Liputan6.com, Washington, DC - Penyelidikan yang dilakukan Pentagon mengonfirmasi, serangan udara yang dipimpin Amerika Serikat terhadap sebuah bangunan di Kota Mosul, Irak, pada 17 Maret lalu menewaskan lebih dari 100 warga sipil.
Pernyataan Pentagon yang dikutip Al Jazeera, Jumat (26/5/2017) menyebutkan serangan udara di Distrik al-Jadidah, Mosul, menargetkan dua penembak jitu ISIS di sebuah gedung yang tengah terlibat baku tembak dengan pasukan kontra-terorisme Irak.
Baca Juga
Baik pihak koalisi maupun pasukan Irak mengklaim tidak tahu bahwa ada warga sipil di dalam gedung tersebut. Mereka juga mengaku tidak tahu bahwa ISIS telah menempatkan bom seberat 226 kilogram di dalam gedung yang memicu terjadinya ledakan sekunder.
Advertisement
Dilansir dari The Washington Post, dua penembak jitu ISIS dan 105 warga sipil, termasuk di antaranya empat orang yang berada di sebuah rumah yang berdekatan dengan gedung, tewas akibat ledakan. Sementara itu, kematian 36 warga sipil lainnya tidak dapat dipertanggungjawabkan mengingat tidak ada bukti cukup untuk memastikan status dan keberadaan mereka.
Beberapa hari usai serangan tersebut, sejumlah laporan menyebutkan korban tewas yang ditemukan mencapai lebih dari 200 orang.
Serangan udara tersebut diyakini merupakan insiden paling mematikan yang melibatkan korban sipil dalam perang melawan ISIS tiga tahun terakhir di Suriah dan Irak. Menurut kelompok pemantau swasta Airwars, serangan udara koalisi pimpinan AS di Mosul turun cukup tajam pada April 2017.
Penyelidikan Pentagon juga menemukan fakta bahwa warga sipil yang terbunuh dalam serangan Maret lalu merupakan mereka yang diundang untuk berlindung di bangunan itu. Informasi ini diperoleh dari warga yang diwawancara saat proses penyelidikan.
Pengakuan ini bertentangan ini pernyataan pejabat tinggi koalisi pimpinan AS. Saat berbicara dalam konferensi pers yang digelar 11 hari pasca-serangan tersebut, Jenderal Stephen Townsend mengatakan, ISIS menggiring warga sipil ke gedung itu dan memanfaatkan mereka sebagai perisai.
Penyelidikan Pentagon menyebutkan pula bahwa pasukan AS dan pasukan Irak gagal melakukan pengamatan saat warga sipil berbondong-bondong masuk ke gedung .
Koalisi pimpinan AS mengatakan, serangan udara 17 Maret diperintahkan oleh seorang komandan lokal. Bom yang digunakan saat itu GBU-38 dengan pertimbangan dapat menembus atap bangunan serta meminimalkan risiko merusak struktur bangunan.
Sebelumnya, AS hanya mengakui bahwa pihaknya "mungkin" berperan dalam kematian warga sipil tanpa memberikan konfirmasi lebih lanjut. Penyelidikan Pentagon sendiri dilakukan di tengah klaim, pasukan AS di bawah pemerintah Donald Trump telah menewaskan lebih banyak warga sipil. Ini dipicu rencana untuk "memusnahkan" ISIS.