Liputan6.com, Beijing - Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk uji coba rudal terbaru Korea Utara dengan menyebutnya berbahaya. Namun di lain sisi, Putin juga memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak mengintimidasi Pyongyang.
Pernyataan itu disampaikan Putin di Beijing, China, saat menghadiri KTT Belt and Road pada 14-15 Mei 2017. Orang nomor satu di Rusia tersebut menekankan solusi damai atas ketegangan yang tengah terjadi di Semenanjung Korea.
Baca Juga
"Saya ingin memastikan bahwa kami masuk dalam kategori menentang perluasan klub negara-negara nuklir, termasuk di Semenanjung Korea. Kami menentangnya dan menilainya kontraproduktif, merusak, dan berbahaya," ujar Putin seperti dilansir CNN, Senin (15/5/2017).
Advertisement
Dalam sebuah komentar yang ditujukan ke Amerika Serikat (AS), Putin mengatakan, "Mengintimidasi (Korut) tidak dapat diterima." Ia juga mendesak segera ditemukannya solusi damai.
Sementara itu Korut mengatakan, uji coba rudal terbaru tersebut merupakan respons atas bahaya dan ancaman nuklir yang dipicu AS dan para sekutunya.
"Kami akan melakukan tes peluru kendali balistik antarbenua (ICBM) kapan saja dan di mana saja sesuai dengan keputusan yang dibuat oleh pemimpin utama kami," tegas Duta Besar Korut untuk China Ji Jae Ryong dalam sebuah konferensi dadakan di Beijing, Senin waktu setempat.
Komentar Putin mencuat setelah Sekretaris Gedung Putih Sean Spicer mengatakan pada Minggu 14 Mei lalu, uji coba rudal Korut akan memancing respons lebih kuat dari Kremlin.
"Dengan rudal yang berdampak sangat dekat dengan tanah Rusia -- faktanya, lebih dekat ke Rusia dibanding Jepang -- presiden (Trump) tidak dapat membayangkan Rusia senang dengan hal ini," ungkap pernyataan yang dirilis Gedung Putih tersebut.
AS dan Rusia juga mengungkap fakta berbeda terkait di mana rudal tersebut "mendarat". Versi Washington, rudal jatuh hanya 96 kilometer dari kota pelabuhan Rusia Vladivostock, sementara itu Moskow mengatakan rudal mendarat 500 kilometer dari garis pantai Pasifik.
Menjangkau wilayah AS?
Menurut kantor berita KCNA, rudal terbaru yang diluncurkan Korut adalah jenis Hwasong-12, roket balistik strategis jarak jauh.
Hwasong-12 yang diluncurkan pada Minggu 14 Mei pagi mampu mencapai ketinggian 2.111 kilometer dan terbang sejauh 787 kilometer. Para analis mengestimasi, rudal tersebut mampu menjangkau jarak 4.500 kilometer dan ini berarti dapat menjangkau teritori AS di Guam.
Guam, sebuah pulau kecil di Pasifik merupakan rumah bagi Pangkalan Angkatan Udara Andersen.
KCNA mengatakan, uji coba rudal tersebut menunjukkan bahwa Korut memiliki semua sarana yang kuat untuk melancarkan serangan balasan, jika Washington menempuh opsi militer demi menghentikan program nuklir negara pimpinan Kim Jong-un tersebut.
Rusia dan Korut tidak menjalin hubungan dagang yang kuat, tapi mereka memiliki hubungan ekonomi yang cukup baik. Moskow dikabarkan belum lama ini memberikan izin bagi 50.000 tenaga kerja Korut untuk terlibat dalam sejumlah proyek di Negeri Beruang Merah itu.
Rusia adalah satu dari beberapa negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Korut. Kim Jong-il, ayah dari Kim Jong-un pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Moskow pada 2011. Sementara itu, Putin diketahui mengunjungi Pyongyang pada tahun 2000.
Bulan lalu, Rusia dan China mendukung sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk peluncuran rudal Korut, menuntut agar Pyongyang segera menghentikan tindakan lebih lanjut yang melanggar resolusi.
Terkait dengan uji coba Hwasong-12, DK PBB dikabarkan akan bertemu untuk membahas "pembangkangan" terbaru Pyongyang tersebut.
Sejak Donald Trump mengambil alih kekuasaan pada Januari 2017, pemerintah AS menegaskan bahwa cara rezim Obama yang mengedepankan kesabaran atas Korut telah gagal.
Tidak lama, Washington mengutus armada perang ke perairan Semenanjung Korea. Tindakan tersebut lantas dibalas dengan ancaman oleh Pyongyang.
Advertisement