Liputan6.com, Uluwatu - Sekelompok monyet berekor panjang di sekitar pura di Uluwatu, Bali, sudah tahu caranya meminta tebusan dari para wisatawan.
Monyet-monyet itu merampas barang berharga semisal kaca mata, topi, kamera, dan bahkan uang tunai dari loket karcis. Mereka kemudian menunggu para pegawai memberikan camilan kepada mereka, barulah mereka melepaskan barang "sitaan" dan pergi menjauh.
Advertisement
Baca Juga
Perilaku itu dikisahkan secara anekdot terjadi di Pura Uluwatu, Bali, selama bertahun-tahun, tetapi belum pernah diteliti secara ilmiah di alam liar.
Dikutip dari New Scientist pada Selasa (30/5/2017), seorang ahli primata bernama Fany Brotcorne bersama sejumlah rekannya dari Université de Liège di Belgia mencoba mengerti alasan mengapa perilaku itu menular di kalangan populasi monyet.
Brotcorne mengatakan, "Perilaku itu unik. Pura Uluwatu menjadi satu-satunya tempat kejadian itu di Bali." Dengan demikian, ada dugaan bahwa perilaku itu adalah sesuatu yang dipelajari, bukan dari dalam diri.
Brotcorne ingin menentukan apakah hal itu memang "membudaya", dengan maksud bisa mengerti tentang kemampuan kognitif monyet dan bahkan evolusi manusia.
Merampok dan Bertukar
Wanita itu meluangkan waktu selama 4 bulan untuk mengamati 4 kelompok berbeda monyet yang tinggal sekitar pura.
Dua kelompok yang sering berkeliaran di sekitar turis menunjukkan angka tertinggi sebagai pelaku perampokan dan barter, sehingga mendukung dugaan bahwa perilaku itu dipelajari dengan cara saling memperhatikan.
Kelompok-kelompok yang lebih banyak memiliki pejantan muda lebih cenderung kepada perilaku berisiko dan juga memiliki angka perampokan lebih banyak daripada kelompok-kelompok lain.
Walaupun penelitian itu didasarkan pada sampel yang kecil, Brotcorne berpendapat bahwa timnya telah menemukan bukti awal bahwa perilaku tersebut adalah sesuatu yang kultural yang disebarkan lintas generasi oleh monyet-monyet yang saling belajar dari sesamanya.
Beberapa tahun setelah pengamatan itu, ia telah mengumpulkan lebih banyak bukti. Misalnya, anggota-anggota kelompok kelima yang pindah ke kawasan sekitar pura juga mulai belajar bahwa mereka bisa mempertukarkan benda-benda rampasan dengan camilan.
Serge Wich, seorang ahli primata di Liverpool John Moores University, Inggris, mengatakan bahwa karya penelitian Brotcorne memberikan "contoh pertama dan cukup spektakuler tentang keluwesan perilaku primata ketika menanggapi perubahan lingkungan".
Advertisement
Tradisi Kriminal
Yang menarik, peneliti itu menambahkan bahwa perilaku yang sama tidak ada di tempat lain walaupun seharusnya berkemungkinan terjadi.
Ia menambahkan, "Hal ini menunjukkan bahwa itu memang tradisi perilaku yang baru bagi primata dan mengajarkan kepada kita bahwa tradisi-tradisi baru itu bisa berupa perampasan dan pertukaran dengan spesies berbeda."
Brotcorne mengatakan bahwa karya ilmiahnya dapat membantu para peneliti belajar lebih banyak tentang psikologi primata, yaitu tentang cara informasi disebarkan di kalangan kelompok, caranya mereka mengerti tindakan-tindakan mereka sendiri, dan caranya mereka berencana untuk masa depan.
Penelitian itu bahkan bisa membantu menjawab sejumlah pertanyaan mengenai evolusi kemampuan kognitif kita sendiri. Menurut Brotcorne, "Kemampuan bertukar dan berdagang tadinya tidak diketahui ada pada hewan. Kemampuan itu biasanya dianggap khusus ada pada manusia."
Pengamatan monyet membantu kita mempelajari saat awalnya suatu perilaku hadir dalam evolusi leluhur manusia.
Selain itu, Brotcorne mengaku juga pernah menjadi korban para monyet nakal tersebut, katanya, "Oh, memang sering. Monyet-monyet itu selalu mencoba mencuri topi, pena, bahkan data penelitian saya."