juga sampai ke Indonesia. Namun Jiang tidak dapat menyebut data statistiknya.

"Ekspor utama kami adalah ke Amerika Serikat dan Eropa di mana terdapat permintaan yang tinggi terkait dengan dekorasi seperti Natal dan Paskah," imbuhnya.

Liputan6.com juga diajak bertandang ke Shunmei Group (SMG), produsen dan eksportir keramik yang berdiri sejak tahun 1998. Dengan pekerja lebih dari 2.000 orang, Shunmei Group memproduksi sejumlah barang seperti keramik, poly-resin, dan lilin aromaterapi.

Produk Shinmei diekspor ke lebih dari 80 negara. Dekorasi Natal, Paskah, dan berbagai jenis ornamen bergaya Barat sangat laku dijual ke pasar AS dan Eropa.

"Pendapatan ekspor kami berada di atas USD 20 juta tahun lalu dan pasar domestik kami juga terus berkembang. Kami memiliki jaringan penjualan di Beijing dan Xiamen," terang Zheng Qizeng, General Manager Senior Economist Shunmei Group.

Dengan luas 180.000 meter persegi, SMG memiliki ruang pamer keramik terbesar di dunia yang terdiri dari aneka tema seperti Disney, Easter Holiday, Halloween, Natal, dan banyak lagi. Tidak hanya berfungsi sebagai show room, namun bangunan ini juga merupakan kawasan wisata nasional 4A dan menyediakan work shop.

SMG melayani sejumlah merek global seperti Coca Cola, Disney, Walmart, Sanrio, Avon, Target, Auchan, dan banyak lagi.

6 dari 6 halaman

5. Transportasi

Persinggahan terakhir Liputan6.com di Provinsi Fujian adalah Xiamen, sebuah kota seluas 1.699 kilometer persegi yang berhadapan dengan Selat Taiwan dan memiliki populasi 3,86 juta jiwa.

Di sana, rombongan wartawan diajak berkunjung ke Xiamen Airlines, maskapai penerbangan pertama di Tiongkok yang dijalankan pihak swasta. Setelah 33 tahun berdiri, Xiamen Airline dinilai sukses berkembang hingga Presiden Xi Jinping memujinya sebagai "epitome pengembangan industri penerbangan China."

"Untuk Indonesia, kami mengoperasikan masing-masing satu penerbangan dari Xiamen ke Jakarta, satu dari Fuzhou ke Jakarta. Dan juga satu penerbangan dari Xiamen ke Denpasar," ungkap Hu Nan, Vice Presiden International Business Department Xiamen Airlines pada 27 April 2017.

Oleh Presiden Xi Jinping, Xiamen Airlines dijuluki epitome pengembangan industri penerbangan China (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

Ditambahkan Hu, belum ada rencana untuk menambah jadwal penerbangan ke Indonesia. Frekuensi penerbangan ke Indonesia tergolong jauh lebih sedikit dibanding ke Singapura mengingat Negeri Singa merupakan market terbesar Xiamen Airlines.

"Untuk Singapura, Xiamen Airlines terbang dua kali dalam sehari dari Xiamen ke Singapura dan satu kali dari Fuzhou ke Singapura, demikian juga dari Hangzhou. Kami punya rencana untuk menambah jadwal penerbangan masing-masing satu dari Xiamen ke Singapura dan juga dari Fuzhou ke Singapura," jelas Hu.

Sementara itu, untuk Filipina, Xiamen Airlines akan meresmikan penerbangan langsung ke destinasi wisata Kalibo pada akhir Juni 2017. Saat ini, maskapai tersebut memiliki 67 jadwal penerbangan setiap minggunya ke Manila dan Cebu.

Xiamen Airlines tercatat merupakan maskapai yang mengoperasikan armada Boeing terbesar di China. Saat ini mereka melayani penerbangan hingga ke Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan sejumlah kota di Eropa. Maskapai ini memiliki total aset RMB 40 miliar dan nilai aset bersih RMB 16 juta.

"Kami meningkatkan jumlah pelanggan dengan mengubah bandara Xiamen sebagai pusat transit ke Amerika, termasuk Vancouver. Sejauh ini, banyak orang Filipina yang menjadikan Xiamen sebagai tujuan transit, termasuk para pelaut," tutur Hu.

Saat ini, Xiamen Airline melayani 11 destinasi di Asia Tenggara dan enam destinasi internasional. Per Februari 2017, salah satu maskapai termuda di dunia ini memiliki 148 armada dan pada tahun 2020, jumlahnya disebut akan meningkat menjadi 286.

Xiamen Airlines memiliki catatan laba operasi berkesinambungan terlama dibanding maskapai swasta lainnya di China dan merupakan satu-satunya perusahaan yang mampu mencapai prestasi tersebut selama 30 tahun berturut-turut.

Pelabuhan Xiamen juga menjadi catatan penting terkait dengan Belt and Road Initiative. Terletak di pesisir tenggara Cina dan di sisi barat Selat Taiwan, Pelabuhan Xiamen berada di persimpangan dua wilayah ekonomi, yakni timur laut dan tenggara Asia.

Itu adalah titik ekuilibrium antara dua pusat pelayaran utama, yaitu Shanghai dan Hong Kong. Di lain sisi, letak pelabuhan Xiamen tepat di rute pelayaran Laut Cina Selatan-Laut China Timur dan rute pelayaran Asia Timur-Asia Tenggara.

"Pelabuhan Xiamen sangat mudah dijangkau karena kami terhubung melalui kereta cepat dengan sejumlah wilayah seperti Jiangxi, Beijing, Shanghai, dan juga Zhejiang. Jadi kami dapat mengakomodasi banyak penumpang dari provinsi-provinsi terdekat," ujar Chen.

Ditambahkan oleh Chen, saat ini pihaknya tengah membangun terminal penumpang baru yang dijadwalkan akan rampung dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Dari kapasitas saat ini 3.000 orang, terminal baru nantinya akan dapat menampung dua kali lipatnya.

Dengan panjang dermaga 1,4 kilometer, pelabuhan Xiamen dapat menampung 3 kapal pesiar besar dan satu kapal ro-ro. Chen sendiri tidak menyebutkan berapa persisnya kapasitas pelabuhan kontainer saat ini.

Sebuah kapal pesiar tengah berlabuh di pelabuhan Xiamen (Khairisa Ferida/Liputan6.com)

"Pasar utama kita memang fokus di Taiwan, namun posisi Xiamen yang berada di tengah membuat kami dapat bergerak ke Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Filipina dan sejumlah kawasan lain. Jadi, prospeknya sangat cerah. Pertumbuhan penumpang sendiri cukup pesat, tahun ke tahun mencapai 200 persen," ungkap Chen.

Pelabuhan kontainer yang dikelola Xiamen merupakan yang terbesar ke-16 di dunia dan keempat di China. Chen Yiduan, Wakil Direktur Jenderal Xiamen Port Authority pada 28 April 2017 mengatakan, tahun ini pihaknya berharap dapat menampung 10 juta TEU kontainer dibanding tahun lalu yakni 1,61 juta TEU.

Walau sudah menjalin hubungan dengan sejumlah pelabuhan penting lain di berbagai kawasan, namun belum ada kerja sama dengan pelabuhan di Indonesia. Meski demikian, ia memastikan bahwa konektivitas dengan ASEAN terus berkembang. "Misalnya saja, saat ini kami tengah menjajaki kerja sama dengan Brunei Darussalam."

Pada tahun 2016, pelabuhan Xiamen telah mengoperasikan 143 jalur pelayaran kontainer, termasuk di antaranya 17 pelayaran ke kawasan Asia Tenggara.

Video Terkini