Sukses

Bahas Isu Global, Lemhannas Gelar Jakarta Geopolitical Forum

Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) akan menyelenggarakan Jakata Geopolitical Forum 2017 pada 18 Mei 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka peringatan hari ulang tahun ke-52 yang jatuh setiap tanggal 20 Mei, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) akan menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum (JGF) 2017.

Kegiatan itu merupakan forum seminar internasional yang akan dihadiri oleh komunitas akademik, riset, dan kajian di bidang geo-politik.

Kegiatan itu akan dimulai pada 18 Mei hingga 20 Mei 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurut rencana, Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan akan memberikan pidato pembuka pada 18 Mei. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Wiranto akan memberikan pidato penutup pada 20 Mei.

Seminar akademik yang bertajuk 'Geopolitics in a Changing World' itu akan mengangkat sejumlah isu penting dalam konteks geopolitik, antara lain, perdamaian dan keamanan global, ekonomi, perubahan iklim, terorisme, ekstremisme, radikalisme, pencari suaka, dan migrasi. Isu itu akan dikupas oleh pakar yang berasal dari berbagai negara.

"Forum akademik ini jadi ajang pertemuan para pakar dan akademisi untuk saling bertukar perspektif tentang isu di bidang geopolitik, membahas dinamika politik global dalam konteks geografis, dan maknanya untuk negara masing-masing, termasuk Indonesia," ujar Gubernur Lemhannas RI Letnan Jenderal (Purnawirawan) Agus Widjojo dalam sebuah konferensi pers, sehari sebelum pelaksanaan JGF 2017, Rabu, (17/5/2017).

Kegiatan itu akan dihadiri oleh sejumlah tokoh pemerintahan Tanah Air serta komunitas akademik dan pakar dari berbagai belahan dunia, seperti Indonesia, Amerika Serikat, China, Rusia, Jepang, Inggris, Turki, Kanada, Australia, Austria, Singapura, Prancis, Mesir, PBB, dan Uni Eropa.

"Mereka akan membahas sejumlah isu politik global terkini, mengupasnya dari sudut pandang kepakaran dan negara asal masing-masing, dan memproyeksikan solusi pemecahan masalah untuk negara asalnya," tambah Agus Widjojo.

Pelaksanaan kegiatan ini bertepatan dengan mencuatnya sejumlah isu politik internasional yang hangat menjadi agenda diskusi pemerintah dan masyarakat dunia. Sejumlah isu itu antara lain, mencuatnya haluan politik populisme dan ekstrem-nasionalisme di sejumlah negara di Amerika, Asia, dan Eropa, isu 'One Belt, One Road' China, radikalisme, ekstremisme, dan pluralisme agama, serta isu pengungsi dan pencari suaka.

"Forum ini relevan. Indonesia sedang dihadapkan pada tantangan besar pada sejumlah isu itu. Populisme itu jadi paradoks globalisasi. Dulu kita berpikiran semakin mengglobal suatu negara, akan semakin identik dengan berbaurnya masyarakat internasional. Tapi kini justru sebaliknya, tengok Brexit misalnya. Amerika Serikat dengan 'American First'-nya," jelas Widjojo yang juga mantan Deputi Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

"Namun di saat yang sama, hubungan bilateral antar negara juga tetap terjadi. Begitu juga isu agama dan budaya serta hubungannya dengan radikalisme dan terorisme yang tidak dapat dipisahkan. Indonesia harus pintar mencermati, dan forum ini bisa menjadi salah satu cara agar kita bisa siap menghadapi dinamika itu," tambahnya.

Saksikan juga video berikut ini: