Liputan6.com, Jakarta - Peribahasa 'maju terus pantang mundur' terkesan heroik, apalagi di medan perang. Yang terbayang adalah sekelompok pasukan terus maju menggempur barisan tentara lawan, hingga peluh dan darah penghabisan, demi merebut kemerdekaan.
Namun ternyata, salah satu strategi militer terbaik dalam sebuah peperangan adalah melakukan aksi mundur teratur, demi memulihkan kondisi jiwa-raga prajurit agar berenergi dalam pertempuran selanjutnya.
Baca Juga
Meski taktik itu tak dijamin 100 persen berhasil, namun beberapa di antaranya menunjukkan tingkat keefektifan yang mumpuni dalam sebuah pertempuran.
Advertisement
Seperti yang dilantangkan oleh Jenderal Oliver P. Smith dari AS pada Pertempuran Chosin di tengah Perang Korea 1950, "Mundur? Omong kosong! Kita tidak mundur, namun melakukan penyerangan dari arah yang berbeda!"
Hikayat sejarah menunjukkan satu atau dua peperangan yang berhasil dimenangkan dengan taktik tersebut, seperti pada Perang Dunia misalnya. Akan tetapi, tak sedikit pula aksi mundur dari pertempuran menandai kekalahan telak dalam sebuah peperangan.
Berikut 5 aksi mundur dari perang yang terkenal sepanjang sejarah konflik bersenjata, seperti yang dirangkum Liputan6.com dari The List Verse, Senin, (15/5/2017).
Â
1. Aksi Mundur Napoleon dari Moskow, Rusia
Pada 1812, Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte bertekad untuk menghentikan suplai barang mentah untuk musuhnya, Inggris, yang datang dari Kekaisaran Rusia.
Penghentian suplai itu dinilai Napoleon mampu menguntungkan posisi Prancis dalam peperangan dengan Inggris.
Untuk mencapai tujuan itu, Napoleon memutuskan untuk melakukan invasi ke Ibukota Rusia. Pada 14 September 1812, pasukan sang Raja Prancis berhasil tiba di Moskow.
Namun, ternyata, Napoleon terkejut saat menemukan Ibukota Rusia itu telah kosong-melompong ditinggalkan oleh para warga sipil dan pasukan militer.
Napoleon berharap dengan ditinggalkannya Moskow dari pasukan militer membuka peluang bagi pasukan Prancis untuk bebas menjarah suplai bahan mentah dari Ibukota Rusia itu. Ternyata, harapan itu hanya angan belaka karena seluruh suplai bahan mentah di Moskow pun ikut dibawa pergi bersama ribuan warga sipil dan militer yang melakukan evakuasi.
Sang raja pun pulang ke tanah air dengan tangan hampa. Tak hanya itu, mereka juga diterpa oleh iklim buruk, wabah penyakit, kekurangan bahan makanan, dan kejaran hewan liar nan buas selama melakukan perjalanan pulang dari Moskow ke Paris.
Hasilnya, dari 500.000 pasukan yang dibawa Napoleon ke Moskow, hanya kurang dari 100.000 orang yang berhasil tiba di Prancis dengan selamat.
Â
Advertisement
2.. Jalan Raya Kematian, Perang Teluk I
Setelah mengalami krisis ekonomi menahun, pemimpin Irak Saddam Husein memutuskan untuk melakukan invasi militer ke Kuwait guna merebut sejumlah kilang minyak di negara Teluk Arab itu. Invasi itu menandai awal Perang Teluk I pada 2 Agustus 1990.
Pada Januari 1991, Amerika Serikat yang menolak invasi Irak ke Kuwait mulai mengirim ratusan ribu pasukan militer ke Teluk Arab. Terkepung oleh koalisi pasukan Kuwait, Arab Saudi, dan dipimpin oleh AS, tentara Irak mulai kewalahan serta mempertimbangkan opsi mundur dari Perang Teluk.
Pada 26 Februari 1991, pasukan Irak pun memutuskan mundur dari Perang Teluk dan kembali ke Irak. Jalur evakuasi yang dipilih oleh pasukan Saddam Husein itu adalah jalan raya lintas negara yang menghubungkan Kuwait - Irak.
Namun, bukannya menguntungkan, aksi mundur pasukan Irak itu justru berdampak buruk bagi pasukan Saddam Hussein. Pada pagi 26 Februari 1991, ketika 1.500 personel dan alutsista Irak melintas di jalan raya tersebut, mereka dibombardir oleh militer AS yang telah mengetahui terlebih dahulu rute evakuasi pasukan Saddam Husein.
Alhasil, hampir sebagian besar pasukan Irak yang melintas di jalan raya itu tewas karena merasakan kedigdayaan bom AS.
Maka, populerlah nama Highway of Death yang digunakan oleh pasukan Negeri Paman Sam untuk memberi nama jalan raya lintas negara itu, disamping banyaknya korban tewas (death) sebagai dampak bombardir militer AS.
Â
3. The Great Retreat, Perang Dunia I
Pada tahun 1914, Pertempuran Mons merupakan salah satu konflik bersenjata terhebat dalam Perang Dunia I. Pertempuran itu menampilkan adu kuat antara militer Inggris melawan pasukan Jerman.
Namun, pertempuran itu terjadi tidak berimbang dua berbanding satu untuk keunggulan kuantitas pasukan Jerman. Tak ingin menelan kekalahan telak, pasukan Britania Raya memutuskan untuk mundur dari peperangan.
Akan tetapi, pasukan Inggris berkeinginan untuk tetap memberikan perlawanan sambil melakukan aksi mundur.
Taktik itu menuai secercah kesuksesan, meski pasukan Inggris kerap dibombardir oleh artileri Jerman selama proses mundur. Kesuksesan itu dipengaruhi oleh akurasi menembak pasukan Inggris yang mumpuni dalam mendaratkan timah panas ke tubuh pasukan Jerman.
Bagi pasukan Inggris, aksi mundur itu disebut sebagai The Great Escapes. Karena, selama dua minggu berturut-turut, pasukan Britania Raya berhasil menghindari sergapan pasukan Jerman, tiba di Sungai Marne (titik berkumpul evakuasi pasukan Sekutu), dan pada waktu yang bersamaan berhasil mengurangi kuantitas dan memukul mundur pasukan Jerman secara krusial.
Â
Advertisement
4. Pertempuran Waduk Chosin, Perang Korea
Pada November 1950, 150.000 Pasukan Sembilan Tentara China berhasil mengepung 30.000 pasukan PBB yang dipimpin Amerika Serikat di Waduk Chosin, timur Korea Utara.
Namun, pengepungan itu tidak dilakukan secara efektif sehingga sejumlah pasukan PBB berhasil melakukan evakuasi dari Waduk Chosin untuk menuju titik aman di Korea Selatan.
Para pasukan PBB yang dipimpin Divisi Marinir Pertama AS melintasi celah pegunungan sempit di Chosin. Selama dua minggu, pasukan PBB menghindari kejaran tentara China sambil bertukar letupan timah panas antar-kedua kubu.
Setibanya di titik aman di Korea Selatan, sekitar 18.000 pasukan PBB hilang, luka, atau tewas dalam proses pelarian, dan menandai kemenangan bagi pihak China. Namun, kejayaan itu harus dibayar mahal oleh Tiongkok yang harus mengorbankan sekitar 30.000 hingga 50.000 personel selama proses pengejaran pasukan PBB.
Kekurangan personel akibat pengejaran Chosin membuat pasukan China harus menunda rencana penyerangan lain, dan mungkin berdampak pada kegagalan untuk merebut Korea Selatan dari tangan koalisi AS.
Â
5. Evakuasi Dunkirk, Perang Dunia II
Pada tahun 1940, Serangan Kilat (blitzkrieg) pasukan Nazi Jerman berhasil melululantakkan dataran Eropa. Hasilnya, Polandia, Norwegia, Denmark, Belanda, Luksemburg, dan Belgia berhasil direbut oleh pasukan Adolf Hitler dalam kurun waktu yang cukup cepat.
Prancis jadi salah satu negara yang diambang jatuh ke tangan Nazi Jerman saat salah satu kota di Prancis yang dianggap vital dari segi strategi militer hendak direbut oleh pasukan Wehrmacht (angkatan darat Nazi Jerman). Kota itu adalah Dunkirk.
Saat Wehrmacht hendak tiba di Dunkirk pada 1940, Adolf Hitler memerintahkan secara langsung agar pasukan Nazi Jerman menunda serangan ke kota pelabuhan di pinggir perbatasan Prancis itu. Padahal Panglima Nazi Jerman Herman Goering berujar bahwa pasukan udara Luftwaffe mampu dengan cepat membombardir kota yang menampung 300.000 pasukan Sekutu dan dengan mudah mengambil-alih kekuasaan Dunkirk ke tangan Hitler.
Tak dinyana, hal itu diketahui dan dimanfaatkan dengan baik oleh pasukan Sekutu. Sekitar 300.000 pasukan dan alutsista penting berhasil dievakuasi dari Dunkirk dalam rentang waktu singkat, menandai keuntungan besar bagi Inggris pada tahap Perang Dunia II selanjutnya.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Advertisement