Sukses

4 Fakta Aneh Seputar Kematian di Abad Pertengahan

Berikut, 4 fakta aneh nan unik seputar fenomena kematian di Eropa pada Abad Pertengahan

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena kematian disikapi sangat absurd oleh penduduk Eropa pada Abad Pertengahan (Medieval Ages). Pada masa itu, sejumlah orang memaknai pemakaman dan pekuburan sebagai tempat tinggal.

Sebagian orang yang lain menggunakan tulang-belulang manusia untuk fungsi dekoratif dan perhiasan. Sementara itu, pada beberapa kasus, mayat pembunuhan yang masih segar berdarah justru digunakan sebagai bukti dalam persidangan kasus pembunuhan.

Berikut, 4 fakta aneh nan unik seputar fenomena kematian di Eropa pada Abad Pertengahan, seperti yang dirangkum oleh Liputan6.com, dari Listverse, Minggu, (21/5/2017).

 

2 dari 5 halaman

1. Pekuburan Pusat Aktivitas Sosial

Ilustrasi Kuburan

Pada Abad Pertengahan, kuburan adalah tempat yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan masa kini. Alih-alih digunakan khusus untuk pembuangan orang mati, pada masa itu, pekuburan justru marak digunakan sebagai tempat kegiatan sosial masyarakat.

Sejumlah peristiwa sosial di pekuburan pada Abad Pertengahan meliputi; pemilihan umum, persidangan, khotbah, dan drama teater. Aktivitas prostitusi juga dilakukan di tempat itu.

Seperti yang dilaporkan oleh seorang ahli sejarah Philippe Aries, kuburan juga merupakan tempat perdagangan yang dikuasai milik gereja, bebas dari perpajakan, dan menjadi lokasi yang dicari bagi pemilik usaha kecil.

 

3 dari 5 halaman

2. Membawa Mayat di Persidangan

Ilustrasi Cruentation (Verlag Georg D. W. Callwey/Wikipedia.org)

Pada Abad Pertengahan, dikenal konsep Cruentation. Konsep itu dipahami sebagai fenomena mayat korban pembunuhan yang mengalami pendarahan jika dihadapkan langsung di depan pelakunya.

Konsep itu digunakan sebagai metode penegak hukum untuk melakukan pembuktian dalam persidangan kasus pembunuhan misterius. Atau ketika korban pembunuhan dibunuh oleh pelaku yang diduga sebagai ahli nujum.

Pencetus konsep itu adalah Raja James I dari Inggris yang ia tulis dalam buku Daemonologie. Dan pada Abad Pertengahan, konsep itu memiliki validitas hukum pada sebuah persidangan.

 

4 dari 5 halaman

3. Osuarium, Gudang Penyimpanan Tulang-Belulang Manusia

Catacombs Alexandria (Wikimedia Commons)

Fenomena pekuburan yang mengalami kepadatan merupakan masalah yang kerap terjadi pada Abad Pertengahan. Maka, untuk memberikan sejumlah ruang untuk pekuburan, masyarakat Abad Pertengahan membuat sebuah Osuarium.

Osuarium dimaknai sebagai sebuah gudang atau ruangan bawah yang digunakan untuk menyimpan tulang-belulang jenazah manusia yang sebelumnya telah mengalami proses pembusukan di pekuburan. Hal ini dilakukan agar lahan bekas pekuburan mayat yang telah mengalami dekomposisi itu dapat diisi oleh jenazah baru.

Banyak tempat semacam itu memiliki nilai artistik, karena tulang disusun untuk menghasilkan pola dan ornamen yang estetis. Bahkan, osuarium juga memiliki pesan religius, yakni untuk menyampaikan pesan kepada orang yang masih hidup untuk percaya terhadap kematian.

Salah satu osuarium yang terkenal adalah Catacombs of Paris, di Prancis. Osuarium bawah tanah itu menampung sekitar 6 juta jenazah manusia yang telah menjadi tulang-belulang. Selain di Paris, catacombs juga terletak di Alexandria, Naples, Roma, dll.

 

5 dari 5 halaman

4. Mayat Hidup

Ilustrasi zombie

Gagasan bahwa orang-orang yang meninggal dapat berinteraksi dengan orang yang masih hidup tersebar luas di Abad Pertengahan. Dan, sejumlah dokumen dan artefak sejarah kerap melaporkan tentang peristiwa tersebut.

Sebuah anekdot milik Willian dari Newburgh pada Abad ke-12 menyebut bahwa 'mayat orang mati...meninggalkan kuburan mereka dan berkeliaran.' Sementara itu, Biara Melrose di Skotlandia memiliki transkrip kesaksian seorang biarawati yang menyebut soal pastor yang telah meninggal namun 'terus mengerang dan bergumam dengan cara yang absurd.'

Menurut laporan, beberapa masyarakat Abad Pertengahan memperdebatkan persoalan yang disebut sebagai 'Revenant' itu. Fenomena itu dianggap dilematis, apakah merupakan bukti kekuasaan Tuhan atau justru sebaliknya, campur tangan Iblis.

 

 

Â