Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Senior Lembaga Penelitian dan Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar, memperingatkan soal fenomena kembali bersaingnya negara dunia mengembangkan senjata nuklir.
Dia menjelaskan, hal tersebut bukan sesuatu yang akan berlangsung. Namun, sudah terjadi dan tengah berjalan.
"Dengan moderenisasi teknologi senjata nuklir persaingan kembali senjata nuklir sudah terjadi," sebut Dewi di Gedung Nusantara Kemlu, Rabu (17/5/2017).
Persaingan tersebut didasari beberapa faktor. Pertama, terkait adanya beberapa konflik di sejumlah wilayah dunia.
Meski tak pernah mengungkapkan secara jelas, beberapa negara pemilik nuklir, berdalih pengembangan senjata nuklir merupakan antisipasi dari membesarnya konflik.
Baca Juga
Dewi mencontohkan, salah satu negara yang mengembangkan senjata nuklir beberapa waktu belakangan ini adalah Amerika Serikat (AS). Beberapa pengembangan pun sudah mulai dilakukan.
"AS keluar dari ABM (Anti-Ballistic Missile) pada 2004 dan mengembangkan national missile defense (NMD)," jelas dia.
Dia memaparkan, perjanjian pada 1972 yang ditandatangani AS, membuat mereka sangat terbatas untuk memiliki senjata ABM. Diketahuinya sebelum keluar dari perjanjian AS hanya punya dua senjata ABM.
"Melalui NMD AS dapat melindungi seluruh negeri dari serangan balistik misil sehingga secara teori AS bisa melakukan first strike dan sekaligus menangkal second strike dari musuhnya," ucap Dewi.
"Kebijakan NMD AS menimbulkan kekhawatiran Rusia dan China, hal ini memicu modernisasi teknologi senjata nuklir Rusia dan China," ujar Dewi.
Advertisement