Liputan6.com, Washington, DC - Donald Trump mengatakan, ia baru akan memutuskan kebijakan Amerika Serikat terkait Kesepakatan Paris untuk Perubahan Iklim dalam waktu dekat.
Melalui akun Twitternya @realDonaldTrump, Presiden AS itu berkicau pada 27 Mei 2017, "Saya akan membuat keputusan final tentang Kesepakatan Paris pekan depan!."
Baca Juga
Trump baru saja menyelesaikan lawatan perdananya. Suami dari Melania tersebut mengawali kunjungan luar negeri pertamanya ke Arab Saudi, dilanjutkan ke Israel dan Palestina sebelum akhirnya mengakhirinya di Sisilia, Italia di mana ia menghadiri KTT G7.
Advertisement
Seperti dilansir BBC, Senin (29/5/2017) Trump meninggalkan Sisilia pada Sabtu waktu setempat. Kepulangannya meninggalkan ketidakpastian atas sikap AS terhadap Kesepakatan Paris untuk Perubahan Iklim.
Dari tujuh kepala negara yang hadir, hanya Trump yang belum menegaskan komitmennya atas Kesepakatan Paris. Sebelumnya, sosok kontroversial tersebut mengancam akan menarik AS keluar dari hasil konferensi perubahan iklim.
Trump dalam beberapa kesempatan menyebut bahwa isu perubahan iklim merupakan 'tipuan' China.
Independent melansir kabar yang menyebutkan bahwa Trump telah mengatakan kepada sejumlah orang kepercayaannya, termasuk Kepala Badan Perlindungan Lingkungan Scott Pruitt bahwa ia berencana membawa AS hengkang dari Kesepakatan Paris. Kabar ini diperoleh dari Axios yang mengutip tiga sumber terkait.
Gedung Putih belum memberi tanggapan atas hal tersebut.
Belum adanya komitmen AS atas Kesepakatan Paris untuk Perubahan Iklim dalam waktu dekat ini memicu reaksi dari Kanselir Jerman Angela Merkel.
"Keseluruhan diskusi tentang iklim sangat sulit... Tidak ada indikasi apakah AS akan tetap berkomitmen atau tidak," ungkap Merkel.
Apa itu Kesepakatan Paris?
Kesepakatan Paris merupakan perjanjian iklim komprehensif pertama di dunia yang dicapai pada tahun 2015. Tujuan utamanya adalah menjaga kenaikan rata-rata suhu global di bawah dua derajat Celcius.
Untuk itu, negara-negara yang terlibat berjanji mengurangi emisi karbon mereka. Namun Kesepakatan Paris hanya dapat berlaku setelah diratifikasi oleh 55 negara.
Pada September 2016, Barack Obama menyetujui keterlibatan AS dalam kesepakatan tersebut. Anggota G7 berkeinginan agar AS terus menjaga komitmennya mengingat Negeri Paman Sam merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar kedua setelah China.
Sementara itu saat berkampanye dalam pilpres, Trump mengatakan bahwa Kesepakatan Paris bertentangan dengan kepentingan nasional AS. Di lain sisi ia berjanji untuk memperkuat industri batu bara.
Dalam isu perubahan iklim, energi batu bara merupakan kontributor utama emisi karbon. Trump sendiri ingin mendorong peningkatan produksi batu bara demi menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Jika Washington menarik diri, ada kekhawatiran langkah tersebut akan diikuti oleh negara-negara kecil lain. Meski demikian, Uni Eropa, India, dan China menyatakan akan tetap berkomitmen pada Kesepakatan Paris terlepas dari apapun kebijakan AS.
Menariknya, di dalam negeri sikap Trump mendapat pertentangan. Sejumlah negara bagian seperti New York dan California telah menyatakan akan memerangi perubahan iklim meski tanpa dukungan pemerintahan Trump.