Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dilaporkan geram dan memaksa para menterinya menghadiri acara penyambutan Donald Trump di bandara. Tindakan itu diambil setelah mengetahui banyak para anggota kabinetnya berencana untuk tidak hadir.
Menurut laporan media Israel, insiden itu diawali pemberitahuan dari Gedung Putih soal aturan protokoler penyambutan Trump di bandara. Demi alasan keamanan, hanya PM Netanyahu dan Trump yang bersalaman. Mengetahui rencana itu, sejumlah ketua partai dan menteri menolak hadir.
Dikutip dari The Guardian, Senin (22/5/2017), Netanyahu langsung naik pitam mendengar rencana para menterinya yang ogah hadir dalam resepsi itu.
Advertisement
Haaretz, Times of Israel dan the Jerusalem Post semua memuat cerita kemarahan Netanyahu. Mereka mengutip keterangan sejumlah pejabat pemerintah Israel.
Sumber itu menyebut para menteri telah kecewa karena tidak disertakan dalam jalur penerimaan bersama dengan PM dan Trump di bandara.
Penolakan para menteri untuk hadir dalam penyambutan Trump adalah yang terbaru dari serangkaian kontroversi kunjungan miliarder nyentrik itu ke Israel.
Trump akan tiba di Israel, lalu menuju Yerusalem untuk bertemu Presiden Palestina.
Kunjungan tersebut dilakukan di tengah spekulasi soal apa yang akan dilakukan Presiden AS soal "kesepakatan damai final" Israel-Palestina seperti yang ia janjikan.
Presiden ke-45 AS itu akan bertemu Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas selama 26 jam kejadian.
Trump akan tiba dari Riyadh dengan Air Force One sesaat sebelum siang di Bandara Ben Gurion, ditemani oleh istrinya, Melania; anak perempuan, Ivanka; dan menantunya, Jared sebelum terbang dengan helikopter ke Yerusalem.
Selama kunjungannya, Trump akan secara singkat mengunjungi lokasi bekas Holocaust di Yad Vashem dan Gereja Makam Suci di Kota Tua. Ia direncanakan akan bersantap bersama Netanyahu dan melakukan kunjungan pribadi ke Tembok Barat, situs suci Yudaisme.
Kemudian pada Selasa pagi, Trump akan bertemu Abbas di Bethlehem sebelum terbang ke Roma.
Berbicara pada pertemuan kabinet mingguannya pada hari Minggu, menjelang kedatangan Trump, Netanyahu mengatakan, "Saya akan mendiskusikan dengan Presiden Trump cara untuk memperkuat persahabatan kami dengan Amerika Serikat. Kami akan memperbaiki hubungan keamanan kami, yang kami perkuat setiap hari. Kami juga akan membahas cara untuk memajukan perdamaian."
Kunjungan tersebut akan berlangsung dengan pengamanan ketat. Sekitar 10 ribu polisi dikerahkan, penutupan jalan akan diberlakukan di sejumlah titik.
Trump akan menghabiskan satu malam di sebuah suite di Hotel King David yang dilindungi oleh kaca yang mampu menahan roket berpeluncur granat dan serangan gas beracun.
Kunjungan tersebut terjadi pada saat yang menegangkan, yaitu menjelang peringatan 50 tahun Perang Enam Hari (Six Day War) pada awal Juni -- yang bagi orang-orang Palestina menandai lima dekade masa kependudukan negeri zionis.
Selain itu, kedatangan Donald Trump terjadi di tengah aksi mogok makan yang terus berlanjut oleh ratusan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel -- yang memicu demonstrasi di Tepi Barat.
Kunjungan Trump ke Israel juga banyak dikecam di AS. Salah satunya berasal dari Dan Shapiro, mantan duta besar AS untuk Israel di bawah Barack Obama.
Ia bahkan meramalkan, hal buruk bakal terjadi. "Saya pikir kunjungan Trump justru akan membawa keburukan sendiri baginya, hal ini karena kekacauan dan kontroversi yang sedang terjadi di Washington."
Perjalanan Trump juga dilakukan beberapa hari setelah ada laporan bahwa ia telah membocorkan rahasia kepada kepada menteri luar negeri Rusia tentang informasi intelijen rahasia yang dikatakan berasal dari sumber Israel.
Insiden tersebut menimbulkan pertanyaan tentang kerahasiaan informasi intelijen rahasia yang disampaikan ke AS oleh sekutu terdekatnya Timur Tengah.