Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut Korea Utara sebagai "ancaman mencolok". Pernyataan ini mencuat pasca-uji coba rudal yang dilakukan negeri pimpinan Kim Jong-un tersebut.
Sebelumnya, Korea Selatan dan Jepang lebih dulu mengutuk peluncuran rudal tersebut. Langkah provokatif Korut ini terjadi selang beberapa hari setelah pelantikan presiden baru Korsel Moon Jae-in.
Baca Juga
Pernyataan yang dirilis Gedung Putih mendesak dijatuhkannya "sanksi yang jauh lebih kuat" terhadap Korut.
Advertisement
"Dengan rudal yang berdampak sangat dekat dengan tanah Rusia -- faktanya, lebih dekat ke Rusia dibanding Jepang -- presiden (Trump) tidak dapat membayangkan Rusia senang dengan hal ini," ungkap pernyataan tersebut seperti dilansir News.com.au, Minggu (14/5/2017).
Sementara itu, Presiden Moon yang langsung mengadakan pertemuan dengan Dewan Keamanan Nasional Korsel setelah mengetahui peluncuran rudal tersebut mengatakan, tindakan Korut jelas melanggar resolusi DK PBB. Ia juga menekankan, perilaku Pyongyang merupakan "tantangan berat" terhadap keamanan kawasan.
Selain itu, Moon juga memerintahkan pihak militer untuk mempercepat pembentukan sistem pertahanan rudal Korsel KAMD.
Adapun PM Jepang Shinzo Abe menegaskan, peluncuran rudal Korut "sama sekali tidak dapat diterima". Ia juga memastikan bahwa uji coba rudal yang dilakukan berulang kali oleh Korut merupakan "ancaman berat bagi Jepang" dan sebuah pembangkangan yang nyata atas resolusi PBB.
Menurut kantor berita Korsel Yonhap News, rudal Korut meluncur sejauh 700 kilometer. Jarak tersebut menunjukkan bahwa uji coba itu berhasil.
Komando Pasifik AS memastikan bahwa uji coba rudal tidak memicu ancaman bagi Amerika Utara.
Kantor berita Jepang Kyodo memuat dalam laporannya, bahwa rudal tersebut mencapai ketinggian 1000 kilometer. Saat ini pemerintah Jepang dikabarkan tengah mencermati jenis rudal.
Peluncuran terbaru ini dilakukan setelah sebelumnya seorang diplomat senior Korut Choi Son Hui mengatakan, Pyongyang siap melakukan dialog dengan AS dalam kondisi yang tepat. Choi dikabarkan baru kembali dari Norwegia dalam rangka memimpin sebuah delegasi yang mengadakan pertemuan informal dengan mantan pejabat dan ilmuwan Amerika.
Ia tidak menjelaskan banyak tentang situasi di negerinya, namun pernyataannya dinilai mengarah pada kemungkinan Korut dan AS akan menempuh jalur negosiasi untuk pertama kalinya sejak tahun 2008.
Reaksi atas peluncuran rudal Korut juga datang dari Menteri Pertahanan Australia Marise Payne. Ia mengutuk Korut atas tindakan provokatif tersebut.
"Australia menganggap ini sebagai tindakan sembrono dan provokatif yang memicu ketidakstabilan, baik regional maupun global...," terang Payne.
Uji coba rudal ini terjadi di tengah kehadiran armada tempur AS, Jepang, dan dua negara Eropa lainnya di kawasan Pasifik. Berkumpulnya sekutu tersebut dinilai sebagai sebuah "pesan" bagi Korut.
Korut sendiri membutuhkan uji coba untuk menyempurnakan program rudalnya, namun peluncuran pasca-terpilihnya pemimpin baru di AS dan Korsel dinilai sebagai upaya untuk mengukur reaksi dua negara tersebut.
Presiden baru Korut yang berlatar liberal sebelumnya mengatakan, ia bersedia mengunjungi Korut jika situasinya tepat. Hal senada juga dilontarkan oleh Trump menandai bahwa kedua pemimpin ini membuka pintu bagi dialog dengan rezim Kim Jong-un.
Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat dalam beberapa bulan terakhir setelah AS mengatakan akan mempertahankan seluruh opsi di atas meja demi menghentikan program nuklir Korut, termasuk serangan militer.
Korut menanggapinya dengan berjanji akan membalas dengan serangan nuklir yang menghancurkan. Situasi semakin "kusut" kala belum lama ini Pyongyang menahan dua akademisi AS yang dituding merupakan agen CIA untuk membunuh Kim Jong-un.