Sukses

Makarim Wibisono Ungkap Suara Hati Rakyat Palestina Lewat Buku

Makarim Wibisono menyerukan aksi solidaritas dan dukungan internasional dalam bukunya yang berjudul Diplomasi untuk Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Pelapor Khusus PBB untuk situasi Hak Asasi Manusia kawasan Palestina, Makarim Wibisono meluncurkan sebuah buku terkait isu HAM di Palestina.

Buku dengan judul 'Diplomasi Untuk Palestina - Catatan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa' ini merupakan rangkaian cerita dan rekaman kejadian yang ia alami ketika bertugas di Tanah Tiga Agama.

Dalam bukunya Makarim mengatakan, Bangsa Palestina membutuhkan solidaritas dan dukungan internasional.

Bertempat di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri, Mayerfas selaku Inspektur Jenderal Kemlu membuka acara peluncuran dan bedah buku tersebut di hadapan tamu undangan. Mayerfas mengatakan, buku karangan Makarim merupakan bentuk nyata kontribusinya terhadap isu penegakan HAM di Palestina sejak ia bertugas.

"Buku ini bisa dijadikan sebagai salah satu sumber terkait isu yang terjadi di Palestina. Serta jadi bahan literatur bagi dunia pendidikan," ujar Mayerfas.

Melalui acara ini, Mayerfas juga menyuarakan semangat bangsa Indonesia untuk memerdekakan Palestina.

Pada KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang diselenggarakan pada bulan Maret  2016 lalu, Indonesia secara tegas menentang pendudukan Israel terhadap Palestina.

Makarim menyakini, kasus pelanggaran HAM yang dilakukan Israel bertentangan dengan dasar-dasar dan prinsip hukum internasional, hukum humaniter internasional, Konvensi Jenewa 1949 Tentang Korban Perlindungan Perang, Tehadap Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata.

Pria kelahiran Mataram ini mengatakan, dalam proses pembuatan buku, ia telah berkomunikasi dengan para korban pelanggaran HAM. Mendengarkan kesaksian mereka dan melaporkannya secara berkala ke Dewan HAM PBB.

Makarim Wibisono juga mengaku bahwa ia merasa terhormat bahwa buku karangannya mendapat dukungan secara penuh oleh pihak Kemlu. Ia juga merasa bahagia dapat hadir pada forum bedah buku tersebut.

"Alasan saya membuat buku ini karena mendapat desakan dari orang-orang terdekat seperti teman, istri, dan keluarga. Mereka mengimbau saya untuk membuat sebuah karya yang dapat memberi kontribusi bagi orang banyak," ujar Makarim.

"Saya memilih isu Palestina karena ini adalah pengalaman khusus yang saya alami sendiri. Palestina membutuhkan aksi solidaritas dan dukungan dari dunia internasional untuk menjadi negara yang merdeka dan berdaulat," tambah Makarim.

Buku yang terdiri dari tujuh bab tersebut bercerita secara gamblang tentang rincian peristiwa pelanggaran HAM di Palestina.

Di antaranya, kebijakan blokade darat, laut dan udara oleh Israel serta pembagian wilayah Palestina yang berujung pada pelanggaran HAM yang lebih buruk.

Akibat aksi tersebut mengakibatkan hancurnya tempat tinggal warga dan infrastruktur sipil, pengungsian masal, dan jatuhnya korban. Tak hanya itu, penangkapan dan penahanan anak-anak kian marak terjadi.

Makarim juga menangkap suara warga Palestina yang membutuhkan hak atas kesehatan dan pendidikan. Bukan hanya kisruh di lapangan, ia juga mencatat perdebatan yang terjadi di Dewan HAM PBB terkait pelanggaran tersebut.

"Saya mencoba untuk menangkap suara hati warga Palestina yang mengerucut pada tiga tuntutan. Pertama, kebutuhan untuk mendapatkan akuntabilitas atas pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah kependudukan. Kedua, mengakhiri blokade, dan yang ketiga adalah mengakhiri aksi militer Israel di Palestina," ujar Makarim.

Dalam acara bedah buku yang dimoderatori Buyan Saptomi, juga dihadiri oleh tokoh lintas agama, mahasiswa, dan duta besar dari berbagai negara. Makarim mengatakan bahwa buku tersebut ia persembahan kepada almarhum kedua orangtuanya.