Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

10 Pemerintah Negara Ini Dorong Warganya untuk Berhubungan Seks

Rendahnya tingkat fertilitas menyebabkan 10 pemerintah negara ini membuat sejumlah program untuk mendorong warganya agar berhubungan seks.

Liputan6.com, Kopenhagen - Demografi menyarankan bahwa negara membutuhkan tingkat kelahiran lebih dari dua anak per keluarga. Hal tersebut bertujuan untuk memenuhi 'replacement fertility' atau tingkat di mana kelahiran baru mengisi ruang kosong akibat kematian.

Namun karena faktor budaya dan ekonomi, hanya separuh dari 224 negara di dunia yang bisa mencapai replacement fertility.

Bagi negara yang tak dapat mencapai hal tersebut, pemerintahnya mendorong masyarakatnya untuk berhubungan seks agar menghasilkan banyak keturunan.

Pemerintah pun menggunakan sejumlah strategi untuk mendorong hal tersebut, mulai dari hal-hal yang sangat eksplisit hingga benar-benar aneh.

Dikutip dari Business Insider, Jumat (26/5/2017), berikut 10 negara yang mendorong masyarakatnya untuk berhubungan seks.

2 dari 3 halaman

Dari Promosi Wisata hingga Robot Bayi

1. Denmark

Negara kecil di Eropa Barat ini memiliki tingkat kelahiran yang sangat rendah, yakni 1,73 anak per perempuan. Hal itu membuat perusahaan perjalanan Denmark, Spies Rejser, membuat promosi menarik untuk meyakinkan perempuan untuk hamil.

Spies Rejser menwarkan untuk memberi persediaan untuk bayi selama tiga tahun bagi pasangan yang menghasilkan 'buah cinta' saat liburan, asalkan liburan itu dipesan melalui Spies Rejser.

Selain itu, ada juga video kampanye seksi berjudul 'Do it for Mom', yang mendorong pasangan agar memiliki anak yang menjadi hadiah berupa cucu bagi orangtua.

2. Rusia

Seperti dilaporkan Tech Insider, Rusia mengalami 'bencana' demografis, di mana para prianya meninggal di usia muda dan perempuannya tak memiliki bayi.

Masalah itu menjadi makin buruk sehingga pada 2007 Rusia mendeklarasikan 12 September sebagai 'Hari Pembuahan'. Pada hari itu, orang-orang diliburkan agar dapat fokus untuk menghasilkan anak.

Perempuan yang melahirkan tepat sembilan bulan kemudian, yakni pada 12 Juni, mendapat hadiah lemari pendingin.

3. Jepang

Angka kelahiran Jepang berada di tingkat sangat rendah sejak 1975. Dalam upaya mengakhiri hal tersebut, pada 2010 sebuah kelompok mahasiswa dari University of Tsukuba memperkenalkan Yotaro, yakni robot bayi yang memberikan gambaran soal menjadi orangtua.

Mahasiswa itu berteori, jika seseorang mulai berpikir untuk menjadi ayah dan ibu, maka secara emosional mereka akan mewujudkannya menjadi kenyataan.

4. Rumania

Pada tahun 1960 pertumbuhan penduduk di Rumania menurun, sehingga pemerintah memberlakukan pajak penghasilan sebesar 20 persen bagi pasangan tanpa anak. Pemerintah juga menerapkan ketentuan yang membuat perceraian hampir tak mungkin dilakukan.

Ide dari hal itu adalah: jika Anda tak berkontribusi pada negara dengan menciptkan buruh masa depan, Anda harus berkontribusi dengan dolar.

Pada 1980-an hal itu tak kunjung lebih baik. Perempuan dipaksa diperiksa kandungannya untuk memastikan kehamilan tetap berlanjut. Ketika kepemimpinan Rumania berubah pada 1989, kebijakan itu akhirnya runtuh.

5. Singapura

Singapura merupakan negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia, dengan hanya 0,81 anak per wanita. Pada 9 Agustus 2012, Pemerintah Singapura menggelar National Night, yakni acara yang disponsori oleh perusahaan penyegar mulut untuk mendorong pasangan agar memiliki anak.

Negara tersebut juga membatasi apartemen kecil satu tempat tidur untuk mendorong warganya agar tinggal bersama. Setiap tahunnya, Pemerintah Singapura menghabiskan sekitar US$ 1,6 miliar untuk program yang mendorong warganya agar berhubungan seks.

3 dari 3 halaman

Hadiah Uang untuk Orangtua Baru

6. Korea Selatan

Pada hari Rabu ketiga setiap bulan, sejumlah kantor di Korea Selatan menghentikan kegiatannya pada pukul 19.00 yang dikenal dengan Hari Keluarga.

Dengan tingkat kelahiran hanya 1,25 anak per perempuan, Negeri Gingseng itu mengambil langkah apa pun untuk mempromosikan kehidupan keluarga. Bahkan, Pemerintah Korsel menawarkan insentif tunai kepada orang-orang yang memiliki lebih dari satu anak.

7. Turki

Setiap orangtua baru di Turki menerima sekitar US$ 130 untuk kelahiran anak pertamanya, US$ 170 untuk anak kedua, dan US$ 260 untuk anak ketiga. Kebijakan tersebut sejalan dengan tujuan Presiden Erdogan yang mendorong masing-masing keluarga untuk memiliki setidaknya tiga anak.

Pada 2015, ketika kebijakan itu diumumkan, Perdana Menteri Davutoglu mengungkap keuntungan lain bagi ibu bekerja, seperti bekerja paruh waktu namun mendapat gaji penuh.

8. Italia

Dengan tingkat fertilitas 1,43 -- di bawah Eropa yang memiliki angka 1,58 -- Italia mengambil langkah-langkah kontroversial untuk mendorong warganya agar memiliki anak lebih banyak.

Seperti laporan Bloomberg, negara tersebut menjalankan sejumlah iklan untuk mengingatkan warga Italia agar orang-orang segera memiliki anak. "Cantik tak mengenal usia, tapi fertilitas iya," ujar salah satu iklan.

Namun sejumlah orang tak menanggapi iklan itu secara positif. Seorang profesor ekonomi di Università Cattolica del Sacro Cuore, Francesco Daveri, menyebut iklan tersebut sebagai sebuah kesalahan.

9. Hong Kong

Dengan tingkat fertilitas hanya 1,18 anak per perempuan, Hong Kong menghadapi tantangan yang sama dengan banyak negara industri, yakni berkurangnya populasi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi.

Pada 2013, negara tersebut mengusulkan pemberian uang tunai kepada pasangan untuk mendorong mereka memiliki anak. Meski di Singapura pemberian uang itu terwujud, namun di Hong Kong hal tersebut tak pernah terjadi.

10. Spanyol

Tingkat kelahiran di Spanyol menurun sementara pengangguran meningkat, di mana sekitar setengah dari total anak muda tak memiliki pekerjaan. Angka tersebut merupakan kedua tertinggi di Eropa, satu tingkat di bawah Yunani.

Untuk mengakhiri hal tersebut, Pemerintah Spanyol mengangkat komisioner khusus, Edelmira Barreira, pada Januari 2017. Tugas pertamanya adalah menemukan sejumlah penyebab hal tersebut dan merancang strategi makro untuk mengubahnya.

"Kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Barreira kepada surat kabar Spanyol Faro De Vigo.